Kamis, 10 Oktober 2013

PPH 23, 24, 26

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Pajak penghasilan  (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang pajak penghasilan berlaku sejak 1 januari 1984 adalah Undang-undang nomor 7 tahun 1983. Sebelum tahun 1983, pengenaan pajak yang berhubungan dengan penghasilan diistilahkan dengan nama sebagai berikut: Pajak perseroan (Ord. PPs 1925), Pajak kekayaan (Stb. 1932), Pajak pendapatan (Ord. PPd 1944), pajak penjualan (UU No.19 Drt. Th. 1951)
Dengan makin pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional dan globalisasi serta reformasi diberbagai bidang, maka perlu dilakukan perubahan undang-undang tersebut guna meningkatkan fungsi dan peranannya dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional khususnya dibidang ekonomi. Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan telah beberapa kali diubah dan disempurnakan, yaitu dengan undang-undang nomor 7 tahun 1991, undang-undang nomor 10 tahun 1994 dan yang terakhir adalah dalam undang-undang nomor 17 tahun 2000.
Perubahan undang-undang pajak penghasilan tersebut dilakukan dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan, kemudahan/ efisiensi administrasi dan produktivitas penerimaan negara serta tetap mempertahankan sistem self assessment.

2.      Rumusan Masalah

            Masalah yang di angkat di dalam makalah ini adalah :
  • PPh pasal 23 , tentang pemotong pph pasal 23 ,pengecualian pemotong pph pasal 23, siapa penerima penghasilan yang dipotong pph pasal 23 , apa saja kewajiban pemotong pajak, objek dan non objek PPh pasal 23, tarif pasal PPh pasal 23 , dasar pengenaan nya , jenis jasa lain yang juga dikenakan PPh pasal 23 , perhitungan dan penjelasan contoh kasus PPh pasal 23, dan bagaimana saat terhutang, penyetoran dan pelapporan PPh pasal 23.
  • PPh pasal 24, tentang penentuan sumber penghasilan, besar nya jumlah kredit yang diperbolehkan
  • PPh pasal 26, mengenai pemotong PPh pasal 26, penghasilan yang dipotong PPh pasal 26 , tarif dan perhitungan PPh pasal 26, sifat pemotong/pemungutan PPh pasal 26, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 26.
3.      Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah disamping untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Perpajakan II juga untuk memberikan penjelasan dan informasi kepada pembaca mengenai PPh pasal 23, PPh pasal 24, dan PPh pasal 26.


BAB II
ISI

A.   PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
PPh Pasal 23, merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib pajak dalam negeri (orang pribadi maupun badan) dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak penghasilan pasal 21. PPh Pasal 23 ini dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

A.1. PEMOTONG PPh PASAL 23
Pemotong PPh Pasal 23 terdiri dari :
1.      Badan pemerintah
2.      Subjek pajak badan dalam negeri
3.      Penyelenggara kegiatan
4.      Bentuk usaha tetap
5.      Perwakilan perusahaan di luar negeri lainnya
6.      Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh kepala kantor pelayanan pajak sebagai pemotong pajak penghasilan pasal 23, yaitu:
·         Akuntan, arsitek, dokter, notaris, pejabat pembuat akta tanah, kecuali pejabat pembuat akta tanah (PPAT) adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas.
·         Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan , atas pembayaran berupa sewa.

A.2. PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 23
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 (selanjutnya disebut Wajib Pajak PPh Pasal 23) terdiri dari:
  1. Wajib pajak dalam negeri (orang pribadi atau badan)
  2. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

A.3. PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh PASAL 23
Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 (selanjutnya disebut objek PPh Pasal 23) sesuai dengan pasal 23 undang-undang nomor 36 tahun 2008 adalah:
  1. Dividen
  2. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubugan dengan jaminan pengembalian utang
  3. Royalti
  4. Hadiah dan penghargaan selain yaang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 1 huruf e, yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri orang pribadi yang berasal dari penyelenggara kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan. Perbedaan penghasilan berupa hadiah dan penghargaan yang dipotong PPh Pasal 21 dengan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah bahwa untuk PPh Pasal 23, wajib pajaknya bisa wajib pajak dalam negeri orang pribadi maupun wajib pajak dalam negeri badan, tetapi untuk PPh Pasal 21 wajib pajaknya adalah wajib pajak dalam negeri orang pribadi.
  5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan/ atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh
  6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

A.4. PENGHASILAN YANG DIKECUALIKAN DARI PEMOTONGAN PPh PASAL 23
Beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 (bukan objek PPh Pasal 23) sesuai dengan pasal 23 ayat 4 undang-undang nomor 17 tahun 2000 adalah :
  1. Penghasilan yang dibayar atu trutang kepada bank
  2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubunga dengan sewa guna usaha dengan hak opsi
  3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri , koperasi, badan usaha milik negara, bada usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan atau berkendudukan di indonesia dengan syarat
a.       Dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan
b.      Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25 % dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.
  1. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha
  2. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut
a.       Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh menteri keuangan
b.      Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di indonesia.
  1. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
  2. Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya. Batas pengahsilan tersebut adalah sebesar jumlah yang tidak melebihi Rp 240.000,00 setiap bulan, dan pengenaanya bersifat final.

A.5. TARIF DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 23
Tarif Pajak dan Dasar Pemotongan
Pasal 23 undang – undang nomor 36 tahun 2008 menetapkan tarif sebagai berikut:
1.      Tarif 15% dari jumlah penghasilan bruto, diterapkan untuk penghasilan berupa:
·         Dividen
·         Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
·         Royalti
·         Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) huruf e.
2.      Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas
·         Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
·         Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan pasal 21.
Jasa lain yang dimaksud diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 dapat dilihat pada Tabel 1.
Dalam hal wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tersebut tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) dari pada tarif yang sebenarnya.
Tabel 1.
Jasa lain sebagai Objek PPh pasal 23

