Sabtu, 02 November 2013

Sistem Pengelolaan Keuangan Negara dan Daerah


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Sistem Pengelolaan Laporan Keuangan Negara dan Daerah. Sistem ini melibatkan SAPP (Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat) dan SAPD (Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah).  Tujuan SAPP dan SAPD adalah untuk menyediakan informasi keuangan yang diper¬lukan dalam hal perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian anggaran, perumusan kebijaksanaan, pengambil keputusan dan penilaian kinerja pernerintah, sebagai upaya untuk mempercepat penyajian Perhitungan Anggaran Negara (PAN) dan Daerah, serta memudahkan pemeriksaan oleh aparat pengawasan fungsional secara efektif clan efisien.
Adapun Proses Perencanaan Keuangan Daerah dan Negara adalah proses penciptaan tujuan organisasi oganisasi yang sukses mengkoordinasikan jangka panjang dan pendek. Hal ini terkait dengan tujuan organisasi dan arah tujuan Sistem Pengelolaan Laporan Keuangan.

1.2       Maksud dan Tujuan
·         Menjelaskan SAPP dan SAPD
·         Menjelaskan proses perencanaan keuangan Daerah dan Negara
·         Menjelaskan Pelaksanaan Anggaran Keuangan Daerah dan Negara
·         Menjelaskan Pelaporan Keuangan Daerah dan Negara

1.3       Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini terutama kepada mahasiswa adalah untuk mengatahui Sistem Pengelolaan Laporan Keuangan Negara dan Daerah, baik dari segi prinsip, pelaksanaan anggaran, proses perencanaan.

 1.4      Metode Pengumpulan Data
Untuk mempermudah penyusunan makalah ini, kami menerapkan metode deskriptif dan studi literatur yaitu dengan memaparkan dan menggambarkan dengan memperoleh data-data yang diperlukan dari literatur atau sumber bacaan dan internet.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1       SAPP (Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat)
SAPP adalah sistem akuntansi yang meng­olah semua transaksi keuangan, aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah pusat, yang menghasilkan informasi akuntansi da n laporan keuangan yang tepat waktu dengan mutu yang dapat diandalkan, baik yang diperlukan oleh badan-badan di luar pemerintah pusat seperti DPR, maupun oleh berbagai tingkat manajemen pada pemerintah pusat.

2.1.1    Kerangka Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat disampaikan kepada DPR sebagai pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. Sebelum disampaikan kepada DPR, laporan keuangan pemerintah pusat tersebut diaudit terlebih dahulu oleh pihak BPK. Laporan keuangan pemerintah pusat terdiri dari:
a.      Laporan Realisasi Anggaran
Konsolidasi Laporan Realisasi Anggaran dari seluruh Kementerian Negara/Lembaga yang telah direkonsiliasi. Laporan ini menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggaran dalam satu periode.
b.      Neraca Pemerintah
Neraca Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Neraca SAI dan Neraca SAKUN (Sistem Akuntansi Kas Umum Negara). Laporan in menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah pusat berkaitan dengan aset, utang dan ekuitas dana pada tanggal/tahun anggaran tertentu.
c.       Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Laporan Arus Kas dari seluruh Kanwil Ditjen PBN. Laporan ini menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan dan non anggaran.
d.      Catatan atas Laporan Keuangan
Merupakan penjelasan atau perincian atau analisis atas nilai suatu pos yang tersaji di dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca Pemerintah dan Laporan Arus Kas dalam rangka pengungkapan yang memadai.

2.1.2    Tujuan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Tujuan SAPP adalah untuk menyediakan informasi keuangan yang diper­lukan dalam hal perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian anggaran, perumusan kebijaksanaan, pengambil keputusan dan penilaian kinerja pernerintah dan sebagai upaya untuk mempercepat penyajian Perhitungan Anggaran Negara (PAN), serta memudahkan pemeriksaan oleh aparat pengawasan fungsional secara efektif clan efisien.
Di samping itu, SAPP juga dirancang untuk mendukung transparansi La­poran Keuangan Pemerintah dan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah dalam mencapai pemerintahan yang baik, yang meliputi Akuntabilitas, Manajerial dan Transparansi.Akuntabilitas yang dimaksud adalah meningkatkan kualitas akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemerintah atas pelaksanaan anggaran. Dalam hal ma­najerial adalah menyediakan informasi keuangan yang diperlukan untuk pe­rencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian anggar­an, perumusan kebijaksanaan, pengambilan keputusan dan penilaian kinerja pemerintah. Sedangkan menyangkut transparansi adalah memberikan keter­bukaan pelaksanaan kegiatan pemerintah kepada rakyat untuk mewujudkan pemerintahan yang baik.

