BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem Pengelolaan Laporan Keuangan Negara dan
Daerah. Sistem ini melibatkan SAPP (Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat) dan SAPD
(Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah).
Tujuan SAPP dan SAPD adalah untuk menyediakan informasi keuangan yang
diper¬lukan dalam hal perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan,
pengendalian anggaran, perumusan kebijaksanaan, pengambil keputusan dan
penilaian kinerja pernerintah, sebagai upaya untuk mempercepat penyajian
Perhitungan Anggaran Negara (PAN) dan Daerah, serta memudahkan pemeriksaan oleh
aparat pengawasan fungsional secara efektif clan efisien.
Adapun Proses Perencanaan Keuangan Daerah dan
Negara adalah proses penciptaan tujuan organisasi oganisasi yang sukses
mengkoordinasikan jangka panjang dan pendek. Hal ini terkait dengan tujuan
organisasi dan arah tujuan Sistem Pengelolaan Laporan Keuangan.
1.2 Maksud dan Tujuan
·
Menjelaskan
SAPP dan SAPD
·
Menjelaskan
proses perencanaan keuangan Daerah dan Negara
·
Menjelaskan
Pelaksanaan Anggaran Keuangan Daerah dan Negara
·
Menjelaskan
Pelaporan Keuangan Daerah dan Negara
1.3 Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini terutama kepada
mahasiswa adalah untuk mengatahui Sistem Pengelolaan Laporan Keuangan Negara
dan Daerah, baik dari segi prinsip, pelaksanaan anggaran, proses perencanaan.
1.4 Metode Pengumpulan Data
Untuk mempermudah penyusunan makalah ini, kami
menerapkan metode deskriptif dan studi literatur yaitu dengan memaparkan dan
menggambarkan dengan memperoleh data-data yang diperlukan dari literatur atau
sumber bacaan dan internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SAPP (Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat)
SAPP adalah sistem akuntansi yang mengolah
semua transaksi keuangan, aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah pusat,
yang menghasilkan informasi akuntansi da n laporan
keuangan yang tepat waktu dengan mutu yang dapat diandalkan, baik yang
diperlukan oleh badan-badan di luar pemerintah pusat seperti DPR, maupun oleh
berbagai tingkat manajemen pada pemerintah pusat.
2.1.1 Kerangka Umum Sistem Akuntansi Pemerintah
Pusat
Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat disampaikan kepada DPR sebagai pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN.
Sebelum disampaikan kepada DPR, laporan keuangan pemerintah pusat tersebut
diaudit terlebih dahulu oleh pihak BPK. Laporan keuangan pemerintah pusat
terdiri dari:
a.
Laporan Realisasi
Anggaran
Konsolidasi Laporan Realisasi
Anggaran dari seluruh Kementerian Negara/Lembaga yang telah direkonsiliasi.
Laporan ini menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit
dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing
diperbandingkan dengan anggaran dalam satu periode.
b.
Neraca Pemerintah
Neraca Pemerintah Pusat
merupakan konsolidasi Neraca SAI dan Neraca SAKUN (Sistem Akuntansi Kas Umum
Negara). Laporan in menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah pusat
berkaitan dengan aset, utang dan ekuitas dana pada tanggal/tahun anggaran
tertentu.
c.
Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas Pemerintah
Pusat merupakan konsolidasi Laporan Arus Kas dari seluruh Kanwil Ditjen PBN.
Laporan ini menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama periode
tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset
non keuangan, pembiayaan dan non anggaran.
d.
Catatan atas Laporan
Keuangan
Merupakan penjelasan atau
perincian atau analisis atas nilai suatu pos yang tersaji di dalam Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca Pemerintah dan Laporan Arus Kas dalam rangka
pengungkapan yang memadai.
2.1.2 Tujuan
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Tujuan SAPP
adalah untuk menyediakan informasi keuangan yang diperlukan dalam hal
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian anggaran,
perumusan kebijaksanaan, pengambil keputusan dan penilaian kinerja pernerintah
dan sebagai upaya untuk mempercepat penyajian Perhitungan Anggaran Negara
(PAN), serta memudahkan pemeriksaan oleh aparat pengawasan fungsional secara
efektif clan efisien.