No
Jenis Jasa
1
Jasa penilai (appraisal)
2
Jasa aktuaris
3
Jasa akuntansi, pembukuan dan atestasi laporan keuangan
4
Jasa perancang (design)
5
Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT)
6
Jasa penunjang di bidang penambangan migas dan panas bumi (dapat dilihat pada Tabel 2.)
7
Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas (dapat dilihat pada Tabel 3.)
8
Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara (dapat di lihat pada Tabel 4.)
9
Jasa penebangan hutan
10
Jasa pengolahan limbah
11
Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
12
Jasa perantara dan/ atau keagenan
13
Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI
14
Jasa kostudian/penyimpangan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
15
Jasa pengisian suara (dubbling) dan/atau sulih suara
16
Jasa mixing film
17
Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan
18
Jasa instalasi/ pemasangan mesin, peralatan, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikat sebagai pengusaha konstruksi.
19
Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikat sebagai pengusaha konstruksi.
20
Jasa maklon
21
Jas penyelidikan dan keamanan
22
Jasa penyelenggaraan kegiatan atau event organizer
23
Jasa pengepakan
24
Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi
25
Jasa pembasmi hama
26
Jasa kebersihan atau cleaning service
27
Jasa katering atau tata boga

Tabel 2.
Jasa Penunjang di Bidang Penambangan Migas dan Panas Bumi
No
Jenis jasa
1
Jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur semen secara tepat di antara pipa selubung dan lubang sumur
2
Jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing), yaitu penempatan bubur semen untuk maksud-maksud: penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong;
·         Penyumbatan kembali zona yang berproduksi air
·         Perbaikan dari penyemenan dasar yang gagal
·         Penutupan sumur
3
Jasa pengontrolan pasir (sand control), yaitu jasa yang menjamin bahwa bagian-bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi ke dalam rangkaian pipa produksi dan menghilangkan kemungkinan tersumbat pipa
4
Jasa pengasaman (matrix acidizing), yaitu pekerjaan untuk memperbesar daya tembus formasi dan menaikan produktivitas dengan jalan menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan
5
Jasa peretakan hidrolika (hydraulic), yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi yang mempunyai daya tembus sangat kecil.
6
Jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen dan coil tubing), yaitu jasa yang dikerjakan untuk  menghilangkan cairan buatan yang barada dalam sumur baru yang telah selesai dengan tekanan asli formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang telah dipompakan ke dalam cairan buatan dalam sumur
7
Jasa uji kandung lapisan (drim steam testing), penyelesaian sementara suatu sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi.
8
Jasa reparasi pompa reda (reda repair)
9
Jasa pemasangan instalasi dan perawatan
10
Jasa penggantian peralatan/material
11
Jasa mud logging, yaitu memasukan lumpur kedalam sumur
12
Jasa mud engineering
13
Jasa well logging & perforating
14
Jasa stimulasi dan secondary decovery
15
Jasa well testing & wire line service
16
Jasa alat kontrol navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling
17
Jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling
18
Jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling
19
Jasa lainnya yang sejenis di bidang pengeboran migas 

Tabel 3.
Jasa Penambangan dan Jasa Penunjang di Bidang Penambangan selain Migas
No
Jenis Jasa
1
Jasa pengeboran
2
Jasa penebasan
3
Jasa pengupahan dan pengeboran
4
Jasa penambangan
5
Jasa pengangkutan/sistem transportasi, kecuali jasa pengangkutan umum
6
Jasa pengolahan bahan galian
7
Jasa reklame tambang
8
Jasa pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur, fabrikasi, dan penggalian/pemindahan tanah
9
Jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum

Jasa penunjang di bidang penerbangan dan Bandar udara berupa:
1.      Bidang aeronautika, termasuk:
a.       Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan jasa lainnya sehubungan dengan pendaratan udara.
b.      Jasa penggunaan jembatan pintu (avio bridge)
c.       Jasa pelayanan penerbangan
d.      Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari proses pelayan penumpang dan bagasinya serta kargo, yang diangkut dengan pesawat udara, baik yang berangkat maupun yang datang, selama pesawat udara di darat
e.       Jasa penunjang lain di bidang aeronautika
2.      Bidang non-aeronsutika, termasuk:
a.       Jasa katering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat
b.      Jasa penunjang lain di bidang non-aeronautika.
Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku dan atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa.
Jasa penyelenggara kegiatan atau even organizer adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain penyelenggaraan pameran, konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers, dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan.

Menghitung PPh Pasal 23
Tabel 4.
Penghitungan PPH Pasal 23
No.
Objek PPh Pasal 23
Besarnya PPh Pasal 23
1
Dividen
15% X jumlah dividen
2
Bunga
15% X jumlah bunga
3
Royalti
15% X jumlah royalti
4
Sewa
2% X jumlah sewa
5
Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e
15% X jumlah hadiah,  penghargaan/bonus
6
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
2% X jumlah sewa
7
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain
2% X jumlah imbalan (tidak termasuk PPN)

PPh atas dividen, Bunga, dan Sewa
Perbedaan pengenaan PPh atas dividen, bunga, dan sewa dijelaskan tabel berikut

Jenis penghasilan
Pengenaan Pajak
penghitungan
penerima
Dividen
Bukan objek pajak


-
PT, koperasi, BUMN/BUMD dengan syarat tertentu
PPh Pasal 23
15% X jumlah bruto
Wajib pajak dalam negeri
PPh Pasal 26
20% X jumlah bruto (final)
Wajib Pajak luar negeri
PPh Pasal 17 ayat (2) c
10% X jumlah bruto (final)
Wajib pajak dalam negeri orang pribadi
Bunga
Bukan objek pajak
-
Perusahaan reksa dana atau bunga obligasi
PPh pasal 23
15% X jumlah bruto
Wajib Pajak dalam negeri
PPh pasal 26
20% X jumlah bruto (final)
Wajib Pajak luar negeri
PPh pasal 4 ayat (2)
20% X jumlah bruto
Wajib Pajak dalam negeri atau bunga deposito, tabungan dan bunga obligasi pasar modal
Sewa
PPh Pasal 23
2% X jumlah bruto
Wajib Pajak dalam negeri
PPh Pasal 26
20% X jumlah bruto
Wajib Pajak luar negeri
PPh Pasal 4 ayat (2)
10% X jumlah bruto (final)
Wajib Pajak dalam negeri atas sewa tanah dan/atau bangunan

