BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Pajak
penghasilan (PPh) adalah pajak yang
dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Peraturan perundang-undangan perpajakan
yang mengatur tentang pajak penghasilan berlaku sejak 1 januari 1984 adalah
Undang-undang nomor 7 tahun 1983. Sebelum tahun 1983, pengenaan pajak yang
berhubungan dengan penghasilan diistilahkan dengan nama sebagai berikut: Pajak
perseroan (Ord. PPs 1925), Pajak kekayaan (Stb. 1932), Pajak pendapatan (Ord.
PPd 1944), pajak penjualan (UU No.19 Drt. Th. 1951)
Dengan
makin pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional
dan globalisasi serta reformasi diberbagai bidang, maka perlu dilakukan
perubahan undang-undang tersebut guna meningkatkan fungsi dan peranannya dalam
rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional khususnya dibidang ekonomi.
Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan telah beberapa kali
diubah dan disempurnakan, yaitu dengan undang-undang nomor 7 tahun 1991,
undang-undang nomor 10 tahun 1994 dan yang terakhir adalah dalam undang-undang
nomor 17 tahun 2000.
Perubahan
undang-undang pajak penghasilan tersebut dilakukan dengan tetap berpegang pada
prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan,
kemudahan/ efisiensi administrasi dan produktivitas penerimaan negara serta
tetap mempertahankan sistem self
assessment.
2. Rumusan Masalah
Masalah yang di angkat di dalam
makalah ini adalah :
- PPh pasal 23 , tentang
pemotong pph pasal 23 ,pengecualian pemotong pph pasal 23, siapa penerima
penghasilan yang dipotong pph pasal 23 , apa saja kewajiban pemotong
pajak, objek dan non objek PPh pasal 23, tarif pasal PPh pasal 23 , dasar
pengenaan nya , jenis jasa lain yang juga dikenakan PPh pasal 23 ,
perhitungan dan penjelasan contoh kasus PPh pasal 23, dan bagaimana saat
terhutang, penyetoran dan pelapporan PPh pasal 23.
- PPh pasal 24, tentang
penentuan sumber penghasilan, besar nya jumlah kredit yang diperbolehkan
- PPh pasal 26, mengenai
pemotong PPh pasal 26, penghasilan yang dipotong PPh pasal 26 , tarif dan
perhitungan PPh pasal 26, sifat pemotong/pemungutan PPh pasal 26,
penyetoran dan pelaporan PPh pasal 26.
3.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah disamping untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Perpajakan II juga untuk memberikan penjelasan dan informasi kepada pembaca
mengenai PPh pasal 23, PPh pasal 24, dan PPh pasal 26.
BAB
II
ISI
A. PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
PPh Pasal 23, merupakan pajak yang
dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib pajak dalam negeri
(orang pribadi maupun badan) dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak
penghasilan pasal 21. PPh Pasal 23 ini dibayarkan atau terutang oleh badan
pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
A.1. PEMOTONG
PPh PASAL 23
Pemotong PPh Pasal 23 terdiri dari :
1.
Badan pemerintah
2.
Subjek pajak badan dalam negeri
3.
Penyelenggara kegiatan
4.
Bentuk usaha tetap
5.
Perwakilan perusahaan di luar
negeri lainnya
6.
Orang pribadi sebagai wajib pajak
dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh kepala kantor pelayanan pajak sebagai
pemotong pajak penghasilan pasal 23, yaitu:
·
Akuntan, arsitek, dokter,
notaris, pejabat pembuat akta tanah, kecuali pejabat pembuat akta tanah (PPAT)
adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas.
·
Orang pribadi yang menjalankan usaha
yang menyelenggarakan pembukuan , atas pembayaran berupa sewa.
A.2. PENERIMA
PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 23
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23
(selanjutnya disebut Wajib Pajak PPh Pasal 23) terdiri dari:
- Wajib pajak dalam negeri (orang
pribadi atau badan)
- Bentuk Usaha Tetap (BUT).
A.3. PENGHASILAN
YANG DIKENAKAN PPh PASAL 23
Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 (selanjutnya
disebut objek PPh Pasal 23) sesuai dengan pasal 23 undang-undang nomor 36 tahun
2008 adalah:
- Dividen
- Bunga, termasuk premium,
diskonto, dan imbalan sehubugan dengan jaminan pengembalian utang
- Royalti
- Hadiah dan penghargaan
selain yaang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 21 ayat 1 huruf e, yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh
wajib pajak dalam negeri orang pribadi yang berasal dari penyelenggara
kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan. Perbedaan
penghasilan berupa hadiah dan penghargaan yang dipotong PPh Pasal 21
dengan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah bahwa untuk PPh Pasal 23, wajib
pajaknya bisa wajib pajak dalam negeri orang pribadi maupun wajib pajak
dalam negeri badan, tetapi untuk PPh Pasal 21 wajib pajaknya adalah wajib
pajak dalam negeri orang pribadi.
- Sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan persewaan tanah dan/ atau bangunan yang telah dikenakan
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh
- Imbalan sehubungan dengan
jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa
lain selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
A.4. PENGHASILAN
YANG DIKECUALIKAN DARI PEMOTONGAN PPh PASAL 23
Beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan
pemotongan PPh Pasal 23 (bukan objek PPh Pasal 23) sesuai dengan pasal 23 ayat
4 undang-undang nomor 17 tahun 2000 adalah :
- Penghasilan yang dibayar atu
trutang kepada bank
- Sewa yang dibayarkan atau terutang
sehubunga dengan sewa guna usaha dengan hak opsi
- Dividen atau bagian laba
yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam
negeri , koperasi, badan usaha milik negara, bada usaha milik daerah, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan atau berkendudukan di
indonesia dengan syarat
a.
Dividen tersebut berasal dari
cadangan laba yang ditahan
b.
Bagi perseroan terbatas, badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan
saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25 % dari jumlah modal
yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham
tersebut.
- Bunga obligasi yang diterima
atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian
perusahaan atau pemberian izin usaha
- Bagian laba yang diterima
atau diperoleh perusahaan modal ventura dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di indonesia, dengan syarat
badan pasangan usaha tersebut
a.
Merupakan perusahaan kecil,
menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
ditetapkan oleh menteri keuangan
b.
Sahamnya tidak diperdagangkan di
bursa efek di indonesia.
- Sisa hasil usaha koperasi
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
- Bunga simpanan yang tidak
melebihi batas yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya. Batas pengahsilan tersebut
adalah sebesar jumlah yang tidak melebihi Rp 240.000,00 setiap bulan, dan
pengenaanya bersifat final.
A.5. TARIF DAN
PENGHITUNGAN PPh PASAL 23
Tarif Pajak dan
Dasar Pemotongan
Pasal 23 undang – undang nomor 36 tahun 2008 menetapkan
tarif sebagai berikut:
1.
Tarif 15% dari jumlah penghasilan
bruto, diterapkan untuk penghasilan berupa:
·
Dividen
·
Bunga termasuk premium, diskonto,
dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
·
Royalti
·
Hadiah, penghargaan, bonus dan
sejenisnya selain yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 21 ayat (1) huruf e.
2.