Di samping
itu, SAPP juga dirancang untuk mendukung transparansi Laporan Keuangan
Pemerintah dan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah dalam mencapai pemerintahan
yang baik, yang meliputi Akuntabilitas, Manajerial dan
Transparansi.Akuntabilitas yang dimaksud adalah meningkatkan kualitas
akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemerintah atas pelaksanaan anggaran. Dalam
hal manajerial adalah menyediakan informasi keuangan yang diperlukan untuk perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian anggaran, perumusan
kebijaksanaan, pengambilan keputusan dan penilaian kinerja pemerintah.
Sedangkan menyangkut transparansi adalah memberikan keterbukaan pelaksanaan
kegiatan pemerintah kepada rakyat untuk mewujudkan pemerintahan yang baik.
2.1.3 Ciri-ciri Sistem
Akuntansi Pemerintah Pusat
Ciri-ciri Sistem Akuntansi
Pemerintah Pusat yaitu:
1. Sistem yang terpadu. Dalam penyusunan
sistem digunakan pendekatan bahwa keseluruhan.Pernerintah Pusat merupakan
kesatuan akuntansi dan ekonomi tunggal. Presiden sebagai pengelola utama dan DPR sebagai badan yang bertugas
menelaah dan mengevaluasi
pelaksanaannya.
2. Akuntansi Anggaran dan
Akuntansi Dana. Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara digunakan
sebagai landasan operasional keuangan tahunan Pemerintah dan dengan disahkannya
UU-APBN maka pelaksanaan anggaran dapat dilaksanakan
3. Sistem tata buku berpasangan
4. Basis kas untuk
pendapatan dan belanja. Penggunaan basis kas ini sesuai dengan Undang-Undang
Perbendarahaan Indonesia dan Keppres Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
5. Standard dan prinsip
akuntansi. Standar dan prinsip akuntansi adalah norma atau aturan dalam praktek yang
dapat diterima oleh profesi, dunia
usaha, dan departemen/lembaga pemerintah yang berkcpentingan dengan laporan
keuangan.
6. Desentralisasi
pelaksanaan akuntansi. Sistem dirancang agar pelaksanaan akuntansi dilakukan secara ber,jenjang
dan dimulai pada sumber data di daerah atau propinsi dan digunakan sebagai
pedoman penyusunan unit-unit akuntansi baik di tingkat wilayah maupun tingkat
pusat.
7. Perkiraan standar yang
seragam. Perkiraan yang digunakan unit akuntansi dan mata anggaran pada unit
operasional anggaran dan pelaksanaan anggaran sama, baik klasifikasi maupun
istilahnya agar dapat memastikan bahwa anggaran dan laporan realisasinya
menggunakan istilah yang sama, serta meningkatkan kemampuan sistem akuntansi
untuk memberikan informasi/laporan yang relevan, berarti, dan dapat diandalkan.
Selain itu dapat digunakan untuk memudahkan pengawasan atas ketaatan dengan
pagu yang ditentukan dalam UU-APBN dan dalam dokumen allotment (DIK/DIP/SKO),
serta memungkinkan perbandingan data laporan keuangan, baik dalam satu laporan
maupun antarlaporan.
2.2 SAPD (Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah)
Pedoman
SAKD disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1.
Menyediakan pedoman
akuntansi yang diharapkan dapat diterapkan bagi pencatatan transaksi keuangan
pemerintah daerah yang berlaku dewasa ini, terutama dengan diberlakukannya
otonomi daerah yang baru.
2.
Menyediakan pedoman
akuntansi yang dilengkapi dengan klasifikasi rekening dan prosedur pencatatan
serta jurnal standar yang telah disesuaikan dengan siklus kegiatan pemerintah
daerah yang mencakup penganggaran, perbendaharaan, dan pelaporannya
SAPD adalah serangkaian prosedur mulai dari proses
pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan
dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara
manual atau menggunakan aplikasi komputer.
2.2.1 Basis akuntansi
SAPD menggunakan basis kas untuk
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan basis akrual untuk neraca. Dengan basis kas, pendapatan
diakui dan dicatat pada saat kas diterima oleh rekening Kas Daerah serta
belanja diakui dan dicatat pada saat kas dikeluarkan dari rekening kas daerah.