Contoh Penghitungan
Contoh 1.
Pada tanggal 1 Juli 2009, PT Perdana dengan NPWP: 01.436.566.2.541.000.membayarkan dividen tunai sebagai berikut :
Nama Pemegang Saham
Jumlah Penyertaan
Jumlah Dividen
PT Ananda dengan NPWP:01.446.577.2.541.000.
10%
Rp 10.000.000
Bank Mandiri (BUMN) dengan NPWP:01.415.777.2.541.000
26%
Rp 26.000.000
PT Setia Jaya dengan NPWP:01.476.551.2.541.000
30%
Rp 30.000.000
CV Putra  dengan NPWP:01.426.573.2.541.000
19%
Rp 19.000.000
Tuan Hakim dengan NPWP:01.146.588.2.541.000
15%
Rp 15.000.000

PPh yang dipotong oleh PT Perdana atas pembayaran dividen tersebut adalah
Nama Pemegang Saham
PPh yang Dipotong
Keterangan
PT Ananda dengan NPWP:01.446.587.2.541.000
PPh Pasal 23 :
15% x Rp10.000.000
= Rp 1.500.000
Penerima adalah PT tetapi jumlah penyertaannya kurang dari 25% dari total saham beredar
Bank Mandiridengan NPWP:01.336.577.2.541.000  (BUMN)
Bukan Objek Pajak
Penerima adalah BUMN dan jumlah penyertaannya lebih dari 25% dari total saham beredar
PT Setia Jaya dengan NPWP:01.446.587.2.541.000
Bukan Objek Pajak
Penerima adalah PT dan jumlah penyertaannya lebih dari 25% dari total saham beredar
CV Putra dengan NPWP:01.556.577.2.541.000
PPh Pasal 23 :
15% x Rp 19.000.000
= Rp 2.850.000
-
Tuan Hakim dengan NPWP:01.475.577.2.541.000
PPh Pasal 17 (2c) :
10% x Rp 15.000.000
= Rp 1.500.000
-

Contoh 2.
Penerbit Salemba pada bulan Agustus membayarkan royalti kepada penulis sebagai berikut  dengan NPWP 01.111.333.1.541.000 :
Nama Penulis
Jumlah Royalti
Keterangan
Tuan A dengan NPWP:01.446.537.2.541.000
Rp 35.000.000
Mempunyai NPWP, menikah dengan 2 tanggungan
Tuan B
Rp 24.000.000
Tidak mempunyai NPWP, tidak menikah tanpa tanggungan
Nona X dengan NPWP:01.446.588.2.541.000
Rp 75.000.000
Mempunyai NPWP, tanpa tanggungan
Nona Y
Rp 9.500.000
Tidak mempunyai NPWP, tanpa tanggungan, suami berpenghasilan

PPh yang dipotong oleh Penerbit Salemba atas pembayaran royalti tersebut adalah :
Nama Penulis
PPh yang Dipotong
Tambahan PPh karena Tidak Ber-NPWP
Total PPh yang Dipotong
Tuan A
15% x Rp 35.000.000
= Rp 5.250.000
-
Rp 5.250.000
Tuan B
15% x Rp 24.000.000
= Rp 3.600.000
100% x Rp 3.600.000
= Rp 3.600.000
Rp 7.200.000
Nona X
15% x Rp 75.000.000
= Rp 11.250.000
-
Rp 11.250.000
Nyonya Y
15% x Rp 9.500.000
= Rp 1.425.000
100% x Rp 1.425.000
= Rp 1.425.000
Rp 2.850.000

Contoh 3.
PT Jaya Abadi dengan NPWP: 01.436.567.2.541.000.menerima bunga atas penyertaan obligasi pada PT Perdana 01.445.517.2.541.000.senilai Rp 5.500.000. Obligasi tersebut tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
PPh Pasal 23 yang dipotong oleh PT Perdana adalah :
            15% x Rp 5.500.000 = Rp 825.000

Contoh 4.
Tuan Akbar dengan NPWP:01.446.597.2.541.000pada bulan Juli 2009, menerima bunga atas simpanan deposito di Bank Danamon senilai Rp 60.000.
Atas penghasilan bunga tersebut tidak dikenakan PPh Pasal 23 tetapi dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 20% x Rp 60.000.000 = Rp 12.000.000

Contoh 5.
Tuan Hakim dengan NPWP:01.496.577.2.541.000Adalah salah satu anggota koperasi Mandiri sejahtera. Pada bulan agustus 2009, menerima bunga simpanan dari Koperasi sebesar Rp 500.000 dan menerima pembagian sisa hasil usaha koperasi sebesar Rp 1.500.000.
Atas penghasilan bunga  tersebut tidak dikenakan PPh Pasal 23 tetapi dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% x Rp 500.000 = Rp 50.000.
Atas penghasilan pembagian sisa hasil usaha koperasi tidak dikenakan PPh Pasal 23 karena bukan merupakan Objek Pajak.

Contoh 6.
Dalam rangka Dies Natalies ke 20, PT Swaragama dengan NPWP:01.486.577.2.541.000 menyelenggarakan kegiatan dengan memberikan hadiah/penghargaan kepada para pesertanya sebesar Rp 100.000.000. Stay Cool Group Band dengan NPWP:01.446.777.2.541.000merupakan salah satu penerima hadiah tersebut dengan nilai Rp 10.000.000 sebelum dipotong pajak. Stay Cool Group belum memiliki NPWP.
PPh Pasal 23 yang dipotong oleh PT Swaragama atas hadiah yang diterima oleh Stay Cool Group Band adalah
            200% x 15% x Rp 10.000.000 = Rp 3.000.000

Contoh 7.
Jaya Boga dengan NPWP:01.446.687.2.541.000merupakan salah satu usaha jasa catering. Pada tanggal 04 Agustus 2009 memberikan jasa catering kepada STIM YKPN senilai Rp 25.000.000.
PPh Pasal 23 yang dipotong oleh STIM YKPN atas jasa tersebut Adela
            2% x Rp 25.000.000= Rp 500.000

A.6. SAAT  TERUTANG , PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh  PASAL 23
1.    Pajak penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Yang dimaksud saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan adalah saat pembebanan sebagai biaya oleh pemotong pajak sesuai dengan metode pembukuan yang dianutnya.
2.    Pajak penghasilan pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak ke bank persepsi atau kantor pos indonesia.
3.    Pemotong PPh pasal 23 diwajibkan menyampaikan surat pemberitahuan masa selambat-lambatya 20 hari setelah masa pajak berakhir
4.    Pemotong pph pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani pajak penghasilan yang dipotong.
5.    Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara desentralisasi artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 23, hal ini di maksudkan untuk mempermudah pengawasan terhadap pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23 tersebut. Transaksi-transaksi yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yang pembayarannya dilakukan oleh kantor pusat, PPh pasal 23 dipotong, disetor , dan dilaporkan oleh kantor pusat, sedangkan objek PPh Pasal 23 yang pembayarannya dilakukan oleh kantor cabang, misalnya sewa kantor cabang, PPh Pasal 23 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh kantor cabang yang bersangkutan.