Sebesar 2% (dua persen) dari
jumlah bruto atas
·
Sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan
sebagaiman dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
·
Imbalan sehubungan dengan jasa
teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain
jasa yang telah dipotong pajak penghasilan pasal 21.
Jasa lain yang dimaksud diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 dapat dilihat pada Tabel 1.
Dalam hal wajib pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan tersebut tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif
pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) dari pada tarif yang
sebenarnya.
Tabel 1.
Jasa lain
sebagai Objek PPh pasal 23
No
|
Jenis Jasa
|
1
|
Jasa penilai (appraisal)
|
2
|
Jasa aktuaris
|
3
|
Jasa akuntansi, pembukuan dan atestasi
laporan keuangan
|
4
|
Jasa perancang (design)
|
5
|
Jasa pengeboran (drilling) di bidang
penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk
usaha tetap (BUT)
|
6
|
Jasa penunjang di bidang penambangan
migas dan panas bumi (dapat dilihat pada Tabel 2.)
|
7
|
Jasa penambangan dan jasa penunjang di
bidang penambangan selain migas (dapat dilihat pada Tabel 3.)
|
8
|
Jasa penunjang di bidang penerbangan
dan bandar udara (dapat di lihat pada Tabel 4.)
|
9
|
Jasa penebangan hutan
|
10
|
Jasa pengolahan limbah
|
11
|
Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing
services)
|
12
|
Jasa perantara dan/ atau keagenan
|
13
|
Jasa dibidang perdagangan surat-surat
berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI
|
14
|
Jasa kostudian/penyimpangan/penitipan,
kecuali yang dilakukan oleh KSEI
|
15
|
Jasa pengisian suara (dubbling) dan/atau
sulih suara
|
16
|
Jasa mixing film
|
17
|
Jasa sehubungan dengan software komputer,
termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan
|
18
|
Jasa instalasi/ pemasangan mesin,
peralatan, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel,
selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikat sebagai pengusaha
konstruksi.
|
19
|
Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan
mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat
transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikat sebagai pengusaha konstruksi.
|
20
|
Jasa maklon
|
21
|
Jas penyelidikan dan keamanan
|
22
|
Jasa penyelenggaraan kegiatan atau event
organizer
|
23
|
Jasa pengepakan
|
24
|
Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu
dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian
informasi
|
25
|
Jasa pembasmi hama
|
26
|
Jasa kebersihan atau cleaning
service
|
27
|
Jasa katering atau tata boga
|
Tabel 2.
Jasa Penunjang di Bidang Penambangan Migas dan Panas Bumi
No
|
Jenis jasa
|
1
|
Jasa penyemenan dasar (primary
cementing) yaitu penempatan bubur semen secara tepat di antara pipa
selubung dan lubang sumur
|
2
|
Jasa penyemenan perbaikan (remedial
cementing), yaitu penempatan bubur semen untuk maksud-maksud: penyumbatan
kembali formasi yang sudah kosong;
·
Penyumbatan kembali zona yang
berproduksi air
·
Perbaikan dari penyemenan dasar
yang gagal
·
Penutupan sumur
|
3
|
Jasa pengontrolan pasir (sand
control), yaitu jasa yang menjamin bahwa bagian-bagian formasi yang tidak
terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi ke dalam rangkaian pipa produksi
dan menghilangkan kemungkinan tersumbat pipa
|
4
|
Jasa pengasaman (matrix acidizing),
yaitu pekerjaan untuk memperbesar daya tembus formasi dan menaikan
produktivitas dengan jalan menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan
|
5
|
Jasa peretakan hidrolika (hydraulic),
yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal cara pengasaman tidak cocok,
misalnya perawatan pada formasi yang mempunyai daya tembus sangat kecil.
|
6
|
Jasa nitrogen dan gulungan pipa
(nitrogen dan coil tubing), yaitu jasa yang dikerjakan untuk menghilangkan cairan buatan yang barada
dalam sumur baru yang telah selesai dengan tekanan asli formasi dan kemudian
menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang telah dipompakan ke dalam
cairan buatan dalam sumur
|
7
|
Jasa uji kandung lapisan (drim
steam testing), penyelesaian sementara suatu sumur baru agar dapat
mengevaluasi kemampuan berproduksi.
|
8
|
Jasa reparasi pompa reda (reda repair)
|
9
|
Jasa pemasangan instalasi dan
perawatan
|
10
|
Jasa penggantian peralatan/material
|
11
|
Jasa mud logging, yaitu
memasukan lumpur kedalam sumur
|
12
|
Jasa mud engineering
|
13
|
Jasa well logging & perforating
|
14
|
Jasa stimulasi dan secondary
decovery
|
15
|
Jasa well testing & wire line
service
|
16
|
Jasa alat kontrol navigasi lepas
pantai yang berkaitan dengan drilling
|
17
|
Jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling
|
18
|
Jasa mobilisasi dan demobilisasi
anjungan drilling
|
19
|
Jasa lainnya yang sejenis di bidang
pengeboran migas
|
Tabel 3.
Jasa Penambangan dan Jasa Penunjang di Bidang Penambangan selain Migas
No
|
Jenis Jasa
|
1
|
Jasa
pengeboran
|
2
|
Jasa
penebasan
|
3
|
Jasa
pengupahan dan pengeboran
|
4
|
Jasa
penambangan
|
5
|
Jasa
pengangkutan/sistem transportasi, kecuali jasa pengangkutan umum
|
6
|
Jasa
pengolahan bahan galian
|
7
|
Jasa reklame
tambang
|
8
|
Jasa
pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur, fabrikasi, dan
penggalian/pemindahan tanah
|
9
|
Jasa lainnya
yang sejenis di bidang pertambangan umum
|
Jasa penunjang di bidang
penerbangan dan Bandar udara berupa:
1.
Bidang
aeronautika, termasuk:
a.
Jasa
pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan jasa lainnya sehubungan
dengan pendaratan udara.
b.
Jasa
penggunaan jembatan pintu (avio bridge)
c.
Jasa
pelayanan penerbangan
d.
Jasa ground
handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari proses pelayan
penumpang dan bagasinya serta kargo, yang diangkut dengan pesawat udara, baik
yang berangkat maupun yang datang, selama pesawat udara di darat
e.
Jasa
penunjang lain di bidang aeronautika
2.
Bidang
non-aeronsutika, termasuk:
a.
Jasa
katering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat
b.
Jasa
penunjang lain di bidang non-aeronautika.
Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka
proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan
oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku dan
atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses
sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa.
Jasa penyelenggara kegiatan atau even
organizer adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa
penyelenggara kegiatan meliputi antara lain penyelenggaraan pameran, konvensi,
pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers, dan
kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan.
Menghitung PPh Pasal 23
Tabel 4.