Aset, kewajiban, dan ekuitas dana dicatat pada saat terjadinya transaksi atau
pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan
pemerintah.
2.2.2 Sistem pembukuan berpasangan
Sistem pembukuan berpasangan (double
entry system) didasarkan atas persamaan dasar akuntansi, yaitu: Aset =
Kewajiban+Modal setiap transaksi dibukukan dengan mendebet suatu perkiraan dan
mengkredit suatu perkiraan yang lain.
2.2.3 Subsistem
·
Sistem
Akuntansi Pemerintah Daerah: dilaksanakan oleh PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah) yang akan mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan oleh level pemda
·
Sistem
Akuntansi Satuan Kerja Perangkat Daerah: dilaksanakan oleh Pejabat
Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD. Transaksi-transaksi yang terjadi
dilingkungan satuan kerja harus dicatat dan dilaporkan oleh PPK SKPD.
2.2.4 Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah
(SKPKD)
Dalam konstruksi keuangan negara,
terdapat dua jenis satuan kerja, yaitu SKPD dan SKPKD. Dalam pelaksanaan
anggaran, transaksi terjadi di SKPD dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1. Transaksi-transaksi yang dilakukan
oleh SKPKD sebagai satuan kerja
2. Transaksi-transaksi yang dilakukan
oleh SKPKD pada level pemda
|
Pendapatan
|
Belanja
|
Pembiayaan
|
Satuan Kerja
|
Pendapatan pajak
|
Belanja pegawai
|
|
Reteribusi
|
Belanja baran dan jasa
|
||
Lain-lain pendapatan yang sah
|
Belanja Modal
|
||
Pemda
|
Dana perimbangan
|
Belanja bunga, subsidi, hibah, bansos, bagi
hasil, bantuan keuangan
|
Penerimaan pembiayaan
|
Lain-lain pendapatan yang sah
|
Belanja ridak terduga
|
Pengeluaran pembiayaan
|
Sistem
akuntansi SKPD meliputi:
1. Akuntansi pendapatan
2. Akuntansi belanja
3. Akuntansi aset
4. Akuntansi selain kas
Laporan
keuangan yang harus dibuat oleh SKPD adalah:
1. LRA
2. Neraca
3. Catatan atas laporan keuangan
2.2.5 Akuntansi PPKD
Akuntansi PPKD adalah sebuah entitas
akuntansi yang dijalankan oleh fungsi akuntansi di SKPD, yang mencatat
transaksi-transaksi yang dilakukan oleh SKPKD dalam kapasitas sebagai pemda.
Sistem akuntansi PPKD meliputi:
1. Akuntansi pendapatan PPKD
2. Akuntansi belanja PPKD
3. Akuntansi pembiayaan
4. Akuntansi Aset (Investasi Jangka
panjang)
5. Akuntasi Utang
Penyusunan Laporan Keuangan PPKD
Laporan
keuangan PPKD adalah laporan keuangan
yang dikeluarkan oleh SKPKD dalam kapasitas sebagai pemda. SKPKD sebagai
satuan kerja akan mengeluarkan laporan keuangan SKPD seperti SKPD yang lain.
Dengan demikian, yang akan muncul dalam
laporan keuangan PPKD adalah transaksi-transaksi pendapatan PPKD, belanja PPKD,
dan pembiayaan. Format dan prosedur penyusunannya sama dengan laporan keuangan
SKPD. Laporan keuangan PPKD ini nantinya akan dikonsolidasikan bersama laporan
keuangan semua SKPD menjadi Laporan Keuangan Pemerintah
Provinsi/kota/kabupaten.
2.2.6 Penyusunan Laporan Keuangan Pemda
Laporan Keuangan Pemerintah daerah
adalah laporan keuangan konsolidasi dari
laporan keuangan SKPD dan Laporan keuangan PPKD.
Laporan keuangan pemerintah
provinsi/kota/kabupaten tediri atas:
a. LRA
b. Neraca
c. Laporan Arus Kas
d. Catatan atas laporan keuangan
2.3 Proses Perencanaan Keuangan Daerah dan
Negara
Perencanaan adalah proses penciptaan tujuan organisasi.