A.7. SURAT PEMBERITAHUAN MASA DAN BUKTI PEMOTONGAN
Kasus
PT Perdana merupakan perusahaan penerbitan dan percetakan. Perusahaan ini didirakan pada tahun 2000, beralamat di Jl. Tentara Pelajar No. 7 Yogyakarta, NPWP 01.555.444.1.541.000. pembayaran honorarium dan imbalan lain sehubungan dengan PPh Pasal 23 selama bulan oktober 2009 sebagai berikut:
1.      Pada tanggal 10 oktober 2009, membayar bunga pinjaman kepada Bank Mandiri beralamat di Jl. Diponegoro No. 133 Yogyakarta, NPWP: 01.222.333.2.541.000.
2.      Pada tanggal 15 Oktober 2009, membayar royalti kepada beberapa penulis, yaitu:
Nama
Alamat
NPWP
Jumlah Royalti
Monalisa
Jl. Podang No. 6
Yogyakarta
04.111.333.1.541.000
Rp 20.000.000
Yogananta
Jl. Merdeka No. 100
Yogyakarta
-
Rp 5.000.000
Riskayanti
Jl. Kalimantan No. 10
Yogyakarta
04.222.555.1.541.000
Rp 10.000.000

3.      Pada tanggal 20 Oktober 2009, membayar jasa perbaikan mesin produksi yang telah rusak sebesar Rp 15.000.000 kepada PT Maju Jaya, yang beralamat di Jl. Godean No. 26 Yogyakarta, NPWP: 01.446.577.2.541.000.
4.      Pada tanggal 22 Oktober 2009, membayar fee sebesar Rp 22.000.000 kepada Kantor Akuntan Publik Dwiananda, yang beralamat di Jl. Merica No. 200 Yogyakarta, NPWP: 04.322.233.2.541.000.
5.      Pada tanggal 29 Oktober 2009, membayar sewa kendaraan untuk mendistribusikan hasil produksi ke beberapa kota. Sewa dibayar kepada Andika Rental yang beralamat di Jl. Adisucipto No. 38 Yogyakarta, NPWP: 01.111.333.1.541.000. sebesar Rp 6.000.000.

Diminta:
·         Hitunglah PPh Pasal 23 yang dipotong PT.
·         Buatkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 untuk setiap Wajib Pajak.
·         Setorkan PPh Pasal 23 yang telah dipotong.
·         Buatkan SPT Masa PPh Pasal 23 Oktober 2009 untuk PT Perdana.

Penyelesaian:
Perhitungan PPh Pasal 23 dan bukti pemotongan bukti yang dibuat oleh PT Perdana dijelaskan sebagai berikut:
1.      Atas pembayaran bunga sebesar Rp 1.000.000 kepada Bank Mandiri tidak di potong pajak karena penghasilanj yang dibayar atau terutang kepada Bank merpakan pengecualian dari pengenaan PPh Pasal 23.
2.      Atas pmbayaran royalti kepada penulis dipotong PPh Pasal 23 sebagai berikut:
Nama Penulis
PPh yang Dipotong
Tambahan PPh karena Tidak Ber-NPWP
Total PPh yang Dipotong
Monalisa
15% x Rp 20.000.000
= Rp 3.000.000
-
Rp 3.000.000
Yogananta
15% x Rp 5.000.000
= Rp 750.000
100% x Rp 750.000
= Rp 750.000
Rp 1.500.000
riskayanti
15% x Rp 10.000.000
=Rp 1.500.000
-
Rp 1.500.000
Masing-masing Wajib Pajak dibuatkan bukti pemotongan nomor: 01/Ps-23/10/2009, 02/Ps-23/10/2009, dan 03/Ps-23/10/2009.
3.      Atas pembayaran imbalan jasa teknik kepada PT Maju Jaya sebesar Rp 15.000.000 dipotong PPh pasal 23 sebesar:
Tarif 2% x penghasilan bruto
= 2% x Rp 15.000.000
= Rp 300.000      Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 nomor 04/Ps-23/10/2011.
4.      Atas pembayaran fee kepada Kantor Akuntan Dwiananda & Co. Sebesar Rp 22.000.000 dipotong PPh Pasal 23 sebesar:
Tarif 2% x penghasilan bruto
= 2% x Rp 22.000.000
= Rp 440.000      Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 nomor 05/Ps-23/10/2011.
5.      Atas pembayaran sewa kendaraan kepada Andika Rental sebesar Rp 6.000.000, dipotong PPh Pasal 23 sebesar:
Tarif 2% x penghasilan bruto
= 2% x Rp 6.000.000
= Rp 120.000      Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 nomor 06/Ps-23/10/2011.
Total PPh Pasal 23 yang dipotong dan disetor adalah:
Penerima
Jumlah PPh yang Dipotong/Disetor
Atas royalti:
1.      Monalisa
2.      Yogananta
3.      Riskayanti

Atas jasa:
1.      PT Maju Jaya
2.      Kantor Akuntan Dwiananda & Co

Atas sewa:
1.      Andika Rental
Total

Rp 3.000.000
Rp 1.500.000
Rp 1.500.000


Rp 300.000
Rp 440.000




Rp 6.000.000



Rp 740.000

Rp 120.000
Rp 6.860.00

Bukti pemotongan PPh Pasal 23: terlampir
Surat Setoran Pajak (SSP) : terlampir
Daftar Bukti Pemotongan : terlampir
Surat Pemberitahuan (SPT) Masa : terlampir

B.   PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Pajak penghasilan pasal 24 atau PPh pasal 24 merupakan pajak yang dibayar atau yang terutang diluar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri. PPh pasal 24 ini boleh dikreditkan terhadap total pajak penghasilan terutang dalam suatu tahun pajak.
Jumlah pajak atas penghasilan Wajib Pajak dalam negeri yang dibayar atau terutang di luar negeri tersebut dihitung berdasarkan tarif pajak yang berlaku di negara yang bersangkutan dikalikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh di negara yang bersangkutan. Jumlah pajak yang di bayar atau terutang di luar negeri tersebut mungkin tidak semuanya dapat dikreditkan dari total pajak terutang di Indonesia. Pasal 24 Undang-undang Nomor 17 tahun 2000, selanjutnya mengatur ketentuan besarnya pajak penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang dapat dikreditkan dari total pajak penghasilan terutang di Indonesia.

B.1. PERMOHONAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
Agar pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri dapat dikreditkan, maka wajib pajak harus menyampaikan surat permohonan kepada Direktur Jendral Pajak dengan dilampiri
a.       Laporan keuangan tentang penghasilan yang berasal dari luar negeri.
b.      Photo copy surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri.
c.       Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

B.2. PENGGABUNGAN PENGHASILAN
          Untuk penghasilan yang berasal dari luar negeri, ketentuan penggabungan penghasilan adalah sebagai berikut:
1.      Atas penghasilan yang berasal dari usaha, penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis).
2.      Atas penghasilan lainnya seperti sewa, bunga, royalty, dll, penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash basis).
3.      Atas penghasilan berupa dividen yang diperoleh wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor atau secara bersama-sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor pada badan usaha diluar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek, penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak dimana dividen tersebut diperoleh.
Saat perolehan dividen dalam rangka penggabungan penghasilan tersebut ditetapkan sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan, sebagai barikut:
a.       Pada bulan keempat setelah akhir batas waktu kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) badan usaha di luar negeri untuk tahun pajak yang bersangkutan, atau;
b.      Jika tidak ditentukan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, atau tidak ada kewajiban penyampaian SPT PPh, saat diperolehnya dividen adalah pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir.
B.3. PENENTUAN SUMBER PENGHASILAN
Dalam menentukan batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan sumber penghasilan sebagai berikut:
1.      Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya, maka sumber penghasilan adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat kedudukan;
2.      Penghasilan berupa bunga, royalty, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak, maka sumber penghasilan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau penggunaan harta tersebut bertempat kedudukan atau berada;
3.      Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak, maka sumber penghasilan adalah negara tempat harta tersebut terletak;
4.      Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, maka sumber penghasilan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
5.      Penghasilan berupa bentuk usaha tetap, maka sumber penghasilan adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.

B.4. BESARNYA KREDIT PAJAK YANG DIPERBOLEHKAN
·      Ketentuan Kredit Pajak Luar Negeri
Ketentuan tentang jumlah kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah sebagai berikut:
a.       Pajak atas penghasilan yang terutang atau dibayar diluar negeri yang dapat dikreditkan terhadap total pajak penghasilan terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari luar negeri tersebut.
Contoh:
PT. Ananda di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Zorro Inc. di negara Zambia. Dalam tahun 2002, Zorro Inc. memperoleh keuntungan sebesar US$ 100,000.00. pajak panghasilan yang berlaku di negara Zambia adalah 48% dan pajak atas dividen adalah 38%.
Perhitungan pajak atas dividen tersebut adalah:
Keuntungan Zorro Inc.                                               US$ 100,000.00
Pajak penghasilan (corporate income tax):
            48% x US$ 100,000.00                                   US$   48,000.00 (-)
                                                                                                                                   
Penghasilan PT. Ananda dari luar negeri                    US$ 52,000.00
Pajak atas dividen:
            38% x US$ 52,000.00                                     US$   19,760.00 (-)
                                                                                                                       
Dividen yang dikirim ke Indonesia                            US$   32,240.00
b.      Besarnya kredit pajak yang diperbolehkan adalah setinggi-tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang diluar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan kena pajak, atau setinggi-tingginya sama dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak dalam hal penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri (menganut metode pengkreditan pajak terbatas atau ordinary Credit Method). Secara ringkas, besarnya kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah nilai terendah di antara tiga perhitungan berikut ini:
                                        I.    Total PPh terutang;
                                     II.    Penghasilan dari luar negeri
                                            X  total PPh terutang
Total penghasilan kena pajak
                                  III.    Pajak penghasilan yang terutang atau dibayar diluar negeri.
Catatan:
·         Total penghasilan kena pajak (PKP) = penghasilan dari dalam negeri dan dari    luar negeri.
·         Total PPh terutang = tarif pasal 17 x total PKP.
·         Penghasilan yang terutang/ dibayar di luar negeri
= Tarif pajak luar negeri x penghasilan diluar negeri
·         Besarnya PKP sebagai dasar penghitungan total PPh terutang tidak memasukkan penghasilan-penghasilan yang PPh-nya bersifat final
Contoh:
PT. Putra Jaya di Yogyakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
Penghasilan di dalam negeri                                      Rp 500.000.000,00
Penghasilan dari luar negeri                                       Rp 500.000.000,00
(tarif pajak yang berlaku adalah 40%)                                  
Penghitungan Kredit Pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah:
a. Menghitung total penghasilan kena pajak
Penghasilan dari dalam negeri                              Rp 500.000.000,00
Penghasilan dari luar negeri                                  Rp500.000.000,00(+)
                                                                                                                             
Jumlah penghasilan neto                                       Rp1.000.000.000,00
Jumlah penghasilan neto sama dengan penghasilan kena pajak karena tidak terdapat kompensasi kerugian atau pengurangan yang lain;
b.Menghitung total PPh terutang
Pajak penghasilan terutang adalah:
10% x Rp 50.000.000,00 =                                   Rp   5.000.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 =                                   Rp   7.500.000,00
30% x Rp 900.000.000,00 =                                 Rp 270.000.000,00
                                                                 
Besarnya total PPh terutang adalah                      Rp 282.500.000,00
c.       Menghitung PPh maksimum dikreditkan sesuai pebandingan penghasilan
(Penghasilan luar negeri: total penghasilan kena pajak) x total PPh terutang
Rp 500.000.000,00
                                 X Rp 282.500.000,00= Rp 141.250.000,00
Rp 1.000.000.000,00
d.      Menghitung PPh yang dipotong atau dibayar di luar negeri:
20% x Rp 500.000.000,00= Rp 100.000.000,00
Kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp 100.000.000,00 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar diluar negeri. Jumlah ini diperoleh dengan membandingkan perhitungan total PPh terutang, PPh maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan, dan PPh terutang atau dibayar di luar negeri, kemudian dipilih nilai yang paling rendah.
·      Penghitungan PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha Dalam Negeri
PT Adinda berkedudukan di Indonesia memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2006 sebagai berikut:
v  Di negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp600.000.000 (tarif pajak yang berlaku adalah 30%)
v  Di dalam negeri menderita kerugian sebesar Rp200.000.000
Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:
1.      Menghitung total penghasilan kena pajak
                 penghasilan kena pajak dari negara A                                          Rp600.000.000
                 kerugian usaha dalam negeri                                                         (RP 200.000.000)
                 jumlah penghasilan neto                                                               Rp400.000.000
2.      menghitung total PPh terutang:
     10% x Rp   50.000.000  =                                                             Rp    5.000.000
     15% x Rp   50.000.000  =                                                             Rp    7.500.000
     30% x Rp 300.000.000  =                                                             Rp  90.000.000
     Jumlah pajak terutang                                                                   Rp102.500.000
3.      Menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan
                 (Rp600.000.000 : Rp400.000.000) x  Rp102.500.000 = Rp153.750.000
4.      Menghitung PPh yang dipotong/dibayar di LN
                 30% x Rp600.000.000 = Rp180.000.000
Kredit pajak yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp102.500.000. jumlah ini diperoleh dengan membandingkan perhitungan PPh maksimum yang dapat dikreditkan dengan PPh yang sesungguhnya dibayarkan/terutang di LN dan total pajak yang terutang.
·      Penghitungan PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha Luar Negeri
Dalam hal terjadi kerugian yang diderita diluar negeri, maka kerugian tersebut tidak boleh digabungkan/ dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia.
Contoh:
PT. Amalia di Surabaya memperoleh penghasilan neto tahun 2009 sebagai berikut:
·         Di negara X, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp 200.000.000,00 (tarif pajak yang berlaku adalah 40%)
·         Di negara Y,  menderita kerugian sebesar Rp 300.000.000,00 (tarif pajak yang berlaku adalah 25%).
·         Di dalam negeri, memperoleh laba usaha sebesar Rp 600.000.000,00
·         Peredaran bruto dari kegiatan usaha adalah Rp 48.000.000.000
Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah:
a.       Menghitung total penghasilan kena pajak
Penghasilan dari negara X berupa laba usaha                       Rp 200.000.000,00
Penghasilan di dalam negeri berupa laba usaha                    Rp 600.000.000,00
                                                                                                                                 
Jumlah penghasilan neto                                                       Rp 800.000.000,00
Jumlah penghasilan neto sama dengan penghasilan kena pajak karena tidak terdapat kompensasi kerugian atau pengurangan yang lain.
b.      Menghitung total PPh terutang
Penghasilan kena Pajak yang mendapat fasilitas
Pengurang tarif sebelah fasilitas 50%:
(Rp 4.800.000.000  ÷ Rp 48.000.000.000) x Rp800.000.000 = Rp 80.000.000
Penghasilan kena pajak yang tidak mendapat fasilitas pengurangan tarif 50%:
Rp 800.000.000 – Rp 80.000.000 = Rp 720.000.000
PPh terutang:
·         50% x 25% x Rp80.000.000 =                                       Rp 10.000.000
·         25% x Rp 720.000.000 =                                               Rp180.000.000
                                                                                       Rp 190.000.000         
c.       Menghitung PPh maksimum dikreditkan di negara X sesuai perbandingan penghasilan
(penghasilan Negara X : total penghasilan dalam dan luar negeri) x total PPh terutang
Rp 200.000.000,00
                           X Rp 190.000.000,00 = Rp 47.500.000,00
Rp 800.000.000,00
d.      Menghitung PPh yang dipotong atau dibayar negara X                                    40% x Rp 200.000.000,00= Rp 80.000.000,00
Kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp 47.500.000,00 atau sebesar PPh maksimum sesuai perbandingan penghasilan. Jumlah ini di peroleh dengan membandingkan penghitungan total PPh terutang, PPh maksimum dikreditkan sesuai pebandingan penghasilan, dan PPh terutang atau dibayar di luar negeri, kemudian dipilih nilai terendah.
·      Penghitungan PPh Pasal 24 Jika Penghasilan Luar Negeri Berasal dari Beberapa Negara
Dalam hal penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka besarnya batas maksimum kredit pajak luar negeri dihitung untuk masing-masing negara (per country limitation).
Contoh:
PT. Yogananta di Jakarta memperoleh penghasilan neto tahun 2009 sebagai berikut:
·         Di negara P, memperoleh penghasilan berupa laba usaha  sebesar Rp 300.000.000,00 (tarif pajak yang berlaku adalah 20%)
·         Di negara Q, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp 400.000.000,00 (tarif pajak yang berlaku adalah 25%)
·         Di negara R, memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp 100.000.000,00 (tarif pajak yang berlaku adalah 35%)
·         Di dalam negeri, memperoleh laba usaha sebesar Rp 200.000.000,00
            Penghitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah:
a.       Menghitung total penghasilan kena pajak
Penghasilan dari negara P berupa laba usaha                   Rp 300.000.000,00
Penghasilan dari negara Q berupa laba usaha                  Rp 400.000.000,00
Penghasilan dari negara R berupa laba usaha                  Rp 100.000.000,00
Penghasilan didalam negeri berupa laba usaha                Rp 200.000.000,00
                                                                                                                          