2.1.3    Ciri-ciri Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
            Ciri-ciri Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat yaitu:
1.      Sistem yang terpadu. Dalam penyusunan sistem digunakan pendekatan bahwa keseluruhan.Pernerintah Pusat merupakan kesatuan akuntansi dan ekonomi tunggal. Presiden sebagai pengelola utama dan DPR sebagai badan yang bertugas menelaah dan mengevaluasi    pelaksanaannya.
2.      Akuntansi Anggaran dan Akuntansi Dana. Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara digunakan sebagai landasan operasional keuangan tahunan Pemerintah dan dengan disahkannya UU-APBN maka pelaksanaan anggaran dapat dilaksanakan
3.      Sistem tata buku berpasangan
4.      Basis kas untuk pendapatan dan belanja. Penggunaan basis kas ini sesuai dengan Undang-Undang Perbendarahaan Indonesia dan Keppres Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
5.      Standard dan prinsip akuntansi. Standar dan prinsip akuntansi adalah norma atau aturan dalam praktek yang dapat   diterima oleh profesi, dunia usaha, dan departemen/lembaga peme­rintah yang berkcpentingan dengan laporan keuangan.
6.      Desentralisasi pelaksanaan akuntansi. Sistem dirancang agar pelaksanaan akuntansi dilakukan secara ber,jenjang dan dimulai pada sumber data di daerah atau propinsi dan digunakan sebagai pedoman penyusunan unit-unit akuntansi baik di tingkat wilayah maupun ting­kat pusat.
7.      Perkiraan standar yang seragam. Perkiraan yang digunakan unit akuntansi dan mata anggaran pada unit operasional anggaran dan pelaksanaan anggaran sama, baik klasifikasi mau­pun istilahnya agar dapat memastikan bahwa anggaran dan laporan realisasi­nya menggunakan istilah yang sama, serta meningkatkan kemampuan sistem akuntansi untuk memberikan informasi/laporan yang relevan, berarti, dan dapat diandalkan. Selain itu dapat digunakan untuk memudahkan pengawasan atas ketaatan dengan pagu yang ditentukan dalam UU-APBN dan dalam do­kumen allotment (DIK/DIP/SKO), serta memungkinkan perbandingan data laporan keuangan, baik dalam satu laporan maupun antarlaporan.






2.2       SAPD (Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah)
            Pedoman SAKD disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1.      Menyediakan pedoman akuntansi yang diharapkan dapat diterapkan bagi pencatatan transaksi keuangan pemerintah daerah yang berlaku dewasa ini, terutama dengan diberlakukannya otonomi daerah yang baru.
2.      Menyediakan pedoman akuntansi yang dilengkapi dengan klasifikasi rekening dan prosedur pencatatan serta jurnal standar yang telah disesuaikan dengan siklus kegiatan pemerintah daerah yang mencakup penganggaran, perbendaharaan, dan pelaporannya
SAPD  adalah serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.

2.2.1    Basis akuntansi
SAPD menggunakan basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan basis akrual  untuk neraca. Dengan basis kas, pendapatan diakui dan dicatat pada saat kas diterima oleh rekening Kas Daerah serta belanja diakui dan dicatat pada saat kas dikeluarkan dari rekening kas daerah. Aset, kewajiban, dan ekuitas dana dicatat pada saat terjadinya transaksi atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah.

2.2.2    Sistem pembukuan berpasangan
Sistem pembukuan berpasangan (double entry system) didasarkan atas persamaan dasar akuntansi, yaitu: Aset = Kewajiban+Modal setiap transaksi dibukukan dengan mendebet suatu perkiraan dan mengkredit suatu perkiraan yang lain.

2.2.3    Subsistem
·         Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah: dilaksanakan oleh PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) yang akan mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan oleh level pemda
·         Sistem Akuntansi Satuan Kerja Perangkat Daerah: dilaksanakan oleh Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD. Transaksi-transaksi yang terjadi dilingkungan satuan kerja harus dicatat dan dilaporkan oleh PPK SKPD.

2.2.4    Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah (SKPKD)
Dalam konstruksi keuangan negara, terdapat dua jenis satuan kerja, yaitu SKPD dan SKPKD. Dalam pelaksanaan anggaran, transaksi terjadi di SKPD dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1.      Transaksi-transaksi yang dilakukan oleh SKPKD sebagai satuan kerja
2.      Transaksi-transaksi yang dilakukan oleh SKPKD pada level pemda


Pendapatan
Belanja
Pembiayaan
Satuan Kerja
Pendapatan pajak
Belanja pegawai

Reteribusi
Belanja baran dan jasa
Lain-lain pendapatan yang sah
Belanja Modal
Pemda
Dana perimbangan
Belanja bunga, subsidi, hibah, bansos, bagi hasil, bantuan keuangan
Penerimaan pembiayaan
Lain-lain pendapatan yang sah
Belanja ridak terduga
Pengeluaran pembiayaan
Sistem akuntansi SKPD meliputi:
1.      Akuntansi pendapatan
2.      Akuntansi belanja
3.      Akuntansi aset
4.      Akuntansi selain kas

Laporan keuangan yang harus dibuat oleh SKPD adalah:
1.      LRA
2.      Neraca
3.      Catatan atas laporan keuangan

2.2.5    Akuntansi PPKD
Akuntansi PPKD adalah sebuah entitas akuntansi yang dijalankan oleh fungsi akuntansi di SKPD, yang mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan oleh SKPKD dalam kapasitas sebagai pemda. Sistem akuntansi PPKD meliputi:
1.      Akuntansi pendapatan PPKD
2.      Akuntansi belanja PPKD
3.      Akuntansi pembiayaan
4.      Akuntansi Aset (Investasi Jangka panjang)
5.      Akuntasi Utang
Penyusunan Laporan Keuangan PPKD
Laporan keuangan PPKD adalah laporan keuangan  yang dikeluarkan oleh SKPKD dalam kapasitas sebagai pemda. SKPKD sebagai satuan kerja akan mengeluarkan laporan keuangan SKPD seperti SKPD yang lain.
Dengan demikian, yang akan muncul dalam laporan keuangan PPKD adalah transaksi-transaksi pendapatan PPKD, belanja PPKD, dan pembiayaan. Format dan prosedur penyusunannya sama dengan laporan keuangan SKPD. Laporan keuangan PPKD ini nantinya akan dikonsolidasikan bersama laporan keuangan semua SKPD menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi/kota/kabupaten.

2.2.6    Penyusunan Laporan Keuangan Pemda
Laporan Keuangan Pemerintah daerah adalah  laporan keuangan konsolidasi dari laporan keuangan SKPD dan Laporan keuangan PPKD.
            Laporan keuangan pemerintah provinsi/kota/kabupaten tediri atas:
a.      LRA
b.      Neraca
c.       Laporan Arus Kas
d.      Catatan atas laporan keuangan
2.3       Proses Perencanaan Keuangan Daerah dan Negara
Perencanaan adalah proses penciptaan tujuan organisasi. Organisasi yang sukses mengkoordinasikan jangka panjang dan pendek. Hal ini terkait dengan tujuan organisasi dan arah tujuan. Perencanaan merupakan hal yang penting karena jenis, kuantitas dan kualitas kinerja jasa dan pengadaan pemerintah tidak dievaluasi dan disesuaikan melalui mekanisme pasar terbuka dan mereka cukup peka kepada kepentingan umum. Lebih lanjnut, perencanaan dan keputusan pemerintah merupakan proses gabungan yang melibatkan warga negara, badan legislatif dan eksekutif.