Organisasi yang sukses mengkoordinasikan jangka panjang dan pendek. Hal ini
terkait dengan tujuan organisasi dan arah tujuan. Perencanaan merupakan hal
yang penting karena jenis, kuantitas dan kualitas kinerja jasa dan pengadaan
pemerintah tidak dievaluasi dan disesuaikan melalui mekanisme pasar terbuka dan
mereka cukup peka kepada kepentingan umum. Lebih lanjnut, perencanaan dan
keputusan pemerintah merupakan proses gabungan yang melibatkan warga negara,
badan legislatif dan eksekutif.
2.3.1 Proses
Perencanaan Keuangan Daerah
Aspek perencanaan keuangan daerah
diarahkan agar seluruh proses penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat
menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala
prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya dengan melibatkan
partisipasi masayarakat.
Perencanaan
anggaran keuangan daerah secara keseluruhan mencakup penyusunan Kebijakan Umum
APBD sampai dengan disusunnya Rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan
proses perencanaan anggaran daerah (5).Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun
2003 serta Undang-Undang No. 32 dan 33 Tahun 2004, tahapan tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Pemerintah
daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai
landasan penyusunan rancangan APBD paling lambat pada pertengahan bulan Juni
tahun berjalan. Kebijakan umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD. Proses
penyusunan RKPD tersebut dilakukan antara lain dengan melaksanakan musyawarah
perencanaan pembangunan (musrenbang) yang selain diikuti oleh unsur-unsur
pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat
terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya
masyarakat (LSM), pemuka adat, pemuka agama, dan kalangan dunia usaha.
2)
DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang
disampaikan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun
anggaran berikutnya.
3)
Berdasarkan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati
dengan DPRD, pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon
anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD.
4)
Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD
tahun berikutnya dengan mengacu pada prioritas dan plafon anggaran sementara
yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD.
5)
RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD
untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
6)
Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat
pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang APBD
tahun berikutnya.
7)
Pemerintah daerah mengajukan rancangan perda tentang
APBD disertai dengan penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD
pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
8)
Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan
perda tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan
2.3.2 Proses Perencanaan Keuangan Negara
Untuk
menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran
maka diperlukan Perencanaan Pembangunan Nasional serta keseragaman peraturan
yang berlaku guna tercapainya tujuan bernegara dan menghindarkan dari
ketimpangan antar wilayah. Ketentuan mengenai sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, yang mencakup penyelenggaraan perencanaan makro atau perencanaan yang
berada pada tataran kebijakan nasional atas semua fungsi pemerintahan dan
meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam Wilayah Negara Republik
Indonesia diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan
pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka
menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan
di pusat dan Daerah dengan melibatkan masyarakat, yang mana antara lain
bertujuan untuk: mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; menjamin
terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar Daerah, antar
ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;
Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan; Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan
Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,
berkeadilan, dan berkelanjutan.
Berkaitan
dengan hal tersebut, dalam UU No. 25 Tahun 2004 didefenisikan bahwa Perencanaan
adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui
urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Setidaknya
terdapat dua arahan yang tercakup dalam sistem perencanaan pembangunan
nasional, yaitu:
1. Arahan dan
bimbingan bagi seluruh elemen bangsa untuk mencapai tujuan bernegara seperti
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Arahan ini dituangkan dalam rencana
pembangunan nasional sebagai penjabaran langkah-langkah untuk mencapai
masyarakat yang terlindungi, sejahtera, cerdas dan berkeadilan dan dituangkan
dalam bidang-bidang kehidupan bangsa: politik, sosial, ekonomi, budaya, serta
pertahanan dan keamanan.
2. Arahan bagi
pemerintah dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan pembangunan
nasional baik melalui intervensi langsung maupun melalui pengaturan
masyarakat/pasar, yang mana mencakup landasan hukum di bidang perencanaan
pembangunan baik pada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Selain dua
arahan yang tercakup dalam sistem perencanaan pembangunan nasional diatas, pada
pasal 8 UU No. 25 Tahun 2004 juga dijelaskan empat tahapan perencanaan
pembangunan, yaitu terdiri dari:
1. Penyusunan rencana
Tahap penyusunan rencana dilaksanakan
untuk menghasilkan rancangan lengkap dari suatu rencana yang siap untuk
ditetapkan, yang terdiri dari 4 (empat) langkah, yaitu:
a) Penyiapan
rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan
terukur.
b) Masing-masing
instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada
rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan.
c) Melibatkan
masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan
masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan.
d) Penyusunan
rancangan akhir rencana pembangunan.