Jumlah penghasilan neto                                                  Rp 1.000.000.000,00
Jumlah penghasilan neto sama dengan penghasilan kena pajak karena tidak terdapat kompensasi kerugian atau pengurangan yang lain.
b.      Menghitung total PPh terutang
Menghitung total PPh terutang
Penghasilan kena Pajak yang mendapat fasilitas
Pengurang tarif sebelah fasilitas 50%:
(Rp 4.800.000.000  ÷ Rp 24.000.000.000) x Rp1.000.000.000 = Rp200.000.000
Penghasilan kena pajak yang tidak mendapat fasilitas pengurangan tarif 50%:
Rp 1.000.000.000 – Rp 200.000.000 = Rp 800.000.000
PPh terutang:
·         50% x 25% x Rp200.000.000 =                                            Rp  25.000.000
·         25% x Rp 800.000.000 =                                                      Rp200.000.000
                                                                                              Rp 225.000.000         
c.       Menghitung PPh maksimum dikreditkan sesuai perbandingan panghasilan masing-masing negara
1)      PPh maksimum untuk negara P:
(penghasilan negara P: total penghasilan dalam dan luar negeri) x total PPh terutang
Rp 300.000.000,00
                                 X Rp 225.000.000,00 = Rp 67.500.000,00
Rp 1.000.000.000,00
2)      PPh maksimum untuk negara Q:
(penghasilan negara Q: total penghasilan dalam dan luar negeri ) x total PPh terutang
Rp 400.000.000,00
                               X Rp 225.000.000,00= Rp 90.000.000,00
Rp 1.000.000.000,00
3)      PPh maksimum untuk negara R:
(penghasilan negara R: total penghasilan dalam dan luar negeri) x total PPh terutang

Rp 100.000.000,00
                                X Rp 225.000.000,00= Rp 22.500.000,00
Rp 1.000.000.000,00
d.      Menghitung PPh yang dipotong atau dibayar diluar negeri untuk masing-masing negara:
a)      PPh terutang atau dibayar di negara P:
Tarif Pajak Negara P x penghasilan negara P
20% x Rp 300.000.000,00= Rp 60.000.000,00
b)      PPh terutang atau dibayar di negara Q:
Tarif Pajak Negara Q x penghasilan negara Q
25% x Rp 400.000.000,00= Rp 100.000.000,00
c)      PPh terutang atau dibayar di negara R:
Tarif Pajak Negara R x penghasilan negara R
35% x Rp 100.000.000,00= Rp 35.000.000,00
Kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh pasal 24) bagi PT Yogananta tahun 2009 dihitung sebagai berikut:



Negara


Total PPh terutang

PPh maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan
PPh terutang/ dibayar di luar negeri


PPh pasal 24: terendah kolom    (1), (2), (3)

(1)
(2)
(3)
(4)
P
Rp 225.000.000,00
Rp 67.500.000,00
Rp 60.000.000,00
Rp 60.000.000,00
Q
Rp 225.000.000,00
Rp 90.000.000,00
Rp100.000.000,00
Rp90.000.000,00
R
Rp 225.000.000,00
Rp  22.500.000,00
Rp 35.000.000,00
Rp 22.500.000,00
Total Kredit Pajak Luar Negeri diperbolehkan
Rp182.500.000,00
Total Kredit Pajak Luar Negeri Diperbolehakan Rp 182.500.000 karena jumlah ini masih lebih rendah dibandingkan total PPh terutang (Rp225.000.000)

B.5. PENGURANGAN/ PENGEMBALIAN PAJAK PENGHASILAN LUAR NEGERI
          Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil daripada besarnya perhitungan semula, maka selisihnya ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri pada tahun pengurangan atau pengembalian dilakukan.

C.   PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 menganut dua sistem pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia.
Dua sistem pengenaan pajak tersebut adalah:
             ·            Pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
             ·            Pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya.
Pasal 26 Undang-undang nomor 17 Tahun 2000 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.

C.1. PEMOTONG PPh PASAL 26
            Pemotongan PPh pasal 26 (PPh Pasal 26) wajib dilakukan oleh:
1.      Badan pemerintah
2.      Subjek pajak dalam negeri
3.      Penyelenggara kegiatan
4.      Bentuk usaha tetap
5.      Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
C.2. PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 26
Jenis-jenis penghasilan yang wajib dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 (Objek PPh Pasal 26) adalah:
1.      Dividen;
2.      Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
3.      Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
4.      Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
5.      Hadiah dan penghargaan;
6.      Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
7.      Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
8.      Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya;
9.      Keuntungan karena pembebasan utang.
C.3. TARIF DAN PERHITUNGAN PPh PASAL 26
Tarif
Tarif Yang dikenakan adalah 20% untuk setiap jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 26, atau sesuai dengan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) antar negara atau tax treaty.
Tarif 20% dikenakan dari dasar pengenaan pajak, dengan ketentuan sebagai   berikut
                  ·            Tarif 20% dari penghasilan bruto
                  ·            Tarif 20% dari penghasilan neto
                  ·            Tarif 20% dari penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi Pajak Penghasilan.
Penghitungan PPh  pasal 26
1.      PPh pasal 26 = 20% x penghasilan bruto
Penghitungan tersebut diterapkan untuk penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk:
a.       Dividen;
b.      Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
c.       Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d.      Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e.       Hadiah dan penghargaan;
f.       Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

 Contoh 1.1:
PT Perdana sebagai Subjek Pajak dalam negeri merupakan penerbitb buku cerita anak-anak. Pada bulan Maret 2007 membayarkan royalty sebesar Rp 100.000.000,00 kepada Akira Toriyama sebagai pengarang buku cerita anak-anak DRAGON BALL. Akira Toriyama adalah Wajib Pajak luar negeri
PPh Pasal 26 yang dipotong oleh PT Perdana adalah:
20% x Rp 100.000.000,00 = Rp 20.000.000,00
Contoh 1.2:
Jane adalah seorang atlet dari Singapura. Dalam bulan Agustus 2007 mengikuti perlombaan lari maraton di Indonesia, dan merebut hadiah uang sebesar US $ 20,000. Kurs untuk US $ 1 pada saat itu adalah Rp 8.500,00.
PPh Pasal 26 yang dipotong oleh penyelenggara kegiatan di Indonesia adalah:
20% x US $ 20.000 x Rp 8.500 = Rp 34.000.000
Contoh 1.3:
Richard Mark (menikah dengan 2 orang anak) bekerja sebagai seorang konsultan pada Hotel Melia di Jakarta dengan gaji sebulan sebesar US $ 10,000.00. Richard Mark mulai bekerja pada tanggal 5 September 2007 dan berakhir pada awal Juli 2007 (berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan berturut-turut). Kurs yang berlaku pada bulan September 2007  menurut Keputusan menteri Keuangan adalah Rp 9.500,00 untuk US $ 1.00
PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Hotel Melia untuk Richard Mark pada bulan September adalah:
20% x US $ 10,000.00 x Rp 8.750 = Rp 17.500.000,00
2.      PPh Pasal 26 = 20% x penghasilan neto
Penghasilan neto = perkiraan penghasilan neto x penghasilan bruto
Penghitungan tersebut diterapkan untuk:
a.       Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
b.      Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
Besarnya perkiraan penghasilan neto dihitung berdasarkan kondisi sebagai berikut:
                                 ·            Untuk premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupaun melalui pialang, besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 50% dari jumlah premi yang dibayar (penghasilan bruto), sehingga
PPh Pasal 26   = 20% x penghasilan neto
                        = 20% x (50% x penghasilan bruto)
                        = 10% x penghasilan bruto
                        = 10% x jumlah premi yang dibayar
                                 ·            Untuk premi yang dibayar perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang adalah 10% dari jumlah premi yang dibayar (penghasilan bruto), sehingga:
PPh Pasal 26   = 20% x penghasilan neto
                        = 20% x (10% x penghasilan bruto)
                        = 2% x penghasilan bruto
                        = 2% x jumlah premi yang dibayar
                                 ·            Untuk premi yang dibayar perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang adalah 5% dari jumlah premi yang dibayar (penghasilan bruto), sehingga:
PPh Pasal 26   = 20% x penghasilan neto
                        = 20% x (5% x penghasilan bruto)
                        = 1% x penghasilan bruto
                        = 1% x jumlah premi yang dibayar
Contoh 2.1:
PT Ananda merupakan perusahaan persewaan gedung kantor. Pada tahun 2007 mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri yaitu Building Life Inc. Premi yang dibayar oleh PT Ananda kepada Building Life Inc.  sebesar Rp 1.000.000.000
PPh Pasal 26 yang dipotong oleh PT Ananda adala:
20% x 50% x Rp 1.000.000.000 = Rp 100.000.000
Contoh 2.2:
Seperti pada contoh 2.1, PT Ananda tidak mengasuransikan bangunannya langsung  ke perusahaan asuransi di luar negeri, tetapi mengasuransikan bangunan yang dimiliki kepada perusahaan asuransi dalam negeri yaitu Perusahaan Asuransi Beringin Jaya dengan julah premi sebesar Rp 750.000.000,00. Untuk mengurangi risiko maka Perusahaan Asuransi Beringin Jaya mengasuransikan sebagian polis asuransinya kepada perusahaan asuransi di luar negeri Tower Insurance Ltd. Dengan premi sebesar Rp 500.000.000,00.
PPh Pasal 26 yang harus dipotong Beringin Jaya adalah:
20% x 10% x Rp 500.000.000,00 = Rp 10.000.000,00
3.      PPh Pasal 26 = 20% x (PKP-PPh terutang)
Tarif 20% (dua puluh persen) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia. Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali di Indonesia maka atas penghasilan tersebut tidak dipotong PPh Pasal 26.
Contoh 3:
Suatu bentuk usaha tetap di Indonesia memperoleh Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 17.500.000.000,00.
Penghasilan Kena Pajak                                                             Rp 17.500.000.000,00
PPh terutang:
10% x Rp        50.000.000,00  =      Rp 5.000.000,00
15% x Rp        50.000.000,00  =                                         Rp           7.500.000,00
30% x Rp 17.400.000.000,00  =                                         Rp    5.220.000.000,00
                                                                           
                                                                                                                  Rp    5.232.500.000,00 (-)
                                                                                                                                               
                                                                                                                
                        Penghasilan Kena Pajak setelah
                        Dikurangi pajak                                                                 Rp 12.267.500.000,00
                        PPh pasal 26 yang terutang:
                                    20% x Rp 12.267.500.000,00 = Rp 2.453.500.000,00
            Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, atas penghasilan sebesar Rp 12.267.500,00 tidak dipotong PPh Pasal 26.



C.4. SIFAT PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 26
Sifat Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 26
Pada prinsipnya pemotongan pajak atas penghasilan Wajib Pajak luar negeri adalah bersifat final, namun atas penghasilan berikut ini pemotongan pajaknya tidak bersifat final, sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Penghasilan yang dimaksud (pemotongannya tidak bersifat final) adalah:
a.       Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;
b.      Penghasilan berupa dividen; bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; royalty, sewa sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri; penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, kecuali jika penghasilan tersebut ditanamkan kebali di Indonesia, yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut;
c.       Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.
Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 26
Penghasilan berikut ini terutang Pajak Penghasilan Pasal 26 pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan:
a.       Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk premiu, diskonto, premi swap, imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; royalty, sewa dan penghasilan lainsehubungan dengan penggunaan harta; penghasilan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk  apapun; pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
b.      Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
c.       Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
Ketentuan yang berkaitan dengan penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26 adalah:
a)      Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong harus disetorkan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
b)      Pemotong PPh Pasal 26 diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
c)      Pemotong Pajak PPh Pasal 26 harus memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 26 kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang dipotong.
d)     Pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari semua bentuk usaha tetap di Indonesia, terutang dan harus dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan. Namun apabila bentuk usaha tetap tersebut meminta perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan, pemotonganPPh Pasal 26 didasarkan pada perhitungan sementara, terutang dan harus dibayar lunas pada saat surat permohonan perpanjangan disampaikan, akan tetapi tidak melampaui tanggal dua puluh lima bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian pajak berakhir.


BAB III
PENUTUP

                PPh Pasal 23, merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib pajak dalam negeri (orang pribadi maupun badan) dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak penghasilan pasal 21. PPh Pasal 23 ini dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Pajak penghasilan pasal 24 atau PPh pasal 24 merupakan pajak yang dibayar atau yang terutang diluar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri.
Pasal 26 Undang-undang nomor 17 Tahun 2000 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.

DAFTAR PUSTAKA

Resmi, Siti. 2011. Perpajakan Teori & Kasus. Jakarta: Salemba Empat.










































1 komentar:

  1. Grand Rooftop Casino: Best Places To Play in Las Vegas
    Grand Rooftop 원주 출장마사지 is 평택 출장안마 a casino in Las Vegas, Nevada and is open daily 24 hours. The casino's 150,000 square foot gaming floor 속초 출장샵 features 경주 출장안마 table games such 통영 출장마사지 as Blackjack, Roulette

    BalasHapus