2.3.1    Proses Perencanaan Keuangan Daerah
            Aspek perencanaan keuangan daerah diarahkan agar seluruh proses penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam  penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masayarakat.
Perencanaan anggaran keuangan daerah secara keseluruhan mencakup penyusunan Kebijakan Umum APBD sampai dengan disusunnya Rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses perencanaan anggaran daerah (5).Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 serta Undang-Undang No. 32 dan 33 Tahun 2004, tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan rancangan APBD paling lambat pada pertengahan bulan Juni tahun berjalan. Kebijakan umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD. Proses penyusunan RKPD tersebut dilakukan antara lain dengan melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang selain diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemuka adat, pemuka agama, dan kalangan dunia usaha.
2)        DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
3)        Berdasarkan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD.
4)        Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD tahun berikutnya dengan mengacu pada prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD.
5)        RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
6)        Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya.
7)        Pemerintah daerah mengajukan rancangan perda tentang APBD disertai dengan penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
8)        Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan perda tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan

2.3.2    Proses Perencanaan Keuangan Negara
Untuk menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran maka diperlukan Perencanaan Pembangunan Nasional serta keseragaman peraturan yang berlaku guna tercapainya tujuan bernegara dan menghindarkan dari ketimpangan antar wilayah. Ketentuan mengenai sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang mencakup penyelenggaraan perencanaan makro atau perencanaan yang berada pada tataran kebijakan nasional atas semua fungsi pemerintahan dan meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam Wilayah Negara Republik Indonesia diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan Daerah dengan melibatkan masyarakat, yang mana antara lain bertujuan untuk: mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar Daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah; Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam UU No. 25 Tahun 2004 didefenisikan bahwa Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Setidaknya terdapat dua arahan yang tercakup dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, yaitu:
1.      Arahan dan bimbingan bagi seluruh elemen bangsa untuk mencapai tujuan bernegara seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Arahan ini dituangkan dalam rencana pembangunan nasional sebagai penjabaran langkah-langkah untuk mencapai masyarakat yang terlindungi, sejahtera, cerdas dan berkeadilan dan dituangkan dalam bidang-bidang kehidupan bangsa: politik, sosial, ekonomi, budaya, serta pertahanan dan keamanan.
2.      Arahan bagi pemerintah dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional baik melalui intervensi langsung maupun melalui pengaturan masyarakat/pasar, yang mana mencakup landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik pada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Selain dua arahan yang tercakup dalam sistem perencanaan pembangunan nasional diatas, pada pasal 8 UU No. 25 Tahun 2004 juga dijelaskan empat tahapan perencanaan pembangunan, yaitu terdiri dari:
1. Penyusunan rencana
Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap dari suatu rencana yang siap untuk ditetapkan, yang terdiri dari 4 (empat) langkah, yaitu:
a)      Penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur.
b)      Masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan.
c)      Melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan.
d)      Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
2. Penetapan rencana
Penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya. Menurut Undang-Undang ini, rencana pembangunan jangka panjang Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Undang-Undang/Peraturan Daerah, sedangkan rencana pembangunan jangka menengah Nasional/Daerah dan rencana pembangunan tahunan Nasional/ Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala Daerah.
3. Pengendalian pelaksanaan rencana
Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya Menteri Negara Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
4. Evaluasi pelaksanaan rencana
Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan inforrnasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Dalam rangka perencanaan pembangunan, pemerintah, baik Pusat maupun daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan yang merupakan dan atau terkait dengan fungsi dan tanggungjawabnya. Dalam melaksanakan evaluasi kinerja proyek pembangunan, mengikuti pedoman dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja untuk menjamin keseragaman metode, materi, dan ukuran yang sesuai untuk masing-masing jangka waktu sebuah rencana.
Keempat tahapan tersebut harus diselenggarakan secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan, sehingga dapat membentuk suatu siklus perencanaan pembangunan nasional yang utuh.
Perencanaan Pembangunan baik tingkat Nasional maupun tingkat daerah menghasilkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Rencana Strategis (Renstra), Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja (Renja). Berdasarkan UU No. 25 tahun 2004, ruang lingkup perencanaan pembangunan Nasional dan Daerah tersebut dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
RPJP Nasional merupakan penjabaran tujuan Nasional kedalam Visi, misi dan Arah pembangunan Nasional. Sedangkan RPJP Daerah mengacu pada RPJP Nasional dan memuat tentang visi, misi dan arah dalam pembangunan Daerah.
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden. Penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Sedangkan RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
3. Rencana Strategis (Renstra)
Renstra Kementerian/Lembaga pada tingkat nasional memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif. Sedangkan Renstra-Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada tingkat daerah memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.
4. Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian/Lembaga, lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Sedangkan RKP Daerah merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
5. Rencana Kerja (Renja)
Renja Kementerian/Lembaga pada tingkat nasional disusun dengan berpedoman pada Renstra Kementerian/Lembaga dan mengacu pada prioritas pembangunan Nasional dan pagu indikatif, serta memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Sedangkan Renja-SKPD disusun dengan berpedoman kepada Renstra SKPD dan mengacu kepada RKP, memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah Daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Perencanaan pembangunan Nasional dan Daerah diatas harus dilakukan secara terpadu, dengan memperhitungkan kebutuhan rakyat dan memanfaatkan ketersediaan sumber daya, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan dunia global, yang semata-mata ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.


2.4       Pelaksanaan Anggaran Keuangan Daerah dan Negara
Setelah   APBDN ditetapkan secara terperinci dengan undang-undang,maka pelaksanaan di atur lebih lanjut dengan keputusan presiden sebagai pedoman  bagi kementrian negara/lembaga  dalam pelaksanaan anggaran.Pengaturan dalam keputusan presiden tersebut terutama dalam hal-hal yang belum di perincidi dalam Undang-Undang APBDN, seperti ,alokasi anggaran untuk kantor daerah kementrian Negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian Negara/lembaga, dan alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi   subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.
Pemerintahan  pusat dan pemerintah  pusat dan pemirintah daerah menyampaikanl laporan realisi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir juli tahun anggran yang bersangkutan untuk memberi informasi mengenai perkembangan pelaksanaan APBN/APBD. Laporan realisasi tersebut menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan  penyesuain/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.Ketentuan megenai pegelolaan keuangan Negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam Undang-Undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubung administrative antar-kementerian negara/lembaga di linkungan pemerintah.



2.4.1    Pelaksanaan Anggaran Keuangan Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Tatacara tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 yang dijabarkan lebih rinci dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011. Dengan berpedoman kepada Permendagri tersebut, pemerintah daerah menyusun mekanisme dan prosedur pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang ditetapkan dengan Peraturan/Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan.
Secara garis besar mekanisme dan prosedur pertanggungjawaban pelaksanaan APBD mencakup: (a) Laporan Realisasi Semester Pertama Anggaran Pendapatan dan Belanja; (b) Laporan Tahunan; (c) Penetapan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD; dan (d) Evaluasi Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
Laporan realisasi semester pertama APBD yang disertai dengan perkiraan realisasi semester berikutnya disiapkan oleh setiap pejabat penatausahaan keuangan SKPD dan disampaikan kepada kepala SKPD yang bersangkutan untuk diteruskan kepada PPKD. Selanjutnya melalui Sekretaris daerah (selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah), laporan ini disampaikan kepada kepala daerah untuk akhirnya dilakukan pembahasan bersama DPRD.
Laporan tahunan merupakan penggabungan dari laporan semester pertama dan laporan semester kedua yang disiapkan oleh setiap SKPD kepada PPKD dan digunakan sebagai dasar penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah. Laporan tahunan tersebut terdiri dari: (a) laporan realisasi anggaran; (b) neraca; (c) laporan arus kas; dan (d) catatan atas laporan keuangan. Tahap akhir dari proses pertanggungjawaban pelaksanaan APBD adalah menyerahkan laporan tahunan tersebut kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
Setelah mendapat persetujuan dari BPK, kepala daerah menyusun Raperda tentang pertanggungjawaban APBD dan mengirimkannya kepada DPRD untuk proses pembahasan. Selanjutnya kepala daerah menyampaikan raperda tesebut kepada gubernur yang bersangkutan untuk dievaluasi apakah sudah sesuai dengan kepentingan umum dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Persetujuan gubernur tentang evaluasi raperda merupakan faktor penentu bagi bupati/walikota untuk menetapkan raperda tersebut menjadi perda.