2. Penetapan rencana
Penetapan
rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk
melaksanakannya. Menurut Undang-Undang ini, rencana pembangunan jangka panjang
Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Undang-Undang/Peraturan Daerah, sedangkan
rencana pembangunan jangka menengah Nasional/Daerah dan rencana pembangunan
tahunan Nasional/ Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala Daerah.
3. Pengendalian pelaksanaan rencana
Pengendalian
pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan
dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan
koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan
Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya Menteri Negara Badan Perencanaan dan
Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah (BAPPEDA) menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan
rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
4. Evaluasi pelaksanaan rencana
Evaluasi
pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang
secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan inforrnasi untuk
menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini
dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam
dokumen rencana pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan
(input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak
(impact). Dalam rangka perencanaan pembangunan, pemerintah, baik Pusat maupun
daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan yang
merupakan dan atau terkait dengan fungsi dan tanggungjawabnya. Dalam
melaksanakan evaluasi kinerja proyek pembangunan, mengikuti pedoman dan
petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja untuk menjamin keseragaman metode,
materi, dan ukuran yang sesuai untuk masing-masing jangka waktu sebuah rencana.
Keempat
tahapan tersebut harus diselenggarakan secara sistematis, terarah, terpadu,
menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan, sehingga dapat membentuk suatu
siklus perencanaan pembangunan nasional yang utuh.
Perencanaan
Pembangunan baik tingkat Nasional maupun tingkat daerah menghasilkan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM),
Rencana Strategis (Renstra), Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja
(Renja). Berdasarkan UU No. 25 tahun 2004, ruang lingkup perencanaan
pembangunan Nasional dan Daerah tersebut dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP)
RPJP Nasional
merupakan penjabaran tujuan Nasional kedalam Visi, misi dan Arah pembangunan
Nasional. Sedangkan RPJP Daerah mengacu pada RPJP Nasional dan memuat tentang
visi, misi dan arah dalam pembangunan Daerah.
2. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM)
RPJM Nasional
merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden. Penyusunannya
berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional,
kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga,
kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup
gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam
rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang
bersifat indikatif. Sedangkan RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi,
dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan
memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi
pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah,
lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan
rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang
bersifat indikatif.
3. Rencana Strategis (Renstra)
Renstra
Kementerian/Lembaga pada tingkat nasional memuat visi, misi, tujuan, strategi,
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi
Kementerian/Lembaga yang disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan
bersifat indikatif. Sedangkan Renstra-Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada
tingkat daerah memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja
Perangkat Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.
4. Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
RKP merupakan
penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka
ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk
arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian/Lembaga, lintas
Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang bersifat indikatif. Sedangkan RKP Daerah merupakan penjabaran
dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi
Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik
yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat.
5. Rencana Kerja (Renja)
Renja
Kementerian/Lembaga pada tingkat nasional disusun dengan berpedoman pada
Renstra Kementerian/Lembaga dan mengacu pada prioritas pembangunan Nasional dan
pagu indikatif, serta memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik
yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah maupun yang ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat. Sedangkan Renja-SKPD disusun dengan
berpedoman kepada Renstra SKPD dan mengacu kepada RKP, memuat kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh
Pemerintah Daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Perencanaan
pembangunan Nasional dan Daerah diatas harus dilakukan secara terpadu, dengan
memperhitungkan kebutuhan rakyat dan memanfaatkan ketersediaan sumber daya,
informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan dunia global,
yang semata-mata ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2.4 Pelaksanaan
Anggaran Keuangan Daerah dan Negara
Setelah APBDN ditetapkan secara terperinci dengan
undang-undang,maka pelaksanaan di atur lebih lanjut dengan keputusan presiden
sebagai pedoman bagi kementrian
negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran.Pengaturan
dalam keputusan presiden tersebut terutama dalam hal-hal yang belum di
perincidi dalam Undang-Undang APBDN, seperti ,alokasi anggaran untuk kantor
daerah kementrian Negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai,
pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian Negara/lembaga, dan
alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan
perusahaan/badan yang menerima.