Penghitungan PPH Pasal 23
No.
|
Objek PPh Pasal 23
|
Besarnya PPh Pasal 23
|
1
|
Dividen
|
15% X jumlah dividen
|
2
|
Bunga
|
15% X jumlah bunga
|
3
|
Royalti
|
15% X jumlah royalti
|
4
|
Sewa
|
2% X jumlah sewa
|
5
|
Hadiah, penghargaan, bonus, dan
sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e
|
15% X jumlah hadiah, penghargaan/bonus
|
6
|
Sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2)
|
2% X jumlah sewa
|
7
|
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik,
jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain
|
2% X jumlah imbalan (tidak termasuk
PPN)
|
PPh atas
dividen, Bunga, dan Sewa
Perbedaan pengenaan PPh atas dividen, bunga, dan
sewa dijelaskan tabel berikut
Jenis penghasilan
|
Pengenaan Pajak
|
penghitungan
|
penerima
|
Dividen
|
Bukan objek pajak
|
-
|
PT,
koperasi, BUMN/BUMD dengan syarat tertentu
|
PPh Pasal 23
|
15% X jumlah bruto
|
Wajib
pajak dalam negeri
|
|
PPh Pasal 26
|
20% X jumlah bruto (final)
|
Wajib
Pajak luar negeri
|
|
PPh Pasal 17 ayat (2) c
|
10% X jumlah bruto (final)
|
Wajib
pajak dalam negeri orang pribadi
|
|
Bunga
|
Bukan objek pajak
|
-
|
Perusahaan
reksa dana atau bunga obligasi
|
PPh pasal 23
|
15% X jumlah bruto
|
Wajib
Pajak dalam negeri
|
|
PPh pasal 26
|
20% X jumlah bruto (final)
|
Wajib
Pajak luar negeri
|
|
PPh pasal 4 ayat (2)
|
20% X jumlah bruto
|
Wajib
Pajak dalam negeri atau bunga deposito, tabungan dan bunga obligasi pasar
modal
|
|
Sewa
|
PPh Pasal 23
|
2% X jumlah bruto
|
Wajib
Pajak dalam negeri
|
PPh Pasal 26
|
20% X jumlah bruto
|
Wajib
Pajak luar negeri
|
|
PPh Pasal 4 ayat (2)
|
10% X jumlah bruto (final)
|
Wajib
Pajak dalam negeri atas sewa tanah dan/atau bangunan
|
Contoh Penghitungan
Contoh 1.
Pada tanggal 1 Juli 2009,
PT Perdana dengan NPWP: 01.436.566.2.541.000.membayarkan dividen tunai sebagai berikut :
Nama Pemegang Saham
|
Jumlah Penyertaan
|
Jumlah Dividen
|
PT Ananda dengan
NPWP:01.446.577.2.541.000.
|
10%
|
Rp 10.000.000
|
Bank Mandiri (BUMN) dengan
NPWP:01.415.777.2.541.000
|
26%
|
Rp 26.000.000
|
PT Setia Jaya dengan
NPWP:01.476.551.2.541.000
|
30%
|
Rp 30.000.000
|
CV Putra dengan NPWP:01.426.573.2.541.000
|
19%
|
Rp 19.000.000
|
Tuan Hakim dengan
NPWP:01.146.588.2.541.000
|
15%
|
Rp 15.000.000
|
PPh yang dipotong oleh PT
Perdana atas pembayaran dividen tersebut adalah
Nama Pemegang Saham
|
PPh yang Dipotong
|
Keterangan
|
PT Ananda dengan
NPWP:01.446.587.2.541.000
|
PPh Pasal 23 :
15% x Rp10.000.000
= Rp 1.500.000
|
Penerima adalah PT
tetapi jumlah penyertaannya kurang dari 25% dari total saham beredar
|
Bank Mandiridengan
NPWP:01.336.577.2.541.000 (BUMN)
|
Bukan Objek Pajak
|
Penerima adalah BUMN dan
jumlah penyertaannya lebih dari 25% dari total saham beredar
|
PT Setia Jaya dengan
NPWP:01.446.587.2.541.000
|
Bukan Objek Pajak
|
Penerima adalah PT dan
jumlah penyertaannya lebih dari 25% dari total saham beredar
|
CV Putra dengan
NPWP:01.556.577.2.541.000
|
PPh Pasal 23 :
15% x Rp 19.000.000
= Rp 2.850.000
|
-
|
Tuan Hakim dengan
NPWP:01.475.577.2.541.000
|
PPh Pasal 17 (2c) :
10% x Rp 15.000.000
= Rp 1.500.000
|
-
|
Contoh 2.
Penerbit Salemba pada
bulan Agustus membayarkan royalti kepada penulis sebagai berikut dengan NPWP 01.111.333.1.541.000 :
Nama Penulis
|
Jumlah Royalti
|
Keterangan
|
Tuan A dengan
NPWP:01.446.537.2.541.000
|
Rp 35.000.000
|
Mempunyai NPWP, menikah dengan 2 tanggungan
|
Tuan B
|
Rp 24.000.000
|
Tidak mempunyai NPWP, tidak menikah
tanpa tanggungan
|
Nona X dengan
NPWP:01.446.588.2.541.000
|
Rp 75.000.000
|
Mempunyai NPWP, tanpa tanggungan
|
Nona Y
|
Rp 9.500.000
|
Tidak mempunyai NPWP, tanpa
tanggungan, suami berpenghasilan
|
PPh yang dipotong oleh
Penerbit Salemba atas pembayaran royalti tersebut adalah :
Nama Penulis
|
PPh yang Dipotong
|
Tambahan PPh karena
Tidak Ber-NPWP
|
Total PPh yang Dipotong
|
Tuan A
|
15% x Rp 35.000.000
= Rp 5.250.000
|
-
|
Rp 5.250.000
|
Tuan B
|
15% x Rp 24.000.000
= Rp 3.600.000
|
100% x Rp 3.600.000
= Rp 3.600.000
|
Rp 7.200.000
|
Nona X
|
15% x Rp 75.000.000
= Rp 11.250.000
|
-
|
Rp 11.250.000
|
Nyonya Y
|
15% x Rp 9.500.000
= Rp 1.425.000
|
100% x Rp 1.425.000
= Rp 1.425.000
|
Rp 2.850.000
|
Contoh 3.
PT Jaya Abadi dengan NPWP:
01.436.567.2.541.000.menerima bunga atas penyertaan obligasi pada PT Perdana 01.445.517.2.541.000.senilai Rp 5.500.000.
Obligasi tersebut tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
PPh Pasal 23 yang dipotong
oleh PT Perdana adalah :
15% x Rp 5.500.000 = Rp 825.000
Contoh 4.
Tuan Akbar dengan
NPWP:01.446.597.2.541.000pada bulan Juli 2009, menerima bunga atas simpanan deposito
di Bank Danamon senilai Rp 60.000.
Atas penghasilan bunga
tersebut tidak dikenakan PPh Pasal 23 tetapi dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2)
sebesar 20% x Rp 60.000.000 = Rp 12.000.000
Contoh 5.
Tuan Hakim dengan
NPWP:01.496.577.2.541.000Adalah salah satu anggota koperasi Mandiri sejahtera. Pada
bulan agustus 2009, menerima bunga simpanan dari Koperasi sebesar Rp 500.000
dan menerima pembagian sisa hasil usaha koperasi sebesar Rp 1.500.000.
Atas penghasilan
bunga tersebut tidak dikenakan PPh Pasal
23 tetapi dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% x Rp 500.000 = Rp 50.000.
Atas penghasilan pembagian
sisa hasil usaha koperasi tidak dikenakan PPh Pasal 23 karena bukan merupakan
Objek Pajak.
Contoh 6.
Dalam rangka Dies Natalies
ke 20, PT Swaragama dengan NPWP:01.486.577.2.541.000 menyelenggarakan kegiatan dengan
memberikan hadiah/penghargaan kepada para pesertanya sebesar Rp 100.000.000.
Stay Cool Group Band dengan NPWP:01.446.777.2.541.000merupakan salah satu penerima hadiah
tersebut dengan nilai Rp 10.000.000 sebelum dipotong pajak. Stay Cool Group
belum memiliki NPWP.
PPh Pasal 23 yang dipotong
oleh PT Swaragama atas hadiah yang diterima oleh Stay Cool Group Band adalah
200% x 15% x Rp 10.000.000 = Rp 3.000.000
Contoh 7.
Jaya Boga dengan
NPWP:01.446.687.2.541.000merupakan salah satu usaha jasa catering. Pada tanggal 04
Agustus 2009 memberikan jasa catering kepada STIM YKPN senilai Rp 25.000.000.
PPh Pasal 23 yang dipotong
oleh STIM YKPN atas jasa tersebut Adela
2% x Rp 25.000.000= Rp 500.000
A.6. SAAT TERUTANG , PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 23
1. Pajak penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya
pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
Yang dimaksud saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan adalah saat
pembebanan sebagai biaya oleh pemotong pajak sesuai dengan metode pembukuan
yang dianutnya.
2. Pajak penghasilan pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong pajak
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat
terutangnya pajak ke bank persepsi atau kantor pos indonesia.
3. Pemotong PPh pasal 23 diwajibkan menyampaikan surat pemberitahuan masa
selambat-lambatya 20 hari setelah masa pajak berakhir
4. Pemotong pph pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang
pribadi atau badan yang dibebani pajak penghasilan yang dipotong.
5. Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan
secara desentralisasi artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau
terutangnya penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 23, hal ini di maksudkan
untuk mempermudah pengawasan terhadap pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23
tersebut. Transaksi-transaksi yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yang
pembayarannya dilakukan oleh kantor pusat, PPh pasal 23 dipotong, disetor , dan
dilaporkan oleh kantor pusat, sedangkan objek PPh Pasal 23 yang pembayarannya
dilakukan oleh kantor cabang, misalnya sewa kantor cabang, PPh Pasal 23
dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh kantor cabang yang bersangkutan.
A.7. SURAT
PEMBERITAHUAN MASA DAN BUKTI PEMOTONGAN
Kasus
PT Perdana merupakan perusahaan
penerbitan dan percetakan. Perusahaan ini didirakan pada tahun 2000, beralamat
di Jl. Tentara Pelajar No. 7 Yogyakarta, NPWP 01.555.444.1.541.000. pembayaran
honorarium dan imbalan lain sehubungan dengan PPh Pasal 23 selama bulan oktober
2009 sebagai berikut:
1.
Pada
tanggal 10 oktober 2009, membayar bunga pinjaman kepada Bank Mandiri beralamat
di Jl. Diponegoro No. 133 Yogyakarta, NPWP: 01.222.333.2.541.000.
2.
Pada
tanggal 15 Oktober 2009, membayar royalti kepada beberapa penulis, yaitu:
Nama
|
Alamat
|
NPWP
|
Jumlah Royalti
|
Monalisa
|
Jl. Podang No. 6
Yogyakarta
|
04.111.333.1.541.000
|
Rp 20.000.000
|
Yogananta
|
Jl. Merdeka No. 100
Yogyakarta
|
-
|
Rp 5.000.000
|
Riskayanti
|
Jl. Kalimantan No. 10
Yogyakarta
|
04.222.555.1.541.000
|
Rp 10.000.000
|
3.
Pada tanggal 20 Oktober 2009, membayar jasa perbaikan mesin produksi yang
telah rusak sebesar Rp 15.000.000 kepada PT Maju Jaya, yang beralamat di Jl.
Godean No. 26 Yogyakarta, NPWP: 01.446.577.2.541.000.
4.
Pada tanggal 22 Oktober 2009, membayar fee sebesar Rp 22.000.000
kepada Kantor Akuntan Publik Dwiananda, yang beralamat di Jl. Merica No. 200
Yogyakarta, NPWP: 04.322.233.2.541.000.
5.
Pada tanggal 29 Oktober 2009, membayar sewa kendaraan untuk
mendistribusikan hasil produksi ke beberapa kota. Sewa dibayar kepada Andika
Rental yang beralamat di Jl. Adisucipto No. 38 Yogyakarta, NPWP:
01.111.333.1.541.000. sebesar Rp 6.000.000.
Diminta:
·
Hitunglah PPh Pasal 23 yang dipotong PT.
·
Buatkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 untuk setiap Wajib Pajak.
·
Setorkan PPh Pasal 23 yang telah dipotong.
·
Buatkan SPT Masa PPh Pasal 23 Oktober 2009 untuk PT Perdana.
Penyelesaian:
Perhitungan
PPh Pasal 23 dan bukti pemotongan bukti yang dibuat oleh PT Perdana dijelaskan
sebagai berikut:
1.
Atas pembayaran bunga sebesar Rp 1.000.000 kepada Bank Mandiri tidak di
potong pajak karena penghasilanj yang dibayar atau terutang kepada Bank
merpakan pengecualian dari pengenaan PPh Pasal 23.
2.
Atas pmbayaran royalti kepada penulis dipotong PPh Pasal 23 sebagai
berikut:
Nama Penulis
|
PPh yang Dipotong
|
Tambahan PPh karena Tidak
Ber-NPWP
|
Total PPh yang Dipotong
|
Monalisa
|
15% x Rp 20.000.000
= Rp 3.000.000
|
-
|
Rp 3.000.000
|
Yogananta
|
15% x Rp 5.000.000
= Rp 750.000
|
100% x Rp 750.000
= Rp 750.000
|
Rp 1.500.000
|
riskayanti
|
15% x Rp 10.000.000
=Rp 1.500.000
|
-
|
Rp 1.500.000
|
Masing-masing Wajib Pajak dibuatkan bukti pemotongan nomor:
01/Ps-23/10/2009, 02/Ps-23/10/2009, dan 03/Ps-23/10/2009.
3.
Atas pembayaran imbalan jasa teknik kepada PT Maju Jaya sebesar Rp
15.000.000 dipotong PPh pasal 23 sebesar:
Tarif 2% x penghasilan bruto
= 2% x Rp 15.000.000
= Rp 300.000 Bukti Pemotongan
PPh Pasal 23 nomor 04/Ps-23/10/2011.
4.
Atas pembayaran fee kepada Kantor Akuntan Dwiananda & Co.
Sebesar Rp 22.000.000 dipotong PPh Pasal 23 sebesar:
Tarif 2% x penghasilan bruto
= 2% x Rp 22.000.000
= Rp 440.000 Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 nomor
05/Ps-23/10/2011.
5.
Atas pembayaran sewa kendaraan kepada Andika Rental sebesar Rp 6.000.000,
dipotong PPh Pasal 23 sebesar:
Tarif 2% x penghasilan bruto
= 2% x Rp 6.000.000
= Rp 120.000 Bukti Pemotongan
PPh Pasal 23 nomor 06/Ps-23/10/2011.
Total PPh
Pasal 23 yang dipotong dan disetor adalah:
Penerima
|
Jumlah PPh yang Dipotong/Disetor
|
|
Atas royalti:
1.
Monalisa
2.
Yogananta
3.
Riskayanti
Atas jasa:
1.
PT Maju Jaya
2.
Kantor Akuntan Dwiananda & Co
Atas sewa:
1.
Andika Rental
Total
|
Rp 3.000.000
Rp 1.500.000
Rp 1.500.000
Rp 300.000
Rp 440.000
|
Rp 6.000.000
Rp 740.000
Rp 120.000
Rp 6.860.00
|
Bukti
pemotongan PPh Pasal 23: terlampir
Surat
Setoran Pajak (SSP) : terlampir
Daftar
Bukti Pemotongan : terlampir
Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa : terlampir
B.
PAJAK
PENGHASILAN PASAL 24
Pajak penghasilan pasal 24 atau PPh pasal 24 merupakan pajak
yang dibayar atau yang terutang diluar negeri atas penghasilan dari luar negeri
yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri. PPh pasal 24 ini boleh
dikreditkan terhadap total pajak penghasilan terutang dalam suatu tahun pajak.
Jumlah pajak atas penghasilan Wajib
Pajak dalam negeri yang dibayar atau terutang di luar negeri tersebut dihitung
berdasarkan tarif pajak yang berlaku di negara yang bersangkutan dikalikan
dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh di negara yang bersangkutan. Jumlah
pajak yang di bayar atau terutang di luar negeri tersebut mungkin tidak semuanya
dapat dikreditkan dari total pajak terutang di Indonesia. Pasal 24 Undang-undang
Nomor 17 tahun 2000, selanjutnya mengatur ketentuan besarnya pajak penghasilan
yang dibayar atau terutang diluar negeri yang dapat dikreditkan dari total
pajak penghasilan terutang di Indonesia.
B.1. PERMOHONAN
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
Agar pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri dapat
dikreditkan, maka wajib pajak harus menyampaikan surat permohonan kepada
Direktur Jendral Pajak dengan dilampiri
a.
Laporan keuangan tentang penghasilan
yang berasal dari luar negeri.
b.
Photo copy surat pemberitahuan pajak
yang disampaikan di luar negeri.
c.
Dokumen pembayaran pajak di luar
negeri.
B.2. PENGGABUNGAN PENGHASILAN
Untuk penghasilan yang berasal dari luar negeri, ketentuan penggabungan penghasilan
adalah sebagai berikut:
1.
Atas penghasilan yang berasal dari
usaha, penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun diperolehnya penghasilan
tersebut (accrual basis).
2.
Atas penghasilan lainnya seperti
sewa, bunga, royalty, dll, penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak
diterimanya
penghasilan tersebut (cash basis).
3.
Atas penghasilan berupa dividen yang
diperoleh wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sekurang-kurangnya 50%
dari jumlah saham disetor atau secara bersama-sama dengan wajib pajak dalam
negeri lainnya sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor pada badan
usaha diluar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek,
penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak dimana dividen tersebut diperoleh.
Saat
perolehan dividen dalam rangka penggabungan penghasilan tersebut ditetapkan
sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan, sebagai barikut:
a.
Pada bulan keempat setelah akhir
batas waktu kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
(SPT Tahunan PPh) badan usaha di luar negeri untuk tahun pajak yang
bersangkutan, atau;
b.
Jika tidak ditentukan batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh, atau tidak ada kewajiban penyampaian SPT PPh, saat
diperolehnya dividen adalah pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir.
B.3. PENENTUAN SUMBER PENGHASILAN
Dalam menentukan batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayarkan atau
terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan
sumber penghasilan sebagai berikut:
1.
Penghasilan dari saham dan sekuritas
lainnya, maka sumber penghasilan adalah negara tempat badan yang menerbitkan
saham atau sekuritas tersebut bertempat kedudukan;
2.
Penghasilan berupa bunga, royalty,
dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak, maka sumber penghasilan
adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau
penggunaan harta tersebut bertempat kedudukan atau berada;
3.
Penghasilan berupa sewa sehubungan
dengan penggunaan harta tak gerak, maka sumber penghasilan adalah negara tempat
harta tersebut terletak;
4.
Penghasilan berupa imbalan sehubungan
dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, maka sumber penghasilan adalah negara
tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan
atau berada;
5.
Penghasilan berupa bentuk usaha
tetap, maka sumber penghasilan adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
B.4. BESARNYA KREDIT PAJAK YANG
DIPERBOLEHKAN
· Ketentuan Kredit Pajak Luar Negeri
Ketentuan tentang jumlah
kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah sebagai berikut:
a. Pajak
atas penghasilan yang terutang atau dibayar diluar negeri yang dapat
dikreditkan terhadap total pajak penghasilan terutang di Indonesia hanyalah
pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
wajib pajak dari luar negeri tersebut.
Contoh:
PT. Ananda di Indonesia
merupakan pemegang saham tunggal dari Zorro Inc. di negara Zambia. Dalam tahun
2002, Zorro Inc. memperoleh keuntungan sebesar US$ 100,000.00. pajak
panghasilan yang berlaku di negara Zambia adalah 48% dan pajak atas dividen
adalah 38%.
Perhitungan pajak atas
dividen tersebut adalah:
Keuntungan Zorro Inc. US$
100,000.00
Pajak penghasilan
(corporate income tax):
48% x US$ 100,000.00 US$ 48,000.00 (-)
Penghasilan PT. Ananda
dari luar negeri US$ 52,000.00
Pajak atas dividen:
38% x US$ 52,000.00 US$
19,760.00 (-)
Dividen yang dikirim ke
Indonesia US$ 32,240.00
b.
Besarnya kredit pajak yang
diperbolehkan adalah setinggi-tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar
atau terutang diluar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung
menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan
kena pajak, atau setinggi-tingginya sama dengan pajak yang terutang atas
penghasilan kena pajak dalam hal penghasilan kena pajak lebih kecil dari
penghasilan luar negeri (menganut metode pengkreditan pajak terbatas atau
ordinary Credit Method). Secara ringkas, besarnya kredit pajak luar negeri yang
diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah nilai terendah di antara tiga perhitungan
berikut ini:
I. Total
PPh terutang;
II. Penghasilan
dari luar negeri
X total PPh terutang
Total penghasilan kena
pajak
III. Pajak
penghasilan yang terutang atau dibayar diluar negeri.
Catatan:
·
Total penghasilan kena pajak (PKP) = penghasilan dari dalam
negeri dan dari luar negeri.
·
Total PPh terutang = tarif pasal 17 x
total PKP.
·
Penghasilan yang terutang/ dibayar di
luar negeri
= Tarif pajak luar negeri x
penghasilan diluar negeri
·
Besarnya PKP sebagai dasar
penghitungan total PPh terutang tidak memasukkan penghasilan-penghasilan yang
PPh-nya bersifat final
Contoh:
PT. Putra Jaya di
Yogyakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
Penghasilan di dalam
negeri Rp
500.000.000,00
Penghasilan dari luar
negeri Rp 500.000.000,00
(tarif pajak yang berlaku
adalah 40%)
Penghitungan Kredit Pajak
luar negeri yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah:
a. Menghitung
total penghasilan kena pajak
Penghasilan dari dalam
negeri Rp
500.000.000,00
Penghasilan dari luar
negeri Rp500.000.000,00(+)
Jumlah penghasilan neto Rp1.000.000.000,00
Jumlah penghasilan neto
sama dengan penghasilan kena pajak karena tidak terdapat kompensasi kerugian
atau pengurangan yang lain;
b.Menghitung total PPh terutang
Pajak penghasilan terutang
adalah:
10% x Rp 50.000.000,00 = Rp 5.000.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
30% x Rp 900.000.000,00 = Rp
270.000.000,00
Besarnya total PPh
terutang adalah Rp
282.500.000,00
c.
Menghitung PPh maksimum dikreditkan
sesuai pebandingan penghasilan
(Penghasilan luar negeri:
total penghasilan kena pajak) x total PPh terutang
Rp 500.000.000,00
X
Rp 282.500.000,00= Rp 141.250.000,00
Rp 1.000.000.000,00
d.
Menghitung PPh yang dipotong atau
dibayar di luar negeri:
20% x Rp 500.000.000,00= Rp 100.000.000,00
Kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh pasal
24) adalah Rp 100.000.000,00 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar diluar
negeri. Jumlah ini diperoleh dengan membandingkan perhitungan total PPh
terutang, PPh maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan, dan PPh
terutang atau dibayar di luar negeri, kemudian dipilih nilai yang paling rendah.
·
Penghitungan
PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha Dalam Negeri
PT Adinda berkedudukan di Indonesia
memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2006 sebagai berikut:
v Di
negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp600.000.000 (tarif
pajak yang berlaku adalah 30%)
v Di
dalam negeri menderita kerugian sebesar Rp200.000.000
Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai
berikut:
1. Menghitung total penghasilan kena pajak
penghasilan kena pajak dari negara
A Rp600.000.000
kerugian usaha dalam
negeri
(RP 200.000.000)
jumlah penghasilan
neto Rp400.000.000
2.
menghitung total PPh terutang:
10% x Rp 50.000.000
= Rp 5.000.000
15% x Rp 50.000.000
=
Rp 7.500.000
30% x Rp 300.000.000
=
Rp 90.000.000
Jumlah pajak
terutang
Rp102.500.000
3.
Menghitung
PPh maksimum yang dapat dikreditkan
(Rp600.000.000 : Rp400.000.000) x Rp102.500.000
= Rp153.750.000
4. Menghitung PPh yang dipotong/dibayar di LN
30% x Rp600.000.000 = Rp180.000.000
Kredit pajak yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp102.500.000. jumlah
ini diperoleh dengan membandingkan perhitungan PPh maksimum yang dapat
dikreditkan dengan PPh yang sesungguhnya dibayarkan/terutang di LN dan total
pajak yang terutang.
·
Penghitungan
PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha Luar Negeri
Dalam hal terjadi kerugian yang diderita diluar negeri, maka kerugian
tersebut tidak boleh digabungkan/ dikompensasikan dengan penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari Indonesia.
Contoh:
PT. Amalia di Surabaya memperoleh penghasilan neto tahun 2009 sebagai berikut:
·
Di negara X, memperoleh penghasilan
berupa laba usaha sebesar Rp 200.000.000,00 (tarif pajak yang berlaku adalah
40%)
·
Di negara Y, menderita kerugian sebesar Rp 300.000.000,00
(tarif pajak yang berlaku adalah 25%).
·
Di dalam negeri, memperoleh laba
usaha sebesar Rp 600.000.000,00
·
Peredaran bruto dari kegiatan
usaha adalah Rp 48.000.000.000
Penghitungan
Kredit Pajak Luar Negeri diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah:
a.
Menghitung total penghasilan kena
pajak
Penghasilan dari negara X berupa laba
usaha Rp
200.000.000,00
Penghasilan di dalam negeri berupa
laba usaha Rp
600.000.000,00
Jumlah penghasilan neto Rp
800.000.000,00
Jumlah penghasilan neto sama dengan
penghasilan kena pajak karena tidak terdapat kompensasi kerugian atau
pengurangan yang lain.
b.
Menghitung total PPh terutang
Penghasilan kena
Pajak yang mendapat fasilitas
Pengurang tarif
sebelah fasilitas 50%:
(Rp
4.800.000.000 ÷ Rp 48.000.000.000) x
Rp800.000.000 = Rp 80.000.000
Penghasilan kena
pajak yang tidak mendapat fasilitas pengurangan tarif 50%:
Rp 800.000.000 –
Rp 80.000.000 = Rp 720.000.000
PPh terutang:
·
50% x 25% x Rp80.000.000 = Rp 10.000.000
·
25% x Rp 720.000.000 = Rp180.000.000
Rp
190.000.000
c.
Menghitung PPh maksimum dikreditkan
di negara X sesuai perbandingan penghasilan
(penghasilan Negara X : total penghasilan dalam dan luar
negeri) x
total PPh terutang
Rp 200.000.000,00
X Rp 190.000.000,00 = Rp 47.500.000,00
Rp 800.000.000,00
d.
Menghitung PPh yang dipotong atau
dibayar negara X 40% x Rp 200.000.000,00=
Rp 80.000.000,00
Kredit pajak luar negeri
diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp 47.500.000,00 atau sebesar PPh maksimum
sesuai perbandingan penghasilan. Jumlah ini di peroleh dengan
membandingkan penghitungan total PPh terutang, PPh maksimum dikreditkan sesuai
pebandingan penghasilan, dan PPh terutang atau dibayar di luar negeri, kemudian
dipilih nilai terendah.
·
Penghitungan
PPh Pasal 24 Jika Penghasilan Luar Negeri Berasal dari Beberapa Negara
Dalam hal penghasilan luar
negeri berasal dari beberapa negara, maka besarnya batas maksimum kredit pajak
luar negeri dihitung untuk masing-masing negara (per country limitation).
Contoh:
PT. Yogananta di Jakarta memperoleh
penghasilan neto tahun 2009 sebagai berikut:
·
Di negara P, memperoleh penghasilan
berupa laba usaha sebesar Rp
300.000.000,00 (tarif pajak yang berlaku adalah 20%)
·
Di negara Q, memperoleh penghasilan
berupa laba usaha sebesar Rp 400.000.000,00 (tarif pajak yang berlaku adalah
25%)
·
Di negara R, memperoleh penghasilan
berupa laba usaha sebesar Rp 100.000.000,00 (tarif pajak yang berlaku adalah
35%)
·
Di dalam negeri, memperoleh laba
usaha sebesar Rp 200.000.000,00
Penghitungan kredit pajak luar negeri diperbolehkan (PPh
pasal 24) adalah:
a.
Menghitung total penghasilan kena
pajak
Penghasilan dari negara P
berupa laba usaha Rp
300.000.000,00
Penghasilan dari negara Q
berupa laba usaha Rp
400.000.000,00
Penghasilan dari negara R
berupa laba usaha Rp
100.000.000,00
Penghasilan didalam negeri
berupa laba usaha Rp 200.000.000,00
Jumlah penghasilan neto Rp 1.000.000.000,00
Jumlah penghasilan neto sama dengan penghasilan kena
pajak karena tidak terdapat kompensasi kerugian atau pengurangan yang lain.
b.