2.4.2    Pelaksanaan Anggaran Keuangan Negara
Tahun anggaran meliputi masa satu tahun mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun yang bersangkutan. APBN dalam satu tahun anggaran meliputi:
1.      Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih;
2.      Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih;
3.      Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara dengan menggunakan sistem giral.
Secara garis besar, tahap-tahap siklus anggaran dapat digambarkan sebagai berikut:
1.      Penyusunan RAPBN oleh pemerintah;
2.      Penyampaian RAPBN kepada DPR/pengesahannya;
3.      Pelaksanaan APBN oleh pemerintah;
4.      Pengawasan pelaksanaan APBN oleh BPK;
5.      Pertanggungjawaban/Perhitungan Anggaran Negara (PAN);
6.      Persetujuan RUU PAN menjadi UU PAN oleh DPR.
Berdasarkan fungsinya, penganggaran pemerintah mempunyai tiga fungsi utama yaitu:
1.      Stabilitas fiskal makro,
2.      Alokasi sumber daya sesuai prioritas, dan
3.      Pemanfaatan anggaran secara efektif dan efisien.
Untuk mencapai tujuan penganggaran ini, dilakukan dengan tiga pendekatan baru dalam penyusunan sistem penganggaran yaitu:
1.      Penerapan kerangka pengeluaran jangka menengah. Kerangka pengeluaran jangka menengah digunakan untuk mencapai disiplin fiskal secara berkelanjutan. Kementerian negara/lembaga mengajukan usulan anggaran untuk membiayai program dan kegiatan dalam tahun anggaran yang direncanakan dan menyampaikan prakiraan maju yang merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya. Prakiraan maju yang diusulkan kementerian negara/lembaga disetujui oleh presiden dalam keputusan presiden tentang rincian APBN untuk menjadi dasar bagi penyusunan usulan anggaran kementerian negara/lembaga pada tahun anggaran berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun.
2.      Penerapan penganggaran terpadu. Penyusunan anggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan kementerian negara/lembaga untuk menghasilkan dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dengan klasifikasi anggaran belanja menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
3.      Penerapan penganggaran berbasis kinerja (ABK). Penerapan penyusunan anggaran berbasis kinerja menekankan pada ketersediaan rencana kerja yang benar-benar mencerminkan komitmen kementerian negara/lembaga sebagai bagian dari proses penganggaran. Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja diperlukan indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi kinerja dari setiap program dan jenis kegiatan. Tingkat kegiatan yang direncanakan dan standar biaya yang ditetapkan pada awal siklus tahunan penyusunan anggaran menjadi dasar dalam menentukan anggaran untuk tahun anggaran yang direncanakan dan prakiraan maju bagi program yang bersangkutan. Standar biaya, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus bagi pemerintah pusat, ditetapkan oleh menteri keuangan setelah berkoordinasi dengan kementerian negara/lembaga terkait. Pengaturan mengenai pengukuran kinerja, evaluasi kinerja kegiatan, dan evaluasi kinerja program adalah sebagai berikut:
a.      Dalam rangka penerapan anggaran berbasis kinerja, kementerian negara/lembaga melaksanakan pengukuran kinerja.
b.      Kementerian negara/lembaga melakukan evaluasi kinerja kegiatan satuan kerja kementerian negara/lembaga setiap tahun berdasarkan sasaran dan/atau standar kinerja kegiatan yang telah ditetapkan sebagai umpan balik bagi penyusunan RKA-KL tahun berikutnya.
c.       Kementerian negara/lembaga melakukan evaluasi kinerja program sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun berdasarkan sasaran dan/atau standar kinerja yang telah ditetapkan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja,  memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah,  menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, dan memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.


2.5       Pelaporan dan Evaluasi Anggaran
Setelah anggaran selesai disusun, organisasi sektor publik melaksanakan apa yang dianggarkan dalam kegiatan-kegiatan tahun berjalan. Pelaksanaan anggaran kinerja tidak bisa dilepaskan dari proses pelaporan dan evaluasi atas aktivitas yang telah dilaksanakan. Hal ini menjadi sangat penting karena salah satu ukuran keberhasilan anggaran kinerja adalah kemampuannya untuk diukur dan dievaluasi guna mendapatkan umpan balik.
Untuk itu, setiap organisasi sektor publik harus melaporkan pada tingkat di mana mereka telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Artinya, setiap organisasi harus menyediakan informasi mengenai aktivitas yang telah dilakukan. Informasi ini seharusnya meliputi input, output, dan outcome, dan berbagai indikator kualitatif lainnya yang dirasakan perlu. Hal ini berbeda dengan pelaksanaan anggaran tradisional yang hanya menekankan pada pelaporan kuantitatif.
Service Efforts and Accomplisment (SEA) mengukur keberhasilan organisasi dalam 3 indikator:
1.      Indikator usaha, yakni sumber daya yang digunakan untuk pelayanan (inpust)
2.      Indikator pencapaian, yakni pelayanan apa yang dapat disediakan dan dicapai dengan input yang tersedia (output dan outcome)
3.      Indikator yang menghubungkan usaha dan pencapaian, indikator ini dibagi lagi menjadi 2, yaitu:
Ø  Indikator efisiensi, perbandingan input dan output
Ø  Indikator efektivitas, perbandingan input dan outcome

Anggaran merupakan rencana operasional keuangan yang mencakup suatu estimasi pengeluaran untuk suatu jangka waktu tertentu dan rencana penerimaan pendapatan untuk membiayai. Selain itu anggaran dapat juga didefinisikan sebagai proses alokasi sumber daya yang terbatas terhadap permintaan yang tidak terbatas dan satuan mata uang dalam perencanaan operasi untuk periode tertentu. Perencanaan harus berisi informasi mengenai jenis dan jumlah pengeluaran yang direncanakan, tujuan yang dibuat dan alat tujuan keuangan.

     Pentingnya Anggaran
Anggaran untuk organisasi sektor publik berasal secara umum dari penggunaan tingkat pajak atau jumlah yang digunakan untuk jasa. Peran perencanaan dicapai dengan ukuran moneter (seperti materi, pekerja dan perlengkapan) diperlukan untuk mencapai aktivitas yang direncanakan dalam periode anggaran. Peran pengendalian dicapai dengan mempersiapkan anggaran yang menunjukkan masukan dan rencana yang dicapai. Varian antara anggaran dan aktual menunjukkan divergensi sumber daya yang jelas dalam alokasi organisasi pemerintah untuk membolehkan melakukan tugas yang bertanggungjawab. Pengendalian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil anggaran dengan aktual untuk meyakinkan tingkat pengeluaran tidak melebihi dan aktivitas dari rencana yang terjadi. Kecuali alasan untuk varian yang dianalisa dan langkah perbaikan menghantarkan anggaran dan kembali ke aktual sesuai garis, keseluruhan sistem akan diluar pengendalian. Oleh karena itu, kondisi relevan, akurat dan laporan yang tepat waktu posisi aktual dan anggaran diperlukan pada setiap level menajemen untuk dapat dimonitor sesuai anggaran.

     Evaluasi
Laporan keuangan yang membandingkan antara pendapatan dan pengeluaran yang dianggarkan dan aktual utnuk periode tertentu sebagai basis untuk evaluasi terhadap standar yang ada. Anggaran juga menyediakan tujuan yang jelas untuk evaluasi kinerja pada tiap level tanggung jawab.
  

BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
ü  SAPP adalah sistem akuntansi yang meng¬olah semua transaksi keuangan, aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah pusat, yang menghasilkan informasi akuntansi da n laporan keuangan yang tepat waktu dengan mutu yang dapat diandalkan, baik yang diperlukan oleh badan-badan di luar pemerintah pusat seperti DPR, maupun oleh berbagai tingkat manajemen pada pemerintah pusat.
ü  SAPD adalah serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.
ü  Perencanaan anggaran keuangan daerah secara keseluruhan mencakup penyusunan Kebijakan Umum APBD sampai dengan disusunnya Rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses perencanaan anggaran daerah.
ü  Secara garis besar mekanisme dan prosedur pertanggungjawaban pelaksanaan APBD mencakup:
1.      Laporan Realisasi Semester Pertama Anggaran Pendapatan dan Belanja
2.      Laporan Tahunan
3.      Penetapan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
4.      Evaluasi Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
ü  Anggaran merupakan rencana operasional keuangan yang mencakup suatu estimasi pengeluaran untuk suatu jangka waktu tertentu dan rencana penerimaan pendapatan untuk membiayai.


  
DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga
Halim, Abdul. 2012. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
Nordiawan, Deddy. 2007. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
Nordiawan, Deddy, dkk. 2012. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar