BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Berkembangnya
dunia usaha yang semakin pesat saat ini, membuat pelaku bisnis meningkatkan
kinerja perusahaan untuk mempertahankan dalam persaingan usaha yang terjadi.
Untuk mempertahankan eksistensi didunia usaha, perusahaan dapat membuat suatu
laporan keuangan yang dapat digunakan sebagai informasi kepada pengguna
laporan. Laporan keuangan yang dikeluarkan tersebut harus sesuai dengan
Satandar Akuntansi Keuangan yang telah diatur oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Banyak perusahaan yang kurang memperhatikan terhadap laporan keuangan tersebut
apakah sudah sesuai atau kurang sesuai dengan Standar Akuntansi yang berlaku di
Indonesia. Untuk itu, perusahaan dapat menggunakan jasa audit yang dianggap
independen dalam memeriksa laporan keuangan tersebut, jasa audit yang dimaksud
adalah dengan menggunakan jasa auditor eksternal yang bekerja pada Kantor
Akuntan Publik.
Akuntansi
dengan standar yang berlaku, adalah alat yang digunakan manajemen (dengan
bantuan akuntan) untuk menyajikan laporan keuangan. Praktek akuntansi tentunya
tidak terlepas dari kebijakan manajemen dalam memilih metode yang sesuai dan
diperbolehkan. Kebijakan dan metode yang dipilih dipengaruhi oleh kemampuan
interpretasi standar akuntansi, dan kepentingan manajemen sendiri. Standar
akuntansi mengharuskan adanya pengungkapan (dislosure) atas praktek dan
kebijakan akuntansi yang dipilih, dan diterapkan. Dalam proses penyajian
laporan keuangan, potensial sekali terjadinya ‘asimetri informasi’ atau aliran
informasi yang tidak seimbang antara penyaji (manajemen) dan penerima informasi
(investor dan kreditor). Dalam hal ini yang memiliki informasi lebih banyak
(manajemen) “diduga” potensial memanfaatkannya informasi yang dimiliki untuk
mengambil keuntungan maksimal.
Pelaku
‘creative accounting’ sering juga dipandang sebagai opportunis. Dalam teori
keagenan (agency theory) dijelaskan, adanya kontrak antara pemegang saham
(principal) dengan manajer sebagai pengelola perusahaan (agent), dimana manajer
bertanggung jawab memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham, namun disisi lain
manajer juga mempunyai kepentingan pribadi mengoptimalkan kesejahteraan mereka
sendiri melalui tercapainya bonus yang dijanjikan pemegang saham.
Berdasarkan
hal tersebut Menurut Velasques (2002) salah satu karakteristik utama standar
moral untuk menentukan etis atau tidaknya suatu perbuatan adalah perbuatan
tersebut tidak merugikan orang lain. Cara pandang seseorang dan pengalaman
hidup seseoranglah yang akan berpengaruh terhadap etis tidaknya suatu
perbuatan. Sehingga acuan terbaik dari ‘creative accounting’ atau ‘earning
management’ adalah standar moral dan etika. Pengungkapan atau discolusre yang
memadai adalah sebuah media yang diharuskan standar akuntansi, agar manajemen
dapat menjelaskan kebijakan dan praktek akuntansi yang dipilih.
Salah
satu contoh kasus manipulasi laporan keuangan adalah yang dialami oleh PT.
Kereta Api Indonesia (PT. KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata
kelola yang dijalankan dalam suatu perusahaan dan bagaimana peran dari
tiap-tiap organ pengawas dalam memastikan penyajian laporan keuangan tidak
salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya.
Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris,
khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan
menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal.
Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat
disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Salah satu faktor
yang menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI adalah rumitnya laporan keuangan.
Adanya
ketidakyakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun, ketika
komite audit mempertanyakan laporan tersebut, manajemen merasa tidak yakin
sehingga pihak manajemen menggunakan jasa auditor ekternal. Manfaat dari jasa
audit adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk
pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik
kewajarannya lebih dapat dipercaya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah yakni:
1.
Apa yang dimaksud dengan etika?
2.
Bagaimana etika dalam dunia bisnis?
3.
Bagaimana etika seorang akuntan manajemen?
4.
Bagaimana etika seorang akuntan public?
5.
Apa sebaiknya yang dilakukan perusahaan untuk mengatasi dan mencegah
kecurangan seperti kasus PT KAI?
1.3 TUJUAN
1.
Mengetahui arti etika.
2.
Mengetahui arti etika dalam
dunia bisnis.
3.
Mengetahui bagaimana etika
seorang akuntan manajemen.
4.
Mengetahui bagaimana etika
seorang akuntan public.
5.
Mengetahui apa sebaiknya dilakukan perusahaan untuk mengatasi dan mencegah kecurangan
seperti kasus PT KAI.
BAB II
LANDASAN
TEORI
2.1 ETIKA DALAM BISNIS DAN PROFESI
Secara etimologi Etika berasal dari
bahasa Yunani “Ethos”, yang berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat
dengan Moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam
bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari
hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya,
tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau
moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah
untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Etika adalah perilaku yang baik yang
telah melekat pada diri manusia itu sendiri sebagai pedoman hidup, baik
dilakukan dalam kehidupan pribadi maupun sosial dimasyarakat.
2.1.1
Macam-macam Teori Etika
a.
Etika
Teleologi
Teori teleologi, artinya
mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang hendak dicapai
dengan tindakan itu. Sesuatu pekerjaan dinilai baik jika mempunyai tujuan yang
baik pula.
Dua aliran
etika teleologi :
1.
Egoisme Etis
Inti
pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya
bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya
tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan
memajukan dirinya.
Egoisme ini
baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu
ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai
kenikmatan fisik.
2.
Utilitarianisme
Berasal dari
bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan
adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja
satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Utilitarianisme,
dibedakan menjadi dua macam :
·
Utilitarianisme Perbuatan (Act
Utilitarianism)
·
Utilitarianisme Aturan (Rule
Utilitarianism)
b.
Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang
berarti kewajiban. Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.
Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan
juga salah satu teori etika yang terpenting.
Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :
·
Supaya tindakan punya nilai moral,
tindakan ini harus dijalankan berdasarkan kewajiban
·
Nilai moral dari tindakan ini tidak
tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada
kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti
kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik
·
Sebagai konsekuensi dari kedua
prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan
berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal
c.
Teori Hak
Teori hak adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi
baik buruknya sesuatu. Merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena
berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang
sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama.
d.
Teori
Keutamaan
Memandang sikap atau akhlak seseorang.
Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau
murah hati dan sebagainya.
Keutamaan merupakan disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Keutamaan merupakan disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan :
·
Kebijaksanaan
·
Keadilan
·
Suka bekerja keras
·
Hidup yang baik
Ada dua macam etika yang harus kita
pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :
a.
Etika
Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis
dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam
hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta
sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang
diambil.
b.
Etika
Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai
sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup
ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus
memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Beberapa
manfaat Etika adalah sebagai berikut :
·
Dapat membantu
suatu pendirian dalam beragam pandangan dan moral
·
Dapat membantu
membedakan mana yang tidak boleh dirubah dan mana yang boleh dirubah
·
Dapat membantu
seseorang mampu menentukan pendapat
·
Dapat
menjembatani semua dimensi atau nilai-nilai.
Prinsip-prinsip
etika :
·
Tanggungjawab
·
Kepentingan masyarakat
·
Integritas
·
Objektivitas dan independensi
·
Keseksamaan
·
Lingkup dan sifat jasa
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan
bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan
dan juga masyarakat. Etika bisnis dalam sebuah perusahaan dapat membentuk
nilai, norma dan prilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang
adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham dan masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni
bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan
mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis memiliki tiga aspek
yaitu etika deskriptif mempelajari dan menguraikan moral suatu masyarakat,
kebudayaan dan bangsa, etika normatif secara sistematis berusaha menyajikan
norma-norma moral yang berlaku bagi praktek bisnis, serta memberikan suatu
sistem moral, dan meta-etika adalah studi tentang etika normatif yang mengkaji
makna serta istilah-istilah moral dan logika dari penalaran moral.
Pelanggaran
etika bisnis adalah penyimpangan standar – standar nilai (moral) yang menjadi
pedoman atau acuan sebuah perusahaan (manajer dan segenap karyawannya) dalam
pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Tindakan yang
bertentangan dengan etika bisnis dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan
melawan hukum. Pengertian perbuatan yang melawan hukum dikemukakan dalam pasal
1365 KUH Perdata.
Profesi adalah pekerjaan yang
dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan
yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam.
Prinsip-prinsip
etika profesi :
1.
Prinsip
Keadilan. Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan
profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang
yang dilayani dalam rangka profesinya
2.
Prinsip
Otonomi. Prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar
mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Karena hanya
kaum profesional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada
pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut
Batas-batas prinsip otonomi :
·
Tanggung jawab dan komitmen
profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta
(dampaknya pada) kepentingan masyarakat
·
Kendati pemerintah di tempat pertama
menghargai otonomi kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada
waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak
sampai merugikan kepentingan umum
2.2
AKUNTANSI MANAJEMEN
Akuntasi manajemen
adalah penyatuan bagian manajemen yang mencakup, penyajian dan
penafsiran informasi yang digunakan untuk perumusan strategi, aktivitas
perencanaan dan pengendalian, pembuatan keputusan, optimalisasi penggunaan
sumber daya, pengungkapan kepada pemilik dan pihak luar, pengungkapan kepada
pekerja, pengamanan asset. Chartered Institute of Management Accountant
(1994:30).
Akuntansi
Manajemen berhubungan dengan informasi mengenai perusahaan untuk memberikan
manfaat bagi para pemakai laporan keuangan yang berada dalam perusahaan
(manajemen) sebagai bahan pertimbangan yang mendukung dalam pengambilan
keputusan.
Lingkup
informasi pada Akuntansi Manajemen cenderung lebih sempit, tidak lagi berfokus
pada perusahaan sebagai satu entitas melainkan lebih detil karena lingkup
informasi bertujuan untuk melaporkan bagian-bagian tertentu dari perusahaan,
seperti bagian produksi, bagian pemasaran dan lainnya. Namun kompleksitas
lingkup informasi keuangan yang dihasilkan oleh Akuntansi Manajemen ini
nantinya akan sejalan dengan tingkat-tingkat manajemen yang terlibat dalam
membuat keputusan.
Dalam
fokus informasi, Akuntansi Manajemen cenderung berorientasi pada masa yang akan
datang, karena pengambilan keputusan selalu menyangkut tentang hal-hal yang
berhubungan dengan kebijakan perusahaan di masa yang akan datang, namun untuk
sumber informasi yang akan diolah bisa bervariasi, mulai dari biaya-biaya di
masa lalu (historical cost),
biaya sekarang (current cost) atau biaya masa datang (future cost).
Kriteria
bagi informasi Akuntansi Manajemen tidak dibatasi oleh prinsip-prinsip
akuntansi yang berterima umum, selama itu memberi manfaat bagi pihak manajemen
perusahaan, baik itu dalam hal pengukuran, ataupun perhitungan. Dalam Akuntansi
manajemen, praktik-praktik yang telah terbukti berhasil dan bermanfaat pada
suatu perusahaan kebanyakan akan ditiru oleh perusahaan-perusahaan lain yang
kemudian akan menyebar luas dalam dunia industri. Selain itu, pada Akuntansi
Manajemen tidak ada organisasi ataupun undang-undang yang mengatur
praktik-praktiknya, selama itu bermanfaat untuk manajemen perusahaan maka
perusahaan akan terus menggunakan praktik-praktik tersebut.
Akuntansi
Manajemen menghasilkan informasi yang akan membantu manajemen untuk mengambil
keputusan yang berhubungan dengan kebijakan perusahaan, baik untuk perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian, pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan kebijakan dalam perusahaan selalu menyangkut masa yang akan
datang. Akuntansi Manajemen sering mengumpulkan informasi-informasi yang
relevan dengan pengambilan keputusan dan bersifat taksiran karena pengambilan
keputusan selalu menyangkut tentang masa yang akan datang.
Akuntansi manajemen berperan dalam pemberian informasi historis dan
prospektif untuk memfasilitasi perencanaan. Informasi akuntansi diperlukan
untuk membuat prediksi-prediksi dan estimasi mengenai kejadian ekonomi yang
akan datang dikaitkan dengan kedaan ekonomi dan politik saat ini.
Secara umum tujuan dari sistem akuntansi manajemen adalah
:
·
Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk penghitungan harga pokok jasa,
produk, dan tujuan lain yang diinginkan manajemen
·
Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan, pengendalian,
pengevaluasian, dan perbaikan berkelanjutan
·
Memberikan informasi untuk pengambilan keputusan
Tahap perencanaan dan pengendalian manajerial yaitu :
·
Perencanaan tujuan
·
Perencanaan operasional
·
Penganggaran
·
Pengendalian
·
Pelaporan
Permasalahan dalam akuntansi manajemen antara lain :
·
Efisiensi biaya
·
Kualitas produk
·
Pelayanan
The American
Institute of Certified Public Accountants (AICPA) menyatakan bahwa akuntansi
manajemen sebagai praktik meluas ke tiga bidang berikut :
1.
Manajemen Strategi - Memajukan peran akuntan manajemen sebagai mitra strategis dalam
organisasi
2.
Manajemen Kinerja - Mengembangkan praktik pengambilan keputusan bisnis dan mengelola kinerja
organisasi
3.
Manajemen Risiko - Berkontribusi untuk membuat kerangka kerja dan praktik untuk
mengidentifikasi, mengukur, mengelola dan melaporkan risiko untuk mencapai
tujuan organisasi
Tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang akuntan
manajemen, yaitu:
·
Perencanaan, menyusun dan berpartisipasi dalam mengembangkan sistem
perencanaan, menyusun sasaran-sasaran yang diharapkan, dan memilih cara-cara
yang tepat untuk memonitor arah kemajuan dalam pencapaian sasaran
·
Pengevaluasian, mempertimbangkan implikasi-implikasi historical dan
kejadian-kejadian yang diharapkan, serta membantu memilih cara terbaik untuk
bertindak
·
Pengendalian, menjamin integritas informasi finansial yang berhubungan
dengan aktivitas organisasi dan sumber-sumbernya, memonitor dan mengukur
prestasi, dan mengadakan tindakan koreksi yang diperlukan untuk mengembalikan
kegiatan pada cara-cara yang diharapkan
·
Menjamin pertanggungjawaban sumber, mengimplementasikan suatu sistem
pelaporan yang disesuaikan dengan pusat-pusat pertanggungjawaban dalam suatu
organisasi sehingga sistem pelaporan tersebut dapat memberikan kontribusi
kepada efektifitas penggunaan sumber daya dan pengukuran prestasi manajemen
·
Pelaporan eksternal, ikut berpartisipasi dalam proses mengembangkan
prinsip-prinsip akuntansi yang mendasari pelaporan eksternal
Bagian integral
dari manajemen yang berkaitan dengan proses identifikasi penyajian dan
interpretasi/penafsiran atas informasi yang berguna untuk merumuskan strategi,
proses perencanaan dan pengendalian, pengambilan keputusan, optimalisasi
keputusan, pengungkapan pemegang saham dan pihak luar, pengungkapan entitas
organisasi bagi karyawan, dan perlindungan atas aset organisasi. Akuntansi
Manajemen (Managerial Accounting) berhubungan dengan pengidentifikasian dan
pemilihan yang terbaik dari beberapa alternatif kebijakan atau tindakan dengan
menggunakan data historis atau taksiran untuk membantu pimpinan.
2.2.1
KODE ETIK AKUNTANSI MANAJEMEN
Kode
Etik merupakan suatu pedoman bagi seseorang dalam menjalankan profesinya secara
profesional. Kode etik mengatur seseorang dalam besikap dan berperilaku secara
etis didalam suatu organisasi profesi tersebut. Perilaku etis melibatkan
pemilihan tindakan-tindakan yang benar dan sesuai serta tepat. Tingkah laku
kita mungkin benar atau salah; sesuai atau menyimpang; dan keputusan yang kita
buat dapat adil atau berat sebelah. Orang sering berbeda pandangan terhadap
arti istilah etis; tatapi tampaknya terdapat suatu prinsip umum yang mendasari
semua sistem etika. Prinsip ini diekspresikan oleh keyakinan bahwa setiap
anggota kelompok mempunyai tanggung jawab untuk kebaikan anggota lainnya.
Keinginan untuk berkorban demi kebaikan kelompoknya merupakan inti dari
tindakan yang etis.
Ada
sepuluh nilai inti yang diidentifikasi menghasilkan prinsip-prinsip yang
melukiskan benar dan salah dalam kerangka umum. Sepuluh nilai tersebut adalah :
1.
Kejujuran
(honesty)
2.
Integritas
(integrity)
3.
Memegang janji
(promise keeping)
4.
Kesetiaan
(fidelity)
5.
Keadilan
(fairness)
6.
Kepedulian
terhadap sesama (caring for others)
7.
Penghargaan
kepada orang lain (respect for others)
8.
Kewarganegaraan
yang bertanggung jawab (responsible citizenship)
9.
Pencapaian
kesempurnaan (pursuit of excellence)
10. Akuntabilitas
(accountibility)
IMA (Institute of Management
Accountants) mengeluarkan suatu pernyataan yang menguraikan tentang standar
perilakuk etis akuntan manajemen. Akuntan manajemen tidak akan melakukan
tindakan-tindakan yang bertentangan dengan standar ini atau mereka tidak akan
menerima pelaksanaan tindakan-tindakan tersebut dari orang lain dalam
organisasi mereka.
Standar
etika akuntan manajemen, yaitu :
1.
Competence (kompetensi)
Artinya dia harus memelihara pengetahuan dan keahlian yang sepantasnya,
mengikuti hukum, peraturan dan standar teknis, dan membuat laporan yang jelas
dan lengkap berdasarkan informasi yang dapat dipercaya dan relevan.
a)
Pengetahuan Profesional adalah menunjukkan tingkat mahir keahlian
profesional dalam pengetahuan akuntansi agar menjaga tetap terkini dengan
perkembangan dan tren. Pengetahuan dan kemampuan untuk menggunakan teknologi
informasi yang berlaku dan sistem untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan.
b)
Keuangan monitoring dan analisis adalah memantau dan mengumpulkan data
untuk menilai akurasi dan integritas kuat dalam menganalisis data yang
bertujuan untuk memastikan kepatuhan dengan standar yang berlaku dengan
peraturan dan sistem pengendalian internal, menafsirkan dan mengevaluasi hasil
guna mempersiapkan dokumentasi dan membuat laporan keuangan dan/atau
presentasi.
c)
Pengambilan keputusan adalah penggunaan pendekatan yang efektif untuk
memilih tindakan atau mengembangkan solusi yang sesuai untuk mencapai
kesimpulan, mengambil tindakan yang konsisten dengan fakta-fakta yang tersedia.
d)
Pengawasan adalah menunjukkan sifat disiplin, menetapkan standar kinerja
dan mengevaluasi kinerja dari karyawan untuk mempertahankan tenaga kerja yang
beragam untuk mengelola dan memastikan kepatuhan dengan sumber daya manusia
kebijakan dan prosedur, memantau dan menilai pekerjaan dengan memberikan umpan
balik, memberikan teknis pengawasan, mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan karyawan; rencana dan dukungan karyawan di peluang pengembangan
karir.
e)
Komunikasi dan keterampilan interpersonal adalah menyampaikan informasi
kepada perorangan atau kelompok dengan memberikan presentasi yang cocok untuk
karakteristik dan kebutuhan penonton, menyampaikan informasi secara lisan atau
secara tertulis kepada individu atau kelompok untuk memastikan bahwa mereka
mengerti informasi dan pesan serta mendengarkan dan merespons dengan tepat
kepada orang lain. Kemampuan untuk membangun hubungan kerja yang efektif yang
mendorong keberhasilan organisasi.
Auditor harus
menjaga kemampuan dan pengetahuan profesional mereka pada tingkatan yang cukup
tinggi dan tekun dalam mengaplikasikannya ketika memberikan jasanya,
diantaranya menjaga tingkat kompetensi profesional, melaksanakan tugas
profesional yang sesuai dengan hukum dan menyediakan laporan yang lengkap dan
transparan.
Akuntan
manajemen bertanggung jawab untuk :
1.
Menjaga tingkat
kompetensi profesional yang diperlukan dengan terus menerus mengembangkan
pengetahuan dan keahliannya
2.
Melakukan
tugas-tugas profesionalnya sesuai dengan hukum, peraturan, dan standar teknis
yang berlaku
3.
Menyusun laporan
dan rekomendasi yang lengkat serta jelas setelah melakukan analisis yang benar
terhadap informasi yang relevan dan dapat dipercaya
2. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasian harus terdefinisi dengan baik, dan prosedur untuk menjaga
kerahasiaan informasi harus diterapkan secara berhati-hati, khususnya untuk
komputer yang bersifat standalone atau
tidak terhubung ke jaringan. Aspek penting dari kerahasiaan adalah
pengidentifikasian atau otentikasi terhadap user. Identifikasi positif dari setiap user sangat penting
untuk memastikan efektivitas dari kebijakan yang menentukan siapa saja yang
berhak untuk mengakses data tertentu.
Auditor
harus dapat menghormati dan menghargai kerahasiaan informasi yang diperoleh
dari pekerjaan dan hubungan profesionalnya, diantaranya meliputi menahan diri
supaya tidak menyingkap informasi rahasia, menginformasikan pada bawahan
(subordinat) dengan memperhatikan kerahasiaan informasi, menahan diri dari
penggunaan informasi rahasia yang diperoleh.
Akuntan
manajemen bertanggun jawab untuk :
1. Menahan
diri untuk tidak mengungkapkan tanpa ijin informasi rahasia berkenaan dengan tugas-tugasnya,
kecuali diharuskan secara hukum
2. Memberitahu
bawahan seperlunya kerahasiaan dari informasi yang berkenaan dengan
tugas-tugasnya dan memonitor aktivitas mereka untuk menjaga kerahasiaan tersebut
3. Menahan
diri dari penggunaan informasi rahasia yang berkaitan dengan tugas-tugasnya
untuk tujuan tidak etis dan sah baik secara pribadi maupun melalui pihak ketiga
3. Integrity (integritas)
Integritas (integrity) adalah
perlindungan terhadap sistem dari perubahan yang tidak terotorisasi, baik
secara sengaja maupun secara tidak sengaja.
Auditor
harus jujur dan bersikap adil serta dapat dipercaya dalam hubungan
profesionalnya. Meliputi menghindari konflik kepentingan yang tersirat maupun
tersurat, menahan diri dari aktivitas yang akan menghambat kemampuan, menolak
hadiah, bantuan, atau keramahan yang akan mempengaruhi segala macam tindakan
dalam pekerjaan, mengetahui dan mengkomunikasikan batas-batas profesionalitas,
mengkomunikasikan informasi yang baik maupun tidak baik, menghindarkan diri
dalam keikutsertaan atau membantu kegiatan yang akan mencemarkan nama baik
profesi.
Akuntan
manajemen bertanggung jawab untuk :
1.
Menghindari
konflik kepentingan aktual atau terlihat nyata dan mengingatkan semua pihak
terhadap potensi konflik
2.
Menahan diri
dari keterlibatan berbagai aktivitas yang akan menimbulkan kecurigaan terhadap
kemampuan mereka untuk melakukan tugasnya secara etis
3.
Menolak
pemberian, penghargaan, dan keramah-tamahan yang dapat mempengaruhi mereka
dalam bertugas
4.
Menahan diri
untuk tidak melakukian penggerogotan terhadap legitimasi organisasi dan
tujuan-tujuan etis, baik secara pasif maupun aktif
5.
Mengenali dan
mengkomunikasikan berbagai batasan profesional atau kendala lainnya yang akan
menghalangi munculnya penilaian yang bertanggung jawab atau kinerja sukses dari
suatu aktivitas
6.
Mengkomunikasikan
informasi yang baik atau buruk dan penilaian atau opini profesional
7.
Menahan diri
dari keterlibatan dalam aktivitas yang merugikan profesi
4. Objective of Management Accountant (Tujuan dari Akuntansi Manajemen)
Tujuan dari Akuntansi Manajemen adalah profesi yang melibatkan bermitra
dalam keputusan manajemen membuat, merancang perencanaan dan kinerja sistem
manajemen, dan menyediakan keahlian dalam melalui laporan keuangan dan kontrol
untuk membantu manajemen dalam perumusan dan implementasi strategi organisasi.
Auditor
tidak boleh berkompromi mengenai penilaian profesionalnya karenadisebabkan
prasangka, konflik kepentingan dan terpengaruh orang lain, seperti
memberitahukan informasi dengan wajar dan objektif dan mengungkapkan sepenuhnya
informasi relevan.
Akuntan
manajemen bertanggung jawab untuk :
1.
Mengkomunikasikan
informasi dengan adil dan objektif
2.
Mengungkapkan
semua informasi relevan yang dapat diharapkan mempengaruhi pemahaman pengguna
terhadap laporan, komentar, dan rekomendasi yang dikeluarkan
5. Whistle blowing
Merupakan Tindakan yang dilakukan seorang atau beberapa
karyawan untuk membocorkan kecurangan perusahaan kepada pihak lain. Motivasi
utamanya adalah moral. Whistle blowing sering disamakan begitu saja dengan
membuka rahasia perusahaan.
Whistle
blowing dibagi menjadi dua yaitu :
1.
Whistle Blowing internal, yaitu kecurangan dilaporkan kepada pimpinan
perusahaan tertinggi, pemimpin yang diberi tahu harus bersikap netral dan
bijak, loyalitas moral bukan tertuju pada orang, lembaga, otoritas, kedudukan,
melainkan pada nilai moral: keadilan, ketulusan, kejujuran, dan dengan demikian
bukan karyawan yang harus selalu loyal dan setia pada pemimpin melainkan sejauh
mana pimpinan atau perusahaan bertindak sesuai moral
2.
Whistle Blowing eksternal, yaitu membocorkan kecurangan perusahaan kepada
pihak luar seperti masyarakat karena kecurangan itu merugikan masyarakat,
motivasi utamanya adalah mencegah kerugian bagi banyak orang, yang perlu
diperhatikan adalah langkah yang tepat sebelum membocorkan kecurangan terebut
ke masyarakat, untuk membangun iklim bisnis yang baik dan etis memang
dibutuhkan perangkat legal yang adil dan baik.
6. Creative Accounting (Akuntansi kreatif)
Creative Accounting adalah praktek akuntansi yang
mengikuti peraturan dan undang-undang yang diperlukan, tetapi menyimpang dari
standar apa yang mereka berniat untuk menyelesaikan. Akuntansi kreatif
memanfaatkan pada celah di standar akuntansi untuk memerankan palsu citra yang
lebih baik perusahaan. Semua proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan
pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan
menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan.
Creative accounting melibatkan
begitu banyak manipulasi, penipuan, penyajian laporan keuangan yang tidak
benar, seperti permainan pembukuan (memilih penggunaan metode alokasi,
mempercepat atan menunda pengakuan atas suatu transasksi dalam suatu periode ke
periode yang lain).
7. Fraud (kecurangan)
Kecurangan (Fraud) sebagai
suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak
wajar dan salah menyajikan fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam
bahasa yang lebih sederhana, fraud adalah
penipuan yang disengaja. Hal ini termasuk berbohong, menipu, menggelapkan dan
mencuri. Yang dimaksud dengan penggelapan disini adalah merubah asset/kekayaan
perusahaan yang dipercayakan kepadanya secara tidak wajar untuk kepentingan
dirinya. Fraud dapat
dilakukan oleh seseorang dari dalam maupun dari luar perusahaan. Fraud umumnya dilakukan oleh orang
dalam perusahaan (internal fraud)
yang mengetahui kebijakan dan prosedur perusahaan.
Mengingat adanya pengendalian (control) yang diterapkan secara ketat oleh hampir semua
perusahaan untuk menjaga asetnya, membuat pihak luar sukar untuk melakukan
pencurian. Internal fraud terdiri
dari 2 (dua) kategori yaitu Employee
fraud yang dilakukan
oleh seseorang atau kelompok orang untuk memperoleh keuntungan finansial
pribadi maupun kelompok dan Fraudulent
financial reporting.
Fraudulent financial reporting adalah perilaku yang
disengaja atau ceroboh, baik dengan tindakan atau penghapusan, yang
menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan (bias). Fraudulent financial reporting yang
terjadi disuatu perusahaan memerlukan perhatian khusus dari auditor independen.
Penyebab fraudulent
financial reporting umumnya 3 (tiga) hal :
1.
Manipulasi, falsifikasi, alterasi atas catatan akuntansi dan dokumen
pendukung atas laporan keuangan yang disajikan
2.
Salah penyajian (misrepresentation)
atau kesalahan informasi yang signifikan dalam laporan keuangan
3.
Salah penerapan (misapplication)
dari prinsip akuntansi yang berhubungan dengan jumlah, klasifikasi,
penyajian (presentation) dan
pengungkapan (disclosure).
Fraudulent financial reporting juga dapat disebabkan adanya kolusi antara
manajemen dengan auditor independen. Salah satu upaya untuk mencegah adanya
kolusi tersbut, maka perlu dilakukan rotasi auditor independen dalam melakukan
audit suatu perusahaan.
Proses fraud
biasanya terdiri dari 3 macam, yaitu pencurian (theft) dari sesuatu yang berharga (cash, inventory, tools, supplies, equipment atau data),
konversi (conversion) asset yang
dicuri kedalam cash dan
pengelabuhan / penutupan (concealment)
tindakan kriminal agar tidak dapat terdeteksi.
Unsur-unsur
fraud antara lain sekurang-kurangnya melibatkan dua pihak (collussion), tindakan
penggelapan/penghilangan atau false representation dilakukan
dengan sengaja, menimbulkan kerugian nyata atau potensial atas tindakan pelaku
fraud. Meskipun perusahaan secara hukum dapat menuntut pelaku fraud, ternyata
tidak mudah usaha untuk menangkap para pelaku fraud, mengingat
pembuktiannya relatif sulit.
Jenis-jenis fraud, yaitu :
1.
Pemalsuan (Falsification) data
dan tuntutan palsu (illegal act). Hal
ini terjadi manakala seseorang secara sadar dan sengaja memalsukan suatu fakta,
laporan, penyajian atau klaim yang mengakibatkan kerugian keuangan atau
ekonomi dari para pihak yang menerima laporan atau data palsu tersebut.
2.
Penggelapan kas (embezzlement
cash), pencurian persediaan/aset (Theft
of inventory / asset) dan kesalahan (false) atau misleading catatan
dan dokumen. Penggelapan kas adalah kecurangan dalam pengalihan hak milik
perorangan yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai hak milik itu di mana
pemilikan diperoleh dari suatu hubungan kepercayaan.
3.
Kecurangan Komputer (Computer fraud)
meliputi tindakan ilegal yang mana pengetahuan tentang teknologi komputer
adalah esensial untuk perpetration,
investigation atau prosecution.
Dengan menggunakan sebuah komputer seorang fraud perpetrator dapat mencuri lebih banyak dalam waktu lebih
singkat dengan usaha yang lebih kecil. Pelaku fraud telah menggunakan berbagai metode untuk melakukan Computer fraud .
Kecurangan
pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi terhadap
prestasi pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang
merupakan sumber penyajian kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena
kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah
irregularities (ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali
dinamakan kecurangan manajemen (management fraud), misalnya berupa manipulasi,
pemalsuan, atau laporan keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau
sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi, kejadian, atau
informasi penting dari laporan keuangan.
Karakteristik Kecurangan :
a.
Oleh pihak perusahaan, yaitu :
·
Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena
kecurangan pelaporan keuangan (misstatements
arising from fraudulent financial reporting).
·
Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa
penyalahgunaan aktiva (misstatements
arising from misappropriation of assets).
b.
Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha, dan pihak
asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
Faktor Pemicu Fraud
:
1.
Greed (keserakahan)
2.
Opportunity (kesempatan)
3.
Need (kebutuhan)
4.
Exposure (pengungkapan)
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang
berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual).
Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure merupakan faktor yang
berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga
faktor generik/umum).
a.
Faktor generic
·
Kesempatan (opportunity) untuk
melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek
kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap
kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil.
Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang
lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan
·
Pengungkapan (exposure) suatu
kecurangan belum menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut baik oleh
pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku
kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.
b.
Faktor individu
·
Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed).
·
Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih cenderung berhubungan dengan pandangan/pikiran
dan keperluan pegawai/pejabat yang terkait dengan aset yang dimiliki
perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu tekanan (pressure) yang dihadapi dalam bekerja
dapat menyebabkan orang yang jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan
Gejala Adanya Fraud
:
Fraud (Kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan
dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu
diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut, adapun gejala
tersebut adalah :
1.
Gejala kecurangan pada manajemen :
·
Ketidakcocokan diantara manajemen puncak
·
Moral dan motivasi karyawan rendah
·
Departemen akuntansi kekurangan staf
·
Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak
konsumen, pemasok, atau badan otoritas
·
Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi
·
Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang meningkat
·
Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang
lama
·
Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan
·
Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku
2.
Gejala kecurangan pada karyawan/pegawai
·
Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa
perincian/penjelasan pendukung
·
Pengeluaran tanpa dokumen pendukung
·
Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar
·
Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran
·
Kekurangan barang yang diterima
·
Kemahalan harga barang yang dibeli
·
Faktur ganda
·
Penggantian mutu barang
Pencegahan dan Pendeteksian Fraud :
Dalam mencegah
dan mendeteksi serta menangani fraud sebenarnya
ada beberapa pihak yang terkait: yaitu akuntan (baik sebagai auditor internal,
auditor eksternal, atau auditor forensik) dan manajemen perusahaan.
1.
Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi
atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate
governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan
pendelegasian wewenang.
2.
Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada
dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang
bertujuan untuk memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi
yang memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.
3.
Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan
untuk mendeteksi fraud sebelum
menjadi besar dan membahayakan perusahaan.
4.
Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor
forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran
dan tingkat kefatalan fraud,
tanpa memandang apakah fraud itu
hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan ataukah
pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan atau
penyalahgunaan aset.
8. Fraud auditing (kecurangan auditor)
Fraud Auditing (Audit Kecurangan) yang merupakan salah
satu bidang tugas Auditor. Perkembangan teknologi informasi, e-commerce dsb
yang berpengaruh secara langsung atau tidak langsung dalam operasional
perusahaan telah membuka celah baru bagi munculnya praktek-praktek fraud yang
berakibat fatal bagi perusahaan. Mengantisipasi hal itu maka Auditor Internal
sudah seyogianya meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi dan mencegah timbulnya
kecurangan tersebut serta mencari solusi terbaik agar hal itu tidak terjadi.
Tugasnya ada 2 yaitu :
1.
Auditor Internal yang ingin memiliki landasan pengetahuan yang kuat di
bidang fraud auditing baik menyangkut pencegahan, pendeteksian ataupun dalam
investigasinya
2.
Operations managers yang ingin mengembangkan wawasan dan pengetahuannya
dalam pendeteksian dan pencegahan kecurangan
2.3 EARNING MANAGEMENT ( MANAJEMEN LABA )
Manajemen
laba adalah salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan
keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat
mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa
tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setiawati dan Na’im, 2000 dalam
Rahmawati dkk, 2006).
Manajemen
laba merupakan area yang kontroversial dan penting dalam akuntansi
keuangan. Manajemen laba tidak selalu diartikan sebagai suatu upaya negatif
yang merugikan karena tidak selamanya manajemen laba berorientasi pada
manipulasi laba. Manajemen laba tidak selalu dikaitkan dengan upaya untuk
memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih condong dikaitkan
dengan pemilihan metode akuntansi yang secara sengaja
dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dalam batasan GAAP. Pihak-pihak
yang kontra terhadap manajemen laba, menganggap bahwa manajemen laba merupakan
pengurangan dalam keandalan informasi yang cukup akurat mengenai laba untuk
mengevaluasi return dan resiko portofolionya (Ashari dkk, 1994 dalam Assih,
2004).
Konsep earning management menggunakan
pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa "praktek
earning management dipengaruhi oleh konflik antara kepentingan manajemen
(agent) dan pemilik (principal) yang timbul karena setiap pihak
berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang
dikehendakinya". Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu
semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan
konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak principal termotivasi
mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang
selalu meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan
ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi,
pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat terutama
karena principal tidak dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari untuk
memastikan bahwa manajemen bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham
(pemilik).
Dalam hubungan keagenan, principal tidak
memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent. Agent mempunyai lebih
banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan
secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan
informasi yang dimiliki oleh principal dan agent. Ketidakseimbangan informasi
inilah yang disebut dengan asimetri informasi. Adanya asumsi bahwa
individu-individu bertindak untuk memaksimalkan dirinya sendiri, mengakibatkan
agent memanfaatkan adanya asimetri informasi yang dimilikinya untuk
menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Asimetri
informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal dan agent
mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada
principal terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja
agent. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah yang disebut sebagai
earning management.
Menurut Healy dan Wahlen menyatakan
bahwa earning management terjadi ketika para manajer menggunakan keputusannya
dalam pelaporan keuangan dan dalam melakukan penyusunan transaksi untuk
mengubah laporan keuangan baik untuk menimbulkan gambaran yang salah bagi
stakeholder tentang kinerja ekonomis perusahaan, ataupun untuk mempengaruhi
hasil kontraktual yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Ada dua cara memahami earning management
yaitu sebagai berikut:
1.
Memandang earning management sebagai
perilaku oportunistik manajer untuk memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi
kontrak kompensasi, utang, dan kos politik
2.
Memandang earning management dari
perspektif kontrak efisien, artinya earning management memberi fleksibilitas
bagi manajer untuk melindungi diri dan perusahaan dalam mengantisipasi
kejadian-kejadian tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam
kontrak. Dengan demikian, manajer mungkin dapat mempengaruhi nilai pasar perusahaannya
melalui earning management
Menurut Watt dan
Zimmerman tujuan yang akan dicapai oleh manajemen melalui earning management
meliputi: mendapatkan bonus dan kompensasi lainnya, mempengaruhi keputusan
pelaku pasar modal, menghindari biaya politik.
Pola
Dalam Earning Management
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh
manajer untuk mempengaruhi waktu, jumlah, atau makna transaksi dalam pelaporan
keuangan dengan melakukan pemilihan metode akuntansi dan accounting judgment.
Menurut Scott (2003:383) berbagai pola yang sering dilakukan manajer dalam
earning management adalah:
1.
Taking a bath
Terjadinya taking a bath pada periode
stress atau reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru. Bila pemisahaan hams
melaporkan laba yang tinggi, manajer dipaksa untuk melaporkan laba yang tinggi,
konsekuensinya manajer akan menghapus aktiva dengan harapan laba yang akan
datang dapat meningkat. Bentuk ini mengakui adanya biaya pada periode yang akan
datang sebagai kerugian pada periode berjalan, ketika kondisi buruk yang tidak
menguntungkan tidak dapat dihindari pada periode tersebut. Untuk itu manajemen
hams menghapus beberapa aktiva dan membebankan perkiraan biaya yang akan datang
pada saat ini serta melakukan clear the desk sehingga laba yang dilaporkan di
periode yang akan datang meningkat
2.
Income minimization
Bentuk ini mirip dengan "taking a
bath", tetapi lebih sedikit ekstrim, yakni dilakukan sebagai
alasan politis pada periode laba yang
tinggi dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak
berwujud dan mengakui pengeluaran-pengeluaran sebagai biaya. Pada saat
profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat
perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas
barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk
penelitian dan pengembangan, hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi.
3.
Income maximization
Tindakan ini bertujuan untuk melaporkan
net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Perencanaan bonus
yang didasarkan pada data akuntansi mendorong manajer untuk memanipulasi data
akuntansi tersebut guna menaikkan laba untuk meningkatkan pembayaran bonus
tahunan. Jadi tindakan ini dilakukan pada saat laba menurun. Perusahaan yang
melakukan pelanggaran perjanjian hutang mungkin akan memaksimalkan pendapatan
4.
Income smoothing
Bentuk ini mungkin yang paling menarik.
Hal ini dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan untuk tujuan pelaporan
eksternal, terutama bagi investor karena pada umumnya investor lebih menyukai
laba yang relatif stabil.
Teknik untuk merekayasa laba dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, Pertama yaitu memanfaatkan peluang untuk
membuat estimasi akuntansi, antara lain: estimasi tingkat piutang tak tertagih,
estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak
berwujud, estimasi biaya garansi. Kedua yaitu mengubah metode akuntansi.
Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi,
contoh: mengubah metode depresiasi aktiva tetap yaitu dari metode depresiasi
angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. Ketiga yaitu menggeser periode
biaya atau pendapatan, misalnya: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk
penelitian dan pengembangan sampai periode akuntansi berikutnya, mempercepat
atau menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya,
mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, menjual investasi
sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba, mengatur saat penjualan aktiva tetap
yang sudah tidak dipakai.
Pendekatan lain yang digunakan dalam
mengendalikan net income : Pertama, dengan mengendalikan transaksi-transaksi
akrual, dimana transaksi akrual memiliki pengaruh terhadap pendapatan dan biaya
namun tidak tampil pada arus kas. Contoh: amortisasi dan depresiasi adalah
sepenuhnya dikuasai oleh perusahaan dalam hal menentukan masa manfaatnya
sehingga perusahaan dapat mengatur besarnya pembebanan pada biaya sesuai
keinginan manajemen dalam rangka mencapai hasil akhir pada net income yang
diinginkan. Terdapat dua konsep akrual yaitu: discretionary accrual dan non
discretionary accrual. Discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba atau
beban yang bebas tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen,
sedangkan non discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba yang wajar,
yang tunduk pada suatu standar atau prinsip akuntansi yang berlaku umum. Kedua,
dengan mengubah kebijakan akuntansi, manajemen juga dapat menentukan net income
yang diinginkan, namun hasrat manajemen untuk melaksanakan hal ini tidak sekuat
accrual items. Alasannya adalah manajemen harus menjelaskannya dalam disclosure
pada laporan keuangan tahunan. Dan alasan ini adalah bahwa standar akuntansi
tentang konsistensi mencegah terjadinya perubahan kebijakan akuntansi sesering
mungkin.
Earning management merupakan fenomena
yang sukar dihindari karena fenomena ini hanya dampak dari penggunaan dasar
akrual dalam penyusunan laporan keuangan. Dasar akrual disepakati sebagai dasar
penyusunan laporan keuangan karena dasar akrual memang lebih rasional dan adil
dibandingkan dasar kas.
Cara Menentukan Adanya Earning
Management
Dalam menentukan ada atau tidaknya
tindakan earning management dapat dideteksi melalui pendekatan total accruals.
Salah satu kelebihan dari pendekatan total accruals adalah pendekatan tersebut
berpotensi untuk dapat mengungkapkan cara-cara untuk menurunkan atau menaikkan
keuntungan, karena cara-cara tersebut kurang mendapat perhatian untuk diketahui
pihak luar.
Total accruals terdiri dari
discretionary accruals (karena kebijakan manajemen) dan non-discretionary
accruals, dimana total accruals (non-kebijakan manajemen) digunakan sebagai
proxy dari discretionary accruals karena discretionary accruals tidak mudah
diobservasi oleh para pemakai laporan keuangan. Pendekatan ini berasumsi bahwa
komponen non-discretionary accruals cenderung stabil sepanjang waktu, sehingga
yang layak untuk dipertimbangkan adalah komponen discretionary accruals.
Discretionary accruals adalah pengakuan akrual laba/ beban yang bebas tidak diatur
dan menampakan pilihan kebijakan manajemen. Contoh: pada akhir tahun buku
perusahaan mengetahui bahwa suatu piutang tertentu tidak dapat ditagih.
Perusahaan dapat melakukan pencatatan kapan piutang tersebut dihapuskan, pada
periode buku sekarang atau pada tahun buku berikutnya. Sedangkan
non-discretionary accruals adalah sebaliknya, pengakuan akrual laba yang wajar
yang tunduk pada suatu standar/ prinsip akuntansi yang berlaku secara umum.
Contoh: satu fakta yang sama dapat dilaporkan dengan cara yang berbeda, mesin
yang sama dapat didepresiasikan dengan dua metode yang berbeda (garis lurus/
saldo menurun) atau dengan dua estimasi umur ekonomis yang berbeda. Perbedaan
metode/ perbedaan estimasi tersebut akan menghasilkan nilai akhir (laba) yang
sedikit berbeda. Oleh karena non-discretionary accruals merupakan akrual wajar,
dan apabila dilanggar akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan (tidak wajar)
maka non-discretionary accruals ini tidak relevan dalam objek penelitian ini.
Oleh karena itu bentuk akrual yang dianalisis dalam penelitian ini adalah
bentuk discretionary accruals yang merupakan akrual tidak normal dan menimpakan
pilihan kebijakan manajemen.
Sisi ’Baik” Managemen Laba
Alasan lain untuk perkembangan manajemen
laba adalah bahwa ada "baik" sisi untuk itu. Seperti disebutkan, kita
dapat mempertimbangkan sisi baik dari manajemen laba baik dari kontraktor dan
perspektif pelaporan keuangan. Dari perspektif kontrak sejauh mana laba
manajemen bisa baik berhubungan dengan kontrak yang efisien versus oportunistik
bentuk teori akuntansi positif. Berdasarkan kontrak yang efisien, maka
diinginkan untuk memberikan manajer beberapa kemampuan untuk mengelola
pendapatan di dalam menghadapi kontak lengkap dan kaku. Kita harus berhati-hati
untuk tidak selalu menafsirkan bukti manajemen laba untuk bonus, perjanjian
hutang, dan alasan-alasan politik sebagai buruk. Manajemen laba bisa menjadi
alat untuk menyampaikan informasi kepada pasar, sehingga harga saham dapat
lebih mencerminkan prospek masa depan perusahaan.
Sisi ”Buruk” Managemen Laba
1.
Menurut Healy (1999), manajemen laba
mengaburkan informasi kinerja ekonomis perusahaan karena ada kondisi dimana
manajer perusahaan memiliki akses informasi secara langsung sementara sebagian
stakeholder tidak. Ada sebagian informasi yang tidak tersampaikan ke
stakeholder. Manajer disisi lain, memang dapat menggunakan kebijakan untuk
membuat laporan keuangan lebih informatif, mencerminkan kinerja perusahaan
sesungguhnya, misalnya melalui pemilihan metode akuntansi atau estimasi untuk
memberikan sinyal yang memadai agi penilaian kinerja perusahaan. Akan tetapi
kebijakan akuntansi untuk membuat laporan keuangan lebih informatif kepada
pengguna tidak masuk dalam definisi.
2.
Kontroversi muncul ketika manajemen laba
dikaitkan dengan moral/etika, apakah tindakan manajer melakukan manajemen laba
tidak akan menyesatkan pemakai laporan keuangan. Apalagi karena laba merupakan
komponen penting yang dipantau para pemakai laporan keuangan. Ditinjau dari
legalitas, tidak ada yang dilanggar karena pemilihan metode akuntansi tidak
melanggar standar akuntansi yang berlaku di samping merupakan kewenangan
manajer untuk memilih metode akuntansi yang akan dipakai. Menilai etis atau
tidaknya manajemen laba dapat dilihat dari sudut pandang pencapaian
keseimbangan antara kepentingan individu (manajer) dengan kewajiban terhadap
pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan (stakeholder). Yang dimaksud dengan
stakeholder adalah pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, kreditur dan
investor. Penilaian tersebut hanya dapat dilakukan kalau manajer melakukannya
secara sadar, artinya menyadari implikasi jangka panjang yang ditimbulkan.
Tekanan persaingan untuk menghasilkan laba yang tinggi bisa menyebabkan
perilaku tidak etis, terutama untuk perusahaan yang menggunakan angka akuntansi
untuk penilaian kinerja secara mutlak. Manajer dengan kinerja keuangan
yangburuk dan perusahaan dengan laba rendah lebih mudah melakukan tindakan
tidak etis dibandingkan manajer dengan kinerja keuangan baik dan perusahaan
dengan laba.
Beberapa hal yang memotivasi
manajer untuk melakukan manajemen laba :
1.
Motif kontrak bonus
Perusahaan yang memberikan bonus/kompensasi kepada manajer berdasarkan
kinerja mereka yang didasarkan pada laba perusahaan yang dicapai maka hal
tersebut akan mendorong manajer untuk malakukan manajemen laba. Manajer
perusahaan yang memperoleh laba dibawah target laba akan melakukan manipulasi
laba agar memperoleh bonus yang maksimal di masa yang akan datang.
2.
Motif kontrak hutang
Hipotesis debt covenant menyatakan
bahwa manajer termotivasi melakukan manajemen laba untuk menghindari
pelanggaran perjanjian utang.
3.
Motif politik
Motivasi politik timbul karena manajemen memanfaatkan kelemahan akuntansi
yang menggunakan estimasi akrual serta pemilihan metode akuntansi dalam rangka
menghadapi berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
4.
Motif perpajakan
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi
yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi
digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan. Pihak manajemen perusahaan cenderung untuk
mentransfer labanya pada periode setelah undang-undang perpajakan karena pada
periode ini tarif pajak penghasilannya telah menurun sehingga perusahaan dapat
memperoleh penghematan pajak.
5.
Pergantian CEO
Bonus plan hipotesis mempredikasi bahwa semakin mendekati periode pensiun
seorang CEO akan cenderung melakukan strategi income maximization untuk meningkatkan bonus mereka.
6.
Penawaran saham perdana (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum
memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba
dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
2.3.1 TEORY AGENCY ( TEORI KEAGENAN )
Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari
praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari
sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.
Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi
wewenang yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu
manajer.
Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi
muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain
(agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang
pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara principal dan
agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical
information) karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih
banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan
kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan
mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui
principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi
angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara
melakukan manajemen laba.
Kemudian, masalah keagenan juga
akan timbul jika pihak manajemen atau agen perusahaan tidak atau kurang
memiliki saham biasa perusahaan tersebut. Karena dengan keadaan ini menjadikan
pihak manajemen tidak lagi berupaya untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan
dan mereka berusaha untuk mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung oleh
pemegang saham. Cara yang dilakukan pihak manajemen adalah dalam bentuk
peningkatan kekayaan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas perusahaan.
Dijelaskan dalam Jensen dan Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan Brigham
(1994), bahwa masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu;
(1) antara pemegang saham dan manajer, dan (2) antara pemegang saham dan kreditor. Jika suatu perusahaan berbentuk
perusahaan perorangan yang dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka dapat
diasumsikan bahwa manajer–pemilik tersebut akan mengambil setiap tindakan yang
mungkin, untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam bentuk
peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas
eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka
mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian
saham perusahaan kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera
timbul. Keadaan ini menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih lagi
untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya atas kekayaan
tersebut telah berkurang sesuai dengan pengurangan kepemilikan mereka. Atau
mungkin saja manajer menetapkan gaji yang besar bagi dirinya atau menambah
fasilitas eksekutif, karena sebagian di antaranya akan menjadi beban pemegang
saham lainnya.
Konflik antara pemegang saham dengan kreditur. Kreditur
menerima uang dalam jumlah tetap dari perusahaan (bunga hutang),sedangkan
pendapatan pemegang saham bergantung pada besaran laba perusahaan. Dalam
situasi ini, kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan
untuk membayar kembali utangnya, dan pemegang saham lebih memperhatikan kemampuan
perusahaan untuk memperoleh kembalian yang besar adalah melakukan investasi
pada proyek-proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan proyek yang berisiko
itu berhasil maka kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapi apabila
proyek mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugian akibat
dari ketidakmampuan pemegang saham untuk memenuhi kewajibannya. Untuk
mengantisipasi kemungkinan rugi, maka kreditur melakukan
pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu pembatasan adalah
membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam proyek baru. Konflik
antara pemegang saham dengan pihak manajemen walaupun telah dilakukan kontrak
kerja yang sah antara pihak principal dan agent, namun di sisi lain pihak agent
memiliki pengetahuan yang lebih banyak mengenai perusahaan.
Jensen dan Meckling dalam Isnanta (2008),
menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsikan pemegang saham sebagai
prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak
oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu
manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan
terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib mempertanggungjawabkan
semua upayanya kepada pemegang saham. Karena unit analisis dalam teori keagenan
adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, maka fokus
dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari
hubungan antara prinsipal dan agen. Untuk memotivasi agen maka prinsipal
merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang
terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang
memenuhi dua faktor, yaitu :
1.
Agen dan pinsipal memiliki informasi
yang simetris artinya baik agen maupun majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi
yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan
untuk keuntungan dirinya sendiri
2.
Risiko yang dipikul agen
berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen
mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara
pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai
agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk
bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak
manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang
saham.
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan
agen dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan
agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership)
dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi
timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan
langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan
dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan
manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan.
Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara
prinsipal dengan agen salah satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran
kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan
dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini
menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai
investasi yang berisiko tinggi yang juga menghasilkan return tinggi,
sementara manajemen lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah.
Terdapat tiga masalah utama dalam
hubungan agensi, yaitu :
1.
Kontrol pemegang saham kepada manajer
2.
Biaya yang menyertai hubungan agensi
3.
Menghindari dan meminimalisasi biaya
agensi
Hubungan agensi ini memotivasi setiap
individu untuk memperoleh sasaran yang harmonis, dan menjaga kepentingan
masing-masing antara agen dan principal. Hubungan keagenan ini merupakan
hubungan timbal balik dalam mencapai tujuan dan kepentingan masing-masing pihak
yang secara eksplisit dan sadar memasukkan beberapa penekanan seperti:
1.
Kebutuhan principal akan memberikan
kepercayaan kepada manajer dengan imbalan atau kompensasi keuangan
2.
Budaya organisasi yang berlaku dalam
perusahaan
3.
Faktor luar seperti karasteristik
industri, pesaing, praktek kompensasi, pasar tenaga kerja, manajerial dan
isu-isu legal
4.
Strategi yang dijalankan perusahaan
dalam memenangkan kompetisi global
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya konflik
tersebut, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya:
1.
Penyusunan Standar yang jelas mengenai
siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk jabatan fungsional maupun
struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis.
Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa
ada pengecualian yang tidak masuk akal
2.
Diadakan tes kompetensi dan kemampuan
untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang
telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk “terpilih”.
Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang
tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk
menolaknya ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme
dikedepankan
3.
Akuntabilitas dan Transparansi setiap
“proses bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak
sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat diketahui dan diberikan
sangsi tanpa kompromi. Oknum-oknum tersebut harus diumumkan pada publik dan
tindakan apa yang telah diambil untuk menciptakan kontrol agar tidak terjadi
“permainan” sehingga oknum-oknum tersebut bisa lolos dari sangsi yang berat.
Oknum yang terbukti bersalah tidak berhak lagi mendapatkan “penghargaan”
sehingga dapat menimbulkan efek “kapok” bagi yang lain agar tidak berani
mencoba-coba. Hal yang sama juga diperlakukan pada pegawai/pejabat yang
berprestasi, selain diberi reward, juga diumumkan untuk memberi efek “IDOL”
sehingga ditiru oleh pegawai/pejabat lainnya.
Akhirnya,
akuntansi menjadi alat yang powerfull untuk memberikan keuntungan yang
sebesar-besarnya kepada pemilik modal di satu sisi, juga dapat memberikan
manfaat injeksi modal dan investasi yang makin besar dan linier kepada agen
dari pemilik modal, yaitu manajemen perusahaan, dalam mengelola perusahaan.
2.4 ETIKA PROFESIONAL AUDITOR DAN STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK
Etika profesional diperlukan setiap profesi karena
kebutuhan profesi tersebut akan kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang
diserahkan, siapapun orangnya. Masyarakat akan menghargai profesi yang
menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan anggota
profesinya, karena masyarakat merasa terjamin akan memperoleh jasa yang dapat
diandalkan. Begitu juga terhadap profesi akuntan publik, kepercayaan masyarakat
terhadap mutu audit akan menjadi lebih tinggi jika profesi akuntan publik
menerapkan standar mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan audit.
Bagi profesi akuntan, etika profesional semacam ini
dikenal dengan nama Kode Etik Akuntan Indonesia. Anggota IAI yang berpraktik
sebagai akuntan publik bertanggung jawab mematuhi pasal-pasal yang tercantum
dalam Kode Etik Akuntan Indonesia, termasuk juga semua orang yang bekerja dalam
praktik profesi akuntan publik, seperti karyawan, partner, dan staf.
Sedangkan Standar Auditing adalah suatu ukuran pelaksanaan tindakan yang
merupakan pedoman umum bagi auditor dalam melaksanakan audit. Atau dapat juga
disebut sebagai ukuran baku atas mutu jasa auditing. Standar auditing terdiri
dari 10 standar dan semua Pernyataan Standar Auditing yang berlaku. Standar
Auditing dan beberapa standar serta pernyataan lainnya dikodifikasi dalam buku
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) sejak Agustus 1994.
Standar Auditing
A.
Standar Umum
1.
Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis cukup sebagai auditor.
2.
Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap
mental harus dipertahankan oleh auditor.
3.
Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
B.
Standar Pekerjaan Lapangan
1.
Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus
disupervisi dengan semestinya.
2.
Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang
akan dilakukan.
3.
Bahan bukti kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
C.
Standar
Pelaporan
1.
Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi berterima umum.
2.
Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang di dalamnya prinsip akuntansi
tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode
berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam
periode sebelumnya.
3.
Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai,
kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.
4.
Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan
keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak
dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka
alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal yang nama auditor dikaitkan dengan
laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai
sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya.
Pengawasan
kepatuhan dan penilaian pelaksanaan kode etik serta SPAP oleh akuntan publik
dilaksanakan oleh Badan Pengawas Profesi di tingkat Kompartemen Akuntan Publik dan
Dewan Pertimbangan Profesi di tingkat IAI. Badan Pengawas Profesi --yang
sekarang bernama Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BP2AP) dan berfungsi
sebagai lembaga peradilan tingkat I ini-- beranggotakan kalangan akuntan publik
di Kompartemen Akuntan Publik yang diusulkan dan diangkat oleh Rapat Anggota
Kompartemen. Sedang Dewan Pertimbangan Profesi yang sekarang bernama Majelis
Kehormatan beranggotakan tokoh-tokoh profesi yang dihormati dari berbagai
kalangan akuntan, pejabat Pemerintah, kalangan pemakai jasa akuntan, dan tokoh
masyarakat. Majelis ini diangkat oleh Kongres IAI dan bertanggung jawab kepada
kongres tersebut.
Fungsi dari
Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik ini secara garis besar adalah mengawasi
kepatuhan dan melakukan penilaian pelaksanaan Kode Etik Akuntan Indonesia dan
SPAP oleh akuntan publik. Badan ini juga menangani pengaduan dari masyarakat
menyangkut pelanggaran akuntan publik terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia atau
SPAP. Kemudian jika menemukan pelanggaran Kode Etik Akuntan Indonesia SPAP,
Badan ini berwenang untuk menetapkan sanksi kepada akuntan publik yang
melanggar. Selain itu Badan ini juga dapat mengajukan usul dan saran mengenai
pengembangan kode etik akuntan kepada Komite Kode Etik.
Tetapi jika
terdapat akuntan publik yang mengajukan banding atas keputusan sanksi yang
dijatuhkan, maka kasus ini kemudian ditangani oleh lembaga banding, yaitu
Majelis Kehormatan IAI. Majelis ini berwewenang untuk menangani semua kasus
pelanggaran kode etik atau SPAP pada tingkat banding dan menetapkan sanksi yang
bersifat final.
Majelis ini
dapat mengenakan sanksi berupa pemberhentian keanggotaan sementara atau tetap.
Tetapi Majelis ini bertindak atas dasar pengaduan tertulis mengenai pelanggaran
kode etik oleh anggota IAI atau atas permintaan pengurus IAI.
Selain itu dalam
rangka pengendalian mutu kantor akuntan publik, IAI menyusun Sistem
Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik, berupa pernyataan Standar Pengendalian
Mutu. Dalam sistem tersebut, pekerjaan seorang akuntan publik dapat direview
oleh akuntan publik lain atau institusi yang berwenang, yaitu BPKP sejak tahun
1983. Hal ini disebut juga peer review. Dalam review ini setiap anggota IAI
tidak boleh menghalangi atau menghindari pelaksanaan review dari anggota
lainnya yang ditunjuk IAI atau instansi yang ditunjuk untuk itu, yaitu BPKP.
2.5 GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Corporate
Governance dapat didefinisikan sebagai proses dan struktur yang diterapkan
dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang
saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan
stakeholders yang lain (pemegang saham, kreditor, pemasok, pelanggan, pegawai
perusahaan, pemerintah dan masyarakat yang berinteraksi dengan perusahaan).
Empat Prinsip Utama dalam
Implementasi Good Corporate Governance :
Selama ini paradigma para manajer dalam perusahaan
selalu dibatasi oleh motif mengejar laba semata (single bottom line). Hal ini
membuat mereka lupa bahwa perusahaan sebagai bagian dari suatu komunitas juga
memiliki tanggung jawab lain, yaitu tanggung jawab sosial terhadap masyarakat.
Bermula dari pemikiran ini, corporate governance mengangkat issue pertanggungjawaban
tersebut sebagai salah satu tujuan yang harus diperhitungkan oleh perusahaan
dalam operasinya. Dengan perubahan tersebut perusahaan harus mulai menerapkan
prinsip triple bottom line dalam bisnisnya, yaitu: :
·
Mengejar laba
·
Memenuhi tanggung jawab sosial
·
Menjaga pertumbuhan yang
berkesinambungan (sustainable)
Sebuah perusahaan yang sahamnya banyak dimiliki oleh
publik, peran pemegang saham sebagai pihak yang mengendalikan manajemen hampir
tidak berjalan. Hal ini disebabkan para investor lebih suka berperan sebagai
traders ketimbang owners. Perputaran saham di bursa menjadi sedemikian cepat,
karena jika pemegang saham tidak menyukai kebijakan manajemen mereka tinggal
melepas saham yang mereka miliki. Maalah akan timbul jika ketidaksetujuan
sebagian besar pemegang saham diwujudkan dengan aksi jual. Harga saham tentu
akan anjlok begitusajadan jika ini berlangsung terus, perusahaan akan terancam
bangkrut. Untuk itu, dalam corporate governance harus dibangun suatu sistem
agar manajemen tetap meniaga akuntabilitas kepada stakeholders.
Prinsip fairness mnyiratkan adanya perlakuan yang sama
(equal) terhadap para pemegang saham, baik mayoritas maupun minoritas. Prinsip
ini mengisyaratkan manajemen sebisa mungkin untuk menghindari situasi yang
mengandung conflik of interest, misalnya dalam kasus manajemen buyout
(perusahaan yang dibeli oleh manajemennya sendiri)
Transaparan berarti jernih dan tidak menyembunyikan.
Prinsip ini harus diterapkan dalam setiap aspek perusahaan yang berkesinambungan
dengan kepentingan publik ataupun pemegang saham. Transparansi bisa dimulai
dengan menyajikan laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu, sistem
penggajian eksekutif dan komisaris di perusahaan samapai dengan informasi
informasi lain yang relevan di pasar modal.
Manfaat Corporate
Governance bagi Perusahaan
Ada beberapa
keuntungan yang bisa dipetik oleh perusahaan dengan diterapkannya Good
Corporate Governance
Selama ini
pemegang saham harus menanggung biaya yang timbul sebagai akibat dari
pendelegasian kewenangan kepada manajemen. Biaya ini bisa berupa kerugian
karena manajemen menggunakan sumber daya perusahaan untuk kepentingan pribadi
maupun berupa biaya pengawasan yang dikeluarkan perusahaan untuk mencegah
terjadinya hal tersebut. Biasanya biaya inilah yang disebut dengan agency
cost. Dengan penyusunan struktur dan pembagian fungsi yang baik biaya ini
dapat ditekan serendah mungkin
Perusahaan
yang dikelola dengan baik dan sehat akan menciptakan suatu referensi
positif bagi kreditor. Kondisi ini sangat berperan dalam meminimalkan biaya
modal yang harus ditanggung bila perusahaan mengajukan pinjaman. Hal tersebut
selain dapat memperkuat kinerja keuangan juga akan membuat produk perusahaan
yang dilepas ke pasaran menjadi lebih kompetitif.
Sebuah
perusahaan yang dikelola dengan baik akan menarik minat investor untuk
menanamkan modalnya. Sebuah survey yang dilakukan oelh Russell Reynolds
Associaties (1997) mengungkapkan bahwa kualitas komisaris adalah salah satu
faktor utama yang dinilai oleh investor institusional sebelum mereka memutuskan
untuk membeli saham. Hal ini akan terlihat terutama ketika seorang investor
bermaksud melakukan investasi untuk jangka waktu yang lama
Salah jika
kita berpendapat bahwa citra perusahaan bukan faktor penting yang harus
diperhatikan. Dalam beberapa kasus, biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memperbaiki
citra jauh lebih mahal ketimbang yang didapat dari mengabaikannya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005,
perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp 6,9 Miliar. Padahal
apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita
kerugian sebesar Rp 63 Miliar. Komisaris PT. KAI, Hekinus Manao yang juga
sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh
Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT. KAI untuk
tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan
(BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT. KAI untuk disetujui
sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT. KAI
yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT. KAI tahun 2005 yang
telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama,
ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT. KAI tahun 2005.
Pajak pihak
ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu
dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT. KAI untuk
membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp
95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun
2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada
beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal
berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih
itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT. KAI ada kekeliruan
direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
Penurunan nilai
persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui
pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai
kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa
saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar,
yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai
komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70
Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005
sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan
penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
Manajemen PT.
KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya
kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat
jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor
akuntan publik terjadi karena PT. KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan
yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit
(komisaris) PT. KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah
diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT
KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik.
Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau
pencabutan izin praktek.
3.2 Pembahasan Kasus
Tujuan
dibuatnya laporan keuangan adalah selain untuk alat pertanggungjawaban
manajemen juga sebagai bahan pertimbangan yang mendukung dalam pengambilan
keputusan, tetapi dalam kasus ini manajemen telah memanipulasi laporan keuangan,
sehingga laporan keuangan yang dihasilkan tidak menunjukkan kinerja perusahaan
yang sesungguhnya.
Dalam kasus di atas, terdapat banyak kejanggalan yang ada pada laporan
keuangan yang menjadi hasil pekerjaan akuntan public
tersebut. Kasus PT. KAI bermuara pada perbedaan pandangan antara Manajemen
dan Komisaris, khususnya Komisaris yang merangkap sebagai Ketua Komite Audit
dimana Komisaris tersebut menolak menyetujui dan menandatangani laporan
keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Dan komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar
laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang
ada.
Dari kasus diatas, jika dikaitkan dengan teori etika ada beberapaa teori
yang sudah dilanggar yaitu :
1.
Egoisme etis. Manajemen melakukan manipulasi terhadap
laporan keuangan perusahaan demi memajukan dirinya sendiri agar dilihat bahwa dia telah sukses mengatur perusahaan.
Manajemen telah menyalah gunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya. Tindakannya
tersebut tidak hanya merugikan dirinya sendiri yang mungkin saja ia akan
dipecat dari perusahaan tapi juga bagi perusahaan dan orang lain. Bagi
perusahaan berdampak pada menurunnya kepercayaan para investor dan calon
investor serta merusak citra perusahaan. Sehingga akibatnya perusahaan
kekurangan modal karena menurunnya jumlah invetor yang mau menanamkan modal ke
perusahaan tersebut.
2.
Utilitarianisme.
Tujuan dari laporan keuangan tidak hanya sebagai alat pertanggung jawaban
manajemen tapi juga sebagai alat untuk pengambilan keputusan. Dengan
dimanipulasinya laporan keuangan oleh manajemen maka keputusan yang diambil pun
akan tidak tepat dan bisa merugikan orang banyak (orang yang berkepentingan).
3.
Deontologi. Manajemen tidak menjalankan kewajibannya sebagai
manajemen perusahaan dengan semestinya. Seharusnya seorang manajer yang
memiliki kedudukan tinggi diperusahaan memberikan contoh yang baik kepada
bawahaan agar menjalankan kewajibannya diperusahaan sesuai dengan etika-etika
yang diberlakukan.
4.
Hak. Teori etika ini berkaitan dengan teori deontologi. Dalam
prinsip-prinsip etika profesi seseorang dituntut untuk profesional dalam
profesinya. Dalam kasus ini manajemen telah merugikan hak dan kepentingan orang
lain seperti karyawan dan para investor. Yakni seperti para karyawan dan para
investor mempunyai hak untuk
mengetahui informasi-informasi mengenai kinerja perusahaan
5.
Keutamaan. Sikap keutamaan yang diperlukan dalam dunia
bisnis yakni seperti kejujuran. Pada kasus ini manajemen tidak bersikap jujur
dalam menyusun laporan keungan. Manajemen melakukan beberapa manipulasi seperti
data mengenai pendapatan, utang dan cadangan kerugian piutang. Padahal seorang
manajer harus mempunyai sikap jujur karena, kejujuran merupakan etika yang
harus dimiliki oleh seorang manajer.
Sedangkan
prinsip etika profesi yang dilanggar yakni:
1.
Prinsip
Otonomi
PT KAI yang memiliki kebebasan dan kewenangan untuk mengambil keputusan
yang dianggap baik hanya untuk PT KAI sendiri tetapi tidak bertanggung jawab
terhadap pemerintah. Hal tersebut ditunjukkan dari tindakan PT KAI yang
mengakui PPN terutang pihak ketiga sebagai piutang yang tidak sesuai dengan
regulasi.
Dari pihak KAP sendiri tidak bertanggung jawab dalam menjalankan
kebebasannya. KAP S. Manao tidak menunjukkan dan menyatakan adanya kesalahan
material pada laporan keuangan PT KAI.
2.
Prinsip
Keadilan
Terjadi pelanggaran prinsip keadilan oleh PT KAI karena mengistimewakan
beberapa pihak yang berhubungan dengan PT KAI dengan tidak segera menarik PPN.
mengistimewakan beberapa pihak yang berhubungan dengan PT KAI dengan tidak
segera menarik PPN.
Di dalam standar kode etik Akuntan Manajemen, ada
beberapa yang dilanggar oleh manajemen yakni:
1.
Competensi. Akuntan manajemen tidak
kompetensi karena tidak memelihara
pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya dengan sepantasnya, selain itu tidak
mengikuti hukum, peraturan dan standar teknis, dan tidak membuat laporan yang jelas
dan lengkap berdasarkan informasi yang dapat dipercaya dan relevan melainkan
dengan memanipulasi data.
2.
Creative Accounting. Akuntan manajemen telah menyimpang dari praktek
akuntansi yang mengikuti peraturan dan undang-undang. Manajemen perusahaan melakukan
banyak maanipulasi dalam menyajikan laporan keuangan.
3.
Fraud. Manajemen telah sengaja melakukan kecurangan dengan
menyajikan laporan keuangan tidak dengan data yang sebenarnya.
Jika dikaitkan dengan earning management
dan agency theory timbulnya kasus tersebut karena ;
1.
Adanya campur tangan manajemen dengan menggunakan
judgement dalam proses penyusunan dan
pelaporan keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri
2.
Dalam kasus manipulasi
laporan keuangan oleh PT KAI, telah terjadi erning management dengan pola Income Maximization yaitu dengan tujuan
untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Dengan
perencanaan bonus yang didasarkan pada data akuntansi mendorong manajer untuk
memanipulasi data akuntansi tersebut guna menaikkan laba untuk meningkatkan
pembayaran bonus tahunan.
Adanya konflik antara kepentingan manajemen (Agent) dan pihak komite audit
(principal) yang timbul karena setiap pihak berusaha untuk mencapai atau
mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya.
3.
Dalam agency theory diasumsikan bahwa masing-masing individu semata-mata
termotivasi oleh kepentingan dirinya
sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan
agent. Dari kasus ini pihak manajemen (agent) mempunyai lebih banyak informasi
baik mengenai kapasitas diri, lingkungan
kerja, dan perusahaan secara keseluruhan, sehingga manajemen lebih mempunyai
kesempatan dalam memanipulasi laporan keuangan yang dihasilkannya, dan konflik
kepentingan semakin meningkat terutama karena principal tidak dapat memonitor
aktivitas manajemen sehari-hari untuk memastikan bahwa manajemen bekerja sesuai
dengan keinginan pemegang saham.
Dalam hal
kecurangan yang dilakukan oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan
perusahaan ada beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan
pada hasil laporan keuangan PT. KAI yaitu pada saat proses lelang, Komite
Audit seharusnya ikut untuk melihat apakah auditor eksternal
layak dipilih dan melihat keadilan proses pemilihan. Pada kenyataannya, komite audit tidak ikut dalam
proses penunjukan auditor sehingga tidak terlibat dalam proses audit. Kesalahan tersebut mengakibatkan terjadinya kesalahan
yang lain, yaitu tidak adanya atau
sangat minimnya komunikasi antara pihak Komite Audit dengan Auditor Eksternal
(akuntan publik). Karena Komite Audit tidak menunjuk auditor yang akan diberi
penugasan, maka komunikasi yang terjadi antara komite audit dengan auditor bisa
diperkirakan sangat sedikit bahkan tidak efektif.
Akibat
komunikasi yang kurang intens, maka tugas komite audit untuk melaksanakan
kewajibannya untuk mengajak auditor untuk mendiskusikan masalah audit saat
audit berlangsung tidak dipenuhi dengan baik. Kesalahan ini menimbulkan
kesalahan berikutnya, yaitu Komite Audit tidak
mereview laporan keuangan dan laporan auditor dengan auditor eksternal menjelang selesainya penugasan
audit. Dalam kasus ini, Komite Audit justru tidak mau
menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit, setelah laporan audit diterbitkan. Padahal seharusnya Komite
Audit melakukan review bersama dengan auditor eksternal menjelang selesainya
penugasan audit, yang artinya sebelum laporan auditor
diterbitkan, sehingga laporan
keuangan tersebutlangsung bisa dilakukan audit investigasi dan koreksi apabila terjadi kesalahan pencatatan. Komite Audit juga tidak perlu berbicara kepada publik. Karena
komunikasi yang buruk antara Komite Audit dengan auditor, maka hal seperti itu
bisa terjadi.
Selain auditor eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan
dalam hal pencatatan laporan keuangan, akuntan
internal (manajemen) di PT. KAI juga belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan
prinsip akuntan yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik,
integritas, objektifitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan,
perilaku profesional, dan standar teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang
dilanggar antara lain :
1.
Tanggung
jawab profesi, dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara
professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT.
KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam
pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang
dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2.
Kepentingan
Publik, dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang
berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam
kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena
diduga sengaja memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang
seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat
mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT.
KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi
kerugian tersebut.
3.
Integritas,
dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus
ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan
manipulasi laporan keuangan.
4.
Objektifitas,
dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak
memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena
diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan
pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
5.
Kompetensi
dan kehati-hatian professional, akuntan dituntut harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI
tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan
pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian
namun dalam laporan keuangan mengalami
keuntungan.
6.
Perilaku profesional, akuntan
sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku
profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatan laporan keuangan, dan hal ini
dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
7.
Standar teknis: akuntan dalam
menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis
karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi
keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta
Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi,
dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan.
Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau
asset.
Auditor eksternal yang dipercayai harus benar-benar memiliki integritas
serta prosesnya harus terlaksana berdasarkan kaidah-kaidah yang telah diakui
validitasnya. Selain itu, sebagai auditor eksternal wajib melakukan komunikasi
secara baik dan benar dengan komite audit yang ada pada PT Kereta Api Indonesia
untuk membangun kesepahaman (understanding) diantara seluruh unsur lembaga. Kemudian, hubungan antar lembaga diharapkan
tercipta dengan baik, sehingga mempermudah penerapan sistem pengendalian
manajemen yang ada di dalamnya. Secara tidak langsung, upaya ini menunjang
perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat luas sebagai
salah satu pengampu kepentingan.
Berdasarkan
kaitannya dengan kasus manipulasi laporangan keuangan PT KAI auditor eksternal
dinyatakan ada mempunyai hubungan dengan kasus manipulasi tersebut. Menteri Keuangan terhitung sejak tanggal 6
juli 2007, membekukan izin Akuntan Publik
(AP ) Drs. Salam Manao, yang merupakan pemimpin rekan pada Kantor
Akuntan Publik (KAP ) S. Manao, Sofwan,
Adnan dan Rekan yang merupakan pemimpin rekan pada Kantor Akuntan Publik (KAP ) S. Manao, Sofwan, Adnan dan Rekan Pembekuan
izin yang berlaku selama sepuluh bulan itu dituangkan melalui Keputusan Menkeu
Nomor 500/KM.1/2007 Pembekuan izin yang berlaku selama sepuluh bulan itu
dituangkan melalui Keputusan Menkeu Nomor 500/KM.1/2007.
Perlu diketahui
juga akan pentingnya kejujuran dalam membuat laporan keuangan. Hal tersebut
bukan hanya penting sebagai tanggung jawab perusahaan terhadap publik maupun
investor. Akan tetapi hal tersebut juga penting bagi perusahaan sendiri karena
dari laporan keuangan biasanya perusahaan menganalisis bagaimana perkiraan
tahun mendatang dan menjadi dasar pengambilan keputusan. Apabila laporan
keuangan yang menjadi dasar hal tersebut sudah tidak layak, tentu hasil akan
jauh dari yang diharapkan dan bahkan bisa berimbas pada perusahaan.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan
perusahaan agar kecurangan seperti ini bisa diantisipasi yakni
1.
Menerapkan Good Corporate goernance (GCG). Dalam Surat Keputusan Menteri BUMN No.
Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002. Pada surat
tersebut BUMN dituntut untuk menerapkan GCG tujuannya untuk mendorog
pengelolaan BUMN secara profesional, efisien dan efektif. Selain itu juga
mendorong agar perusahaan menjalankan tindakan dengan dilandasi nilai moral
yang tinggi dan patuh terhadap peraturan dan perundang-undangan. Dengan
diterapkannya GCG maka para pelaku dunia usaha dituntut untuk bertanggung
jawab, akuntabilitas, adil dan transparan.
2.
Harus ada upaya untuk
membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah tidak
boleh dipertahankan. Kesalahan-kesalahan sudah terakumulasi dari tahun-tahun
sebelumnya sehingga terdapat dua alternatif, yaitu di restatement atau
dikoreksi. Keputusan mengenai opsi yang dipilih sepenuhnya tergantung dari
Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BP2AP), karena kasus PT. Kereta Api
sedang diproses disana.
3.
Komite Audit tidak berbicara
kepada publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris
sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan
Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun
Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan
pendapatnya pada laporan komite audit yang terdapat dalam laporan tahunan
perusahaan.
4.
Komite Audit berperan aktif
dalam mengkoordinasikan seluruh tahapan proses auditing, mulai dari penunjukan,
pembuatan program, mengevaluasi dan memberikan hasil evaluasi kepada Dewan
Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya kepada Direksi.
5.
Manajemen menyusun laporan
keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure.
6.
Memperbaiki komunikasi antara
auditor dengan pihak-pihak yang berinteraksi, yaitu manajemen, Komite Audit,
dan auditor intern. Dengan komunikasi yang efektif, maka data dan bukti yang
terkumpul akan semakin akurat dan memadai, juga menghindari perselisihan dengan
Komite Audit.
7.
Membangun pengawasan yang
efektif di tubuh perusahaan.
8.
Perbaikan sistem akuntansi dan
konsistensi penerapan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di perusahaan.
9.
Memilih auditor yang
benar-benar kompeten dan profesional.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Tujuan dibuatnya laporan keuangan
adalah selain untuk alat pertanggungjawaban manajemen juga sebagai bahan
pertimbangan yang mendukung dalam pengambilan keputusan, tetapi dalam kasus ini
manajemen telah memanipulasi laporan keuangan, sehingga laporan keuangan yang
dihasilkan tidak menunjukkan kinerja perusahaan yang sesungguhnya.
Pentingnya kejujuran dalam membuat laporan keuangan.
Hal tersebut bukan hanya penting sebagai tanggung jawab perusahaan terhadap
publik maupun investor. Akan tetapi hal tersebut juga penting bagi perusahaan
sendiri karena dari laporan keuangan biasanya perusahaan menganalisis bagaimana
perkiraan tahun mendatang dan menjadi dasar pengambilan keputusan. Apabila
laporan keuangan yang menjadi dasar hal tersebut sudah tidak layak, tentu hasil
akan jauh dari yang diharapkan dan bahkan bisa berimbas pada perusahaan.
Auditor
eksternal yang dipercayai harus benar-benar memiliki integritas serta prosesnya
harus terlaksana berdasarkan kaidah-kaidah yang telah diakui validitasnya.
Selain itu, sebagai auditor eksternal wajib melakukan komunikasi secara baik
dan benar dengan komite audit yang ada pada PT Kereta Api Indonesia untuk
membangun kesepahaman (understanding) diantara seluruh unsur lembaga. Kemudian, hubungan antar lembaga diharapkan
tercipta dengan baik, sehingga mempermudah penerapan sistem pengendalian
manajemen yang ada di dalamnya. Secara tidak langsung, upaya ini menunjang
perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat luas sebagai
salah satu pengampu kepentingan.
DAFTAR
PUSTAKA
Agoes, Sukrisno dan I
Cendik Ardana. Etika Bisnis dan Profesi Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya,
Jakarta: Salemba Empat. 2009
http://www.scribd.com/doc/22547071/Pembahasan-Kasus-Pt-Kai-Indonesia.
Terima Kasih gan, artikel ini sangat membantu
BalasHapusterimakasih, ini sangat bermanfaat sekali
BalasHapus