Menghitung total PPh terutang
Menghitung total PPh
terutang
Penghasilan kena
Pajak yang mendapat fasilitas
Pengurang tarif
sebelah fasilitas 50%:
(Rp
4.800.000.000 ÷ Rp 24.000.000.000) x
Rp1.000.000.000 = Rp200.000.000
Penghasilan kena
pajak yang tidak mendapat fasilitas pengurangan tarif 50%:
Rp 1.000.000.000
– Rp 200.000.000 = Rp 800.000.000
PPh terutang:
·
50% x 25% x Rp200.000.000 = Rp 25.000.000
·
25% x Rp 800.000.000 = Rp200.000.000
Rp
225.000.000
c.
Menghitung PPh maksimum dikreditkan
sesuai perbandingan panghasilan masing-masing negara
1)
PPh maksimum untuk negara P:
(penghasilan negara P:
total penghasilan dalam dan luar negeri) x total PPh terutang
Rp 300.000.000,00
X Rp 225.000.000,00 = Rp 67.500.000,00
Rp 1.000.000.000,00
2)
PPh maksimum untuk negara Q:
(penghasilan negara Q:
total penghasilan dalam dan luar negeri ) x total PPh terutang
Rp 400.000.000,00
X Rp 225.000.000,00= Rp 90.000.000,00
Rp
1.000.000.000,00
3)
PPh maksimum untuk negara R:
(penghasilan
negara R: total penghasilan dalam dan luar negeri) x total PPh terutang
Rp
100.000.000,00
X Rp 225.000.000,00= Rp 22.500.000,00
Rp 1.000.000.000,00
d.
Menghitung PPh yang dipotong atau
dibayar diluar negeri untuk masing-masing negara:
a)
PPh terutang atau dibayar di negara
P:
Tarif Pajak
Negara P x penghasilan negara P
20% x Rp 300.000.000,00= Rp 60.000.000,00
b)
PPh terutang atau dibayar di negara
Q:
Tarif Pajak
Negara Q x penghasilan negara Q
25% x Rp 400.000.000,00= Rp 100.000.000,00
c)
PPh terutang atau dibayar di negara
R:
Tarif Pajak
Negara R x penghasilan negara R
35% x Rp 100.000.000,00= Rp 35.000.000,00
Kredit pajak luar negeri
diperbolehkan (PPh pasal 24) bagi PT Yogananta tahun 2009 dihitung sebagai berikut:
Negara
|
Total PPh
terutang
|
PPh maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan
|
PPh terutang/ dibayar di luar negeri
|
PPh pasal 24: terendah
kolom (1), (2), (3)
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
|
P
|
Rp 225.000.000,00
|
Rp 67.500.000,00
|
Rp
60.000.000,00
|
Rp
60.000.000,00
|
Q
|
Rp 225.000.000,00
|
Rp 90.000.000,00
|
Rp100.000.000,00
|
Rp90.000.000,00
|
R
|
Rp 225.000.000,00
|
Rp 22.500.000,00
|
Rp
35.000.000,00
|
Rp 22.500.000,00
|
Total Kredit Pajak Luar Negeri diperbolehkan
|
Rp182.500.000,00
|
Total Kredit Pajak Luar Negeri Diperbolehakan Rp 182.500.000 karena jumlah
ini masih lebih rendah dibandingkan total PPh terutang (Rp225.000.000)
B.5. PENGURANGAN/ PENGEMBALIAN PAJAK PENGHASILAN LUAR NEGERI
Dalam hal
terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di
luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia
menjadi lebih kecil daripada besarnya perhitungan semula, maka selisihnya
ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib
pajak dalam negeri pada tahun pengurangan atau pengembalian dilakukan.
C.
PAJAK
PENGHASILAN PASAL 26
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000
menganut dua sistem pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia.
Dua sistem pengenaan pajak tersebut
adalah:
·
Pemenuhan sendiri kewajiban
perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
·
Pemotongan oleh pihak yang wajib
membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya.
Pasal 26 Undang-undang
nomor 17 Tahun 2000 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber
dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap.
C.1. PEMOTONG PPh PASAL 26
Pemotongan PPh pasal 26
(PPh Pasal 26) wajib dilakukan oleh:
1.
Badan pemerintah
2.
Subjek pajak dalam negeri
3.
Penyelenggara kegiatan
4.
Bentuk usaha tetap
5.
Perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk
usaha tetap.
C.2. PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 26
Jenis-jenis penghasilan yang wajib
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 (Objek PPh Pasal 26) adalah:
1.
Dividen;
2.
Bunga, termasuk premium, diskonto,
premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
3.
Royalti, sewa, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta;
4.
Imbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan kegiatan;
5.
Hadiah dan penghargaan;
6.
Pensiun dan pembayaran berkala
lainnya;
7.
Penghasilan dari penjualan harta di
Indonesia;
8.
Premi swap dan transaksi lindung nilai
lainnya;
9.
Keuntungan karena pembebasan
utang.
C.3. TARIF DAN PERHITUNGAN PPh PASAL 26
Tarif
Tarif Yang
dikenakan adalah 20% untuk setiap jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal
26, atau sesuai dengan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) antar
negara atau tax treaty.
Tarif 20%
dikenakan dari dasar pengenaan pajak, dengan ketentuan sebagai berikut
·
Tarif 20% dari penghasilan bruto
·
Tarif 20% dari penghasilan neto
·
Tarif 20% dari penghasilan Kena Pajak
setelah dikurangi Pajak Penghasilan.
Penghitungan
PPh pasal 26
1.
PPh pasal 26 = 20% x penghasilan
bruto
Penghitungan
tersebut
diterapkan untuk penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk:
a.
Dividen;
b.
Bunga, termasuk premium, diskonto,
premi swap dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
c.
Royalti, sewa, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta;
d.
Imbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan kegiatan;
e.
Hadiah dan penghargaan;
f.
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
Contoh 1.1:
PT Perdana sebagai Subjek Pajak dalam negeri merupakan
penerbitb buku cerita anak-anak. Pada bulan Maret 2007 membayarkan royalty
sebesar Rp 100.000.000,00 kepada Akira Toriyama sebagai pengarang buku cerita
anak-anak DRAGON BALL. Akira Toriyama adalah Wajib Pajak luar negeri
PPh Pasal 26 yang dipotong oleh PT Perdana adalah:
20% x Rp 100.000.000,00 =
Rp 20.000.000,00
Contoh 1.2:
Jane adalah seorang atlet dari Singapura. Dalam bulan
Agustus 2007
mengikuti perlombaan lari maraton di Indonesia, dan merebut hadiah uang sebesar
US $ 20,000. Kurs untuk US $ 1 pada
saat itu adalah Rp 8.500,00.
PPh Pasal 26 yang dipotong oleh penyelenggara kegiatan
di Indonesia adalah:
20% x US $ 20.000 x Rp 8.500 = Rp 34.000.000
Contoh 1.3:
Richard Mark (menikah dengan 2 orang anak) bekerja
sebagai seorang konsultan pada Hotel Melia di Jakarta dengan gaji sebulan
sebesar US $ 10,000.00. Richard Mark mulai bekerja pada tanggal 5 September 2007 dan berakhir
pada awal Juli 2007 (berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan berturut-turut). Kurs yang berlaku pada
bulan September 2007 menurut Keputusan
menteri Keuangan adalah Rp 9.500,00 untuk US $ 1.00
PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Hotel Melia untuk
Richard Mark pada bulan September adalah:
20% x US $ 10,000.00 x Rp 8.750 = Rp 17.500.000,00
2.
PPh Pasal 26 = 20% x penghasilan neto
Penghasilan neto =
perkiraan penghasilan neto x penghasilan bruto
Penghitungan tersebut diterapkan untuk:
a. Penghasilan
dari penjualan harta di Indonesia;
b. Premi
asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
Besarnya perkiraan penghasilan neto dihitung
berdasarkan kondisi sebagai berikut:
·
Untuk premi yang dibayar tertanggung
kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupaun melalui
pialang, besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 50% dari jumlah premi yang
dibayar (penghasilan bruto), sehingga
PPh Pasal 26 = 20% x penghasilan neto
= 20% x (50% x penghasilan bruto)
= 10% x penghasilan bruto
= 10% x jumlah premi yang dibayar
·
Untuk premi yang dibayar perusahaan
asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar
negeri baik secara langsung maupun melalui pialang adalah 10% dari jumlah premi
yang dibayar (penghasilan bruto), sehingga:
PPh Pasal 26 = 20% x penghasilan neto
= 20% x (10% x penghasilan bruto)
= 2% x penghasilan bruto
= 2% x jumlah premi yang dibayar
·
Untuk premi yang dibayar
perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi
di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang adalah 5% dari
jumlah premi yang dibayar (penghasilan bruto), sehingga:
PPh Pasal 26 = 20% x penghasilan neto
= 20% x (5% x penghasilan bruto)
= 1% x penghasilan bruto
= 1% x jumlah premi yang dibayar
Contoh 2.1:
PT Ananda merupakan perusahaan persewaan gedung
kantor. Pada tahun 2007 mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi
di luar negeri yaitu Building Life Inc. Premi yang dibayar oleh PT Ananda
kepada Building
Life Inc. sebesar Rp 1.000.000.000
PPh Pasal 26 yang dipotong oleh PT Ananda adala:
20% x 50% x Rp 1.000.000.000 = Rp 100.000.000
Contoh 2.2:
Seperti pada contoh 2.1, PT Ananda tidak
mengasuransikan bangunannya langsung ke
perusahaan asuransi di luar negeri, tetapi mengasuransikan bangunan yang
dimiliki kepada perusahaan asuransi dalam negeri yaitu Perusahaan Asuransi
Beringin Jaya dengan julah premi sebesar Rp 750.000.000,00. Untuk mengurangi
risiko maka Perusahaan Asuransi Beringin Jaya mengasuransikan sebagian polis
asuransinya kepada perusahaan asuransi di luar negeri Tower Insurance Ltd.
Dengan premi sebesar Rp 500.000.000,00.
PPh Pasal 26 yang harus dipotong Beringin Jaya adalah:
20% x 10% x Rp 500.000.000,00 = Rp 10.000.000,00
3.
PPh Pasal 26 = 20% x (PKP-PPh
terutang)
Tarif 20% (dua puluh persen) dari
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia. Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali
di Indonesia maka atas penghasilan tersebut tidak dipotong PPh Pasal 26.
Contoh 3:
Suatu bentuk usaha tetap
di Indonesia memperoleh Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 17.500.000.000,00.
Penghasilan Kena Pajak Rp
17.500.000.000,00
PPh terutang:
10% x Rp 50.000.000,00
= Rp 5.000.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
30% x Rp 17.400.000.000,00 =
Rp 5.220.000.000,00
Rp 5.232.500.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak setelah
Dikurangi pajak
Rp 12.267.500.000,00
PPh pasal 26 yang terutang:
20% x Rp 12.267.500.000,00 = Rp
2.453.500.000,00
Jika penghasilan setelah dikurangi
pajak tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, atas penghasilan sebesar Rp
12.267.500,00 tidak dipotong PPh Pasal 26.
C.4. SIFAT PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN,
PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 26
Sifat
Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 26
Pada prinsipnya
pemotongan pajak atas penghasilan Wajib Pajak luar negeri adalah bersifat
final, namun atas penghasilan berikut ini pemotongan pajaknya tidak bersifat
final, sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Penghasilan yang dimaksud
(pemotongannya tidak bersifat final) adalah:
a. Penghasilan
kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di
Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk
usaha tetap di Indonesia;
b. Penghasilan
berupa dividen; bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; royalty, sewa sehubungan dengan
jasa, pekerjaan, dan kegiatan; penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negeri; penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha
tetap di Indonesia, kecuali jika penghasilan tersebut ditanamkan kebali di Indonesia,
yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif
antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan
penghasilan tersebut;
c. Penghasilan
Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi
Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.
Penyetoran
dan Pelaporan PPh Pasal 26
Penghasilan
berikut ini terutang Pajak Penghasilan Pasal 26 pada akhir bulan dilakukannya
pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan:
a. Penghasilan
yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk premiu,
diskonto, premi swap, imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
royalty, sewa dan penghasilan lainsehubungan dengan penggunaan harta;
penghasilan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; hadiah dan
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun; pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
b. Penghasilan
dari penjualan harta di Indonesia;
c. Premi
asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
Ketentuan yang berkaitan dengan
penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26 adalah:
a) Pajak
Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong harus disetorkan selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
b) Pemotong
PPh Pasal 26 diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
c) Pemotong
Pajak PPh Pasal 26 harus memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 26 kepada
orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang
dipotong.
d) Pemotongan
PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi
pajak dari semua bentuk usaha tetap di Indonesia, terutang dan harus dibayar
lunas selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun
pajak atau bagian tahun pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan
disampaikan. Namun apabila bentuk usaha tetap tersebut meminta perpanjangan
jangka waktu penyampaian SPT Tahunan, pemotonganPPh Pasal 26 didasarkan pada
perhitungan sementara, terutang dan harus dibayar lunas pada saat surat
permohonan perpanjangan disampaikan, akan tetapi tidak melampaui tanggal dua
puluh lima bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian pajak berakhir.
BAB III
PENUTUP
PPh Pasal 23, merupakan pajak
yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib pajak dalam
negeri (orang pribadi maupun badan) dan bentuk usaha tetap yang berasal dari
modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah
dipotong pajak penghasilan pasal 21. PPh Pasal 23 ini dibayarkan atau terutang
oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Pajak penghasilan pasal 24 atau PPh pasal 24 merupakan
pajak yang dibayar atau yang terutang diluar negeri atas penghasilan dari luar
negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri.
Pasal 26 Undang-undang nomor 17 Tahun 2000 mengatur
tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
DAFTAR PUSTAKA
Resmi, Siti. 2011. Perpajakan Teori & Kasus. Jakarta: Salemba Empat.
Grand Rooftop Casino: Best Places To Play in Las Vegas
BalasHapusGrand Rooftop 원주 출장마사지 is 평택 출장안마 a casino in Las Vegas, Nevada and is open daily 24 hours. The casino's 150,000 square foot gaming floor 속초 출장샵 features 경주 출장안마 table games such 통영 출장마사지 as Blackjack, Roulette