Pemerintahan pusat dan pemerintah pusat dan pemirintah daerah menyampaikanl
laporan realisi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir juli tahun anggran
yang bersangkutan untuk memberi informasi mengenai perkembangan pelaksanaan
APBN/APBD. Laporan realisasi tersebut menjadi bahan evaluasi pelaksanaan
APBN/APBD semester pertama dan
penyesuain/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.Ketentuan
megenai pegelolaan keuangan Negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD
ditetapkan tersendiri dalam Undang-Undang yang mengatur perbendaharaan negara
mengingat lebih banyak menyangkut hubung administrative antar-kementerian
negara/lembaga di linkungan pemerintah.
2.4.1 Pelaksanaan
Anggaran Keuangan Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah
rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Tatacara tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 yang dijabarkan lebih
rinci dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan
Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011. Dengan
berpedoman kepada Permendagri tersebut, pemerintah daerah menyusun mekanisme
dan prosedur pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang ditetapkan dengan
Peraturan/Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan.
Secara garis besar mekanisme dan prosedur
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD mencakup: (a) Laporan Realisasi Semester
Pertama Anggaran Pendapatan dan Belanja; (b) Laporan Tahunan; (c) Penetapan Raperda
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD; dan (d) Evaluasi Raperda tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
Laporan realisasi semester pertama APBD yang disertai
dengan perkiraan realisasi semester berikutnya disiapkan oleh setiap pejabat
penatausahaan keuangan SKPD dan disampaikan kepada kepala SKPD yang
bersangkutan untuk diteruskan kepada PPKD. Selanjutnya melalui Sekretaris
daerah (selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah), laporan ini
disampaikan kepada kepala daerah untuk akhirnya dilakukan pembahasan bersama
DPRD.
Laporan tahunan merupakan penggabungan dari laporan
semester pertama dan laporan semester kedua yang disiapkan oleh setiap SKPD
kepada PPKD dan digunakan sebagai dasar penyusunan laporan keuangan pemerintah
daerah. Laporan tahunan tersebut terdiri dari: (a) laporan realisasi anggaran;
(b) neraca; (c) laporan arus kas; dan (d) catatan atas laporan keuangan. Tahap
akhir dari proses pertanggungjawaban pelaksanaan APBD adalah menyerahkan
laporan tahunan tersebut kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
Setelah mendapat persetujuan dari BPK, kepala daerah
menyusun Raperda tentang pertanggungjawaban APBD dan mengirimkannya kepada DPRD
untuk proses pembahasan. Selanjutnya kepala daerah menyampaikan raperda tesebut
kepada gubernur yang bersangkutan untuk dievaluasi apakah sudah sesuai dengan
kepentingan umum dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. Persetujuan gubernur tentang evaluasi raperda merupakan
faktor penentu bagi bupati/walikota untuk menetapkan raperda tersebut menjadi
perda.
2.4.2 Pelaksanaan
Anggaran Keuangan Negara
Tahun anggaran meliputi masa satu tahun mulai dari
tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun yang bersangkutan. APBN dalam
satu tahun anggaran meliputi:
1.
Hak
pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih;
2.
Kewajiban
pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih;
3.
Penerimaan
yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali,
baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya. Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui Rekening
Kas Umum Negara dengan menggunakan sistem giral.
Secara garis besar,
tahap-tahap siklus anggaran dapat digambarkan sebagai berikut:
1.
Penyusunan
RAPBN oleh pemerintah;
2.
Penyampaian
RAPBN kepada DPR/pengesahannya;
3.
Pelaksanaan
APBN oleh pemerintah;
4.
Pengawasan
pelaksanaan APBN oleh BPK;
5.
Pertanggungjawaban/Perhitungan
Anggaran Negara (PAN);
6.
Persetujuan
RUU PAN menjadi UU PAN oleh DPR.
Berdasarkan fungsinya, penganggaran pemerintah
mempunyai tiga fungsi utama yaitu:
1.
Stabilitas
fiskal makro,
2.
Alokasi
sumber daya sesuai prioritas, dan
3.
Pemanfaatan
anggaran secara efektif dan efisien.
Untuk mencapai tujuan penganggaran ini, dilakukan
dengan tiga pendekatan baru dalam penyusunan sistem penganggaran yaitu:
1.
Penerapan
kerangka pengeluaran jangka menengah. Kerangka pengeluaran jangka menengah
digunakan untuk mencapai disiplin fiskal secara berkelanjutan. Kementerian
negara/lembaga mengajukan usulan anggaran untuk membiayai program dan kegiatan
dalam tahun anggaran yang direncanakan dan menyampaikan prakiraan maju yang
merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan
tersebut pada tahun berikutnya. Prakiraan maju yang diusulkan kementerian
negara/lembaga disetujui oleh presiden dalam keputusan presiden tentang rincian
APBN untuk menjadi dasar bagi penyusunan usulan anggaran kementerian
negara/lembaga pada tahun anggaran berikutnya setelah tahun anggaran yang
sedang disusun.
2.
Penerapan
penganggaran terpadu. Penyusunan anggaran terpadu dilakukan dengan
mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan
kementerian negara/lembaga untuk menghasilkan dokumen Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dengan klasifikasi anggaran
belanja menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
3.
Penerapan
penganggaran berbasis kinerja (ABK). Penerapan penyusunan anggaran berbasis
kinerja menekankan pada ketersediaan rencana kerja yang benar-benar
mencerminkan komitmen kementerian negara/lembaga sebagai bagian dari proses
penganggaran. Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja dilakukan dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang
diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja diperlukan indikator kinerja,
standar biaya, dan evaluasi kinerja dari setiap program dan jenis kegiatan.
Tingkat kegiatan yang direncanakan dan standar biaya yang ditetapkan pada awal
siklus tahunan penyusunan anggaran menjadi dasar dalam menentukan anggaran
untuk tahun anggaran yang direncanakan dan prakiraan maju bagi program yang
bersangkutan. Standar biaya, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat
khusus bagi pemerintah pusat, ditetapkan oleh menteri keuangan setelah
berkoordinasi dengan kementerian negara/lembaga terkait. Pengaturan mengenai
pengukuran kinerja, evaluasi kinerja kegiatan, dan evaluasi kinerja program
adalah sebagai berikut:
a.
Dalam rangka
penerapan anggaran berbasis kinerja, kementerian negara/lembaga melaksanakan
pengukuran kinerja.
b.
Kementerian
negara/lembaga melakukan evaluasi kinerja kegiatan satuan kerja kementerian
negara/lembaga setiap tahun berdasarkan sasaran dan/atau standar kinerja
kegiatan yang telah ditetapkan sebagai umpan balik bagi penyusunan RKA-KL tahun
berikutnya.
c.
Kementerian
negara/lembaga melakukan evaluasi kinerja program sekurang-kurangnya sekali
dalam 5 (lima) tahun berdasarkan sasaran dan/atau standar kinerja yang telah
ditetapkan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh
anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu dilakukan perubahan
klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara
internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut
dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan
proporsional mengenai kegiatan pemerintah,
menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, dan
memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan
pemerintah.
2.5 Pelaporan dan Evaluasi
Anggaran
Setelah anggaran selesai disusun, organisasi sektor
publik melaksanakan apa yang dianggarkan dalam kegiatan-kegiatan tahun
berjalan. Pelaksanaan anggaran kinerja tidak bisa dilepaskan dari proses
pelaporan dan evaluasi atas aktivitas yang telah dilaksanakan. Hal ini menjadi
sangat penting karena salah satu ukuran keberhasilan anggaran kinerja adalah
kemampuannya untuk diukur dan dievaluasi guna mendapatkan umpan balik.
Untuk itu, setiap organisasi sektor publik harus
melaporkan pada tingkat di mana mereka telah mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Artinya, setiap organisasi harus menyediakan informasi mengenai
aktivitas yang telah dilakukan. Informasi ini seharusnya meliputi input,
output, dan outcome, dan berbagai indikator kualitatif lainnya yang dirasakan
perlu. Hal ini berbeda dengan pelaksanaan anggaran tradisional yang hanya
menekankan pada pelaporan kuantitatif.
Service Efforts and Accomplisment (SEA) mengukur
keberhasilan organisasi dalam 3 indikator:
1.
Indikator
usaha, yakni sumber daya yang digunakan untuk pelayanan (inpust)
2.
Indikator
pencapaian, yakni pelayanan apa yang dapat disediakan dan dicapai dengan input
yang tersedia (output dan outcome)
3.
Indikator
yang menghubungkan usaha dan pencapaian, indikator ini dibagi lagi menjadi 2,
yaitu:
Ø
Indikator
efisiensi, perbandingan input dan output
Ø
Indikator
efektivitas, perbandingan input dan outcome
Anggaran
merupakan rencana operasional keuangan yang mencakup suatu estimasi pengeluaran
untuk suatu jangka waktu tertentu dan rencana penerimaan pendapatan untuk
membiayai. Selain itu anggaran dapat juga didefinisikan sebagai proses alokasi
sumber daya yang terbatas terhadap permintaan yang tidak terbatas dan satuan
mata uang dalam perencanaan operasi untuk periode tertentu. Perencanaan harus
berisi informasi mengenai jenis dan jumlah pengeluaran yang direncanakan,
tujuan yang dibuat dan alat tujuan keuangan.
Pentingnya
Anggaran
Anggaran
untuk organisasi sektor publik berasal secara umum dari penggunaan tingkat
pajak atau jumlah yang digunakan untuk jasa. Peran perencanaan dicapai dengan
ukuran moneter (seperti materi, pekerja dan perlengkapan) diperlukan untuk
mencapai aktivitas yang direncanakan dalam periode anggaran. Peran pengendalian
dicapai dengan mempersiapkan anggaran yang menunjukkan masukan dan rencana yang
dicapai. Varian antara anggaran dan aktual menunjukkan divergensi sumber daya
yang jelas dalam alokasi organisasi pemerintah untuk membolehkan melakukan
tugas yang bertanggungjawab. Pengendalian dapat dilakukan dengan membandingkan
hasil anggaran dengan aktual untuk meyakinkan tingkat pengeluaran tidak
melebihi dan aktivitas dari rencana yang terjadi. Kecuali alasan untuk varian
yang dianalisa dan langkah perbaikan menghantarkan anggaran dan kembali ke
aktual sesuai garis, keseluruhan sistem akan diluar pengendalian. Oleh karena
itu, kondisi relevan, akurat dan laporan yang tepat waktu posisi aktual dan
anggaran diperlukan pada setiap level menajemen untuk dapat dimonitor sesuai
anggaran.
Evaluasi
Laporan
keuangan yang membandingkan antara pendapatan dan pengeluaran yang dianggarkan
dan aktual utnuk periode tertentu sebagai basis untuk evaluasi terhadap standar
yang ada. Anggaran juga menyediakan tujuan yang jelas untuk evaluasi kinerja
pada tiap level tanggung jawab.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ü SAPP adalah
sistem akuntansi yang meng¬olah semua transaksi keuangan, aset, kewajiban, dan
ekuitas dana pemerintah pusat, yang menghasilkan informasi akuntansi da n
laporan keuangan yang tepat waktu dengan mutu yang dapat diandalkan, baik yang
diperlukan oleh badan-badan di luar pemerintah pusat seperti DPR, maupun oleh
berbagai tingkat manajemen pada pemerintah pusat.
ü SAPD adalah
serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan aplikasi komputer.
ü Perencanaan
anggaran keuangan daerah secara keseluruhan mencakup penyusunan Kebijakan Umum
APBD sampai dengan disusunnya Rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan
proses perencanaan anggaran daerah.
ü Secara garis
besar mekanisme dan prosedur pertanggungjawaban pelaksanaan APBD mencakup:
1. Laporan
Realisasi Semester Pertama Anggaran Pendapatan dan Belanja
2. Laporan Tahunan
3. Penetapan
Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
4. Evaluasi Raperda
tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
ü Anggaran
merupakan rencana operasional keuangan yang mencakup suatu estimasi pengeluaran
untuk suatu jangka waktu tertentu dan rencana penerimaan pendapatan untuk
membiayai.
DAFTAR PUSTAKA
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi
Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga
Halim, Abdul. 2012. Akuntansi
Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
Nordiawan, Deddy. 2007. Akuntansi
Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
Nordiawan, Deddy, dkk. 2012. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar