Selasa, 17 September 2013

Penetapan dan Ketetapan Pajak

Penetapan dan Ketetapan Pajak

1. PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Pada prinsipnya, setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Artinya, pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak (ajaran materiil) bukan karena terbitnya ketetapan pajak (ajaran formil).
Berdasarkan UU KUP, Direktorat Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas semua Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan yang bersangkutan tidak benar, maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Direktur Jenderak Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan atau STP untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum Wajib Pajak diberikan atau diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi Wajib Pajak (Pasal 14 PP 80 Tahun 2007).
Direktur Jenderal Pajak juga dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan atau STP untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/atau setelah penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP, apabila setelah penghapusan NPWP WP atau pencabutan Pengukuhan PKP, diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi WP.
1.2  RUMUSAN MASALAH
Didasarkan oleh latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah untuk penetapan dan ketetapan pajak ini adalah:
·         Perlunya memahami perundang – undangan perpajakan
·         Mengetahui hal – hal apa yang menyebabkan Direktorat Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas.
·         Mengetahui macam – macam Surat ketetapan pajak.
·         Mengetahui sanksi – sanksi dari macam – macam surat Ketetapan Pajak

1.3  TUJUAN
Agar seluruh masyarakat Indonesia memahami tentang penetapan dan ketetapan pajak, dan mau untuk membayar pajak.


2. PEMBAHASAN
Prinsip dalam sistem sel – assessment adalah bahwa Wajib Pajak ( WP ) diwajibkan untuk menghitung, membayar sendiri, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada WP sendiri melalui Surat Pemberi tahuan ( SPT ) yang disampaikannya.
Penerbitan sesuatu Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas kepada WP tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fisikyang tidak dilaporkan oleh WP.
2.1 FUNGSI KETETAPAN PAJAK
Ketetapan pajak berfungsi sebagai:
1)      Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT WP.
2)      Sarana untuk menagih, mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.
3)      Sarana untuk menagih pajak
4)      Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak
5)      Saran untuk memberitahukan jumlah pajak terutang

2.2 JENIS KETETAPAN PAJAK
1)        Surat Tagihan Pajak (STP)
Ø  Pengertian SPT
Berdasarkan Pasal 1 angka 20 UU KUP, Surat Tagihan Pajak (disingkat STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Yang menerbitkan STP adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat seseorang atau badan terdaftar sebagai Wajib Pajak. Terbitnya STP ini biasanya disebabkan Wajib Pajak tidak melakukan satu atau beberapa kewajiban pajak yang diamanatkan oleh Undang-undang. Surat Tagihan Pajak  mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak
Ø  Penerbitnya STP
Hal-hal yang menyebabkan terbitnya STP diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) UU KUP yaitu :
a.       PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar
b.      Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung
c.       WP dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga
d.      Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu
e.       Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 5 UU PPN 1984 dan perubahannya selain :
v  Identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 5 huruf b UU PPN 1984 dan perubahannya; atau
v  Identitas pembeli serta nama dan TTD sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 5 huruf b dan huruf g UU PPN 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran.
f.       PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak
g.      PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 6a UU PPN 1984 dan perubahannya.
Ø  Sanksi Administrasi STP
a.       Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
b.      Sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga yang ditagih berdasarkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud  huruf c termasuk sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen)  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (9) dan sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara  Perpajakan.         
c.       Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
d.      Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf g dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
2)      Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB
Ø  Pengertian SKPKB
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
Ø  Penerbitan SKPKB
a.       Berdasarkan hasil pemeriksaan/keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang bayar
b.      Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan setelah ditegur secara tertulis tidk disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Suerat Teguran
c.       Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0 % ( nol persen ).
d.      Apabila kewajiban pembukuan dan pemeriksaan ( Pasal 28 dan Pasal 29 UU KUP ) tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
e.       Apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan
Ø  Sanksi Administrasi
a.       Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan poin a dan e, maka jumlah kekurangan pajak terutang ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian tahun pajak, dan/atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.
b.      Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin b, c, dan d, maka dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar:
v  50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak;
v  100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor;
v  100% (seratus persen) dari PPN dan Jasa dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
Ø  Jangka Waktu Penerbitan SKPKB
a.       Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
b.      Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3)      Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Ø  Pengertian
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
Ø  Penerbitan SKPKBT
a.       SKPKB yang telah ditetapkan lebih rendah dari data yang sebenarnya
b.      Proses pengembalian SKPLB yang seharusnya tidak dilakukan.
c.       Pajak terutang dalam SKPN yang ditetapkan lebih rendah.
Ø  Sanksi SKPKBT
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
Sanksi administrasi berupa kenaikan tidak dikenakan apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan itu diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
Ø  Jangka Waktu Penerbitan SKPKBT
a.       Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
b.      Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
4)      Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Ø  Pengertian
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
Ø  Penerbitan SKPLB
a.       Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
b.      Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak, setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
c.       Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau data baru ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.
Ø  Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, antara lain sebagai berikut.
a.       Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Ketentuan ini tidak berlaku terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.
b.      Apabila setelah melampaui jangka waktu 12 (dua belas) bulan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.
Ø  Imbalan Bunga
Imbalan bunga diberikan kepada wajib pajak.
a.       Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar terlambat diterbitkan, kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan setelah berakhirnya jangka waktu 12 (dua Belas) bulan sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
b.      Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan tidak dilanjutkan dengan penyidikan; dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak dilanjutkan dengan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan; atau dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dalam hal kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 (dua belas) bulan sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Ø  Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
a.       Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.
b.      Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
v  Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
v  Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
v  Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
v  Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
v  Wajib Pajak dengan kriteria tertentu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
c.       Wajib Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah:
v  Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
v  Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu;
v  Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau
v  Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.
v  Batasan jumlah peredaran usaha, jumlah penyerahan, dan jumlah lebih bayar dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
d.      Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dengan dan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
e.       Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah pajak yang kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
f.       Wajib Pajakdengan kriteria tertentu tidak dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila:
v  Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
v  Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 2 (dua) Masa Pajak berturut-turut;
v  Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun kalender; atau
v  Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
5)      Surat Ketetapan Pajak Nihil  (SKPN)
Ø  Pengertian
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Ø  Penerbitan SKPN
Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
6)      Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Ø  Pengertian
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP.PBB) mengenai pajak terutang.yang harus dibayar dalam 1 (satu) tahun pajak.
Ø  Penerbitan
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang diterbitkan berdasarkan  Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Pelunasannya paling lambat 6 (enam) bulan sejak diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak. Jika terlambat dikenakan sanksi 2% per bulan maksimal 24 bulan.
Ø  Hak Wajib Pajak.
1.      Menerima SPPT PBB setiap tahun pajak, setelah menyerahkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).
2.      Mendapatkan penjelasan berkaitan dengan ketetapan PBB.
3.      Mengajukan keberatan dan/atau pengurangan.
4.      Mendapatkan SuratTandaTerima Setoran (STTS) PBB dari Bank/Kantor Pos dan Giro yang tercantum pada SPPT atau Tanda Terima Sementara (TTS) dari petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi.
Ø  Kewajiban Wajib Pajak
1.      Mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dengan lengkap, benar dan jelas dan menyampaikan ke KPP Pratama,KPPBB, KP2KP atau KP4 setempat.
2.      Menandatangani bukti tanda terima SPPT dan mengirimkannya kembali kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan Daerah/Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan untuk diteruskan ke atau Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan SPPT.
3.      Melunasi PBB pada tempat yang telah ditentukan.
Ø  Cara Mendapatkan SPPT.
1.      Mengambil sendiri di Kantor Kelurahan/Kepala Desa/di tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditunjuk
2.      Dalam rangka pelayanan, SPPT dapat dikirim melalui Kantor Pos dan Giro atau diantarkan oleh aparat Kelurahan/Desa.
3.      Wajib Pajak dapat menggunakan fasilitas faksimili melalui layanan informasi bebas pulsa (0800-1-722-722)
2.3 PEMBETULAN SURAT KETETAPAN PAJAK
1)      Pembetulan Surat Ketetapan pajak antara lain sebagai berikut.
a.       Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan Surat Ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang dalam penerbitannya terrdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
b.      Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan diterima, harus memberi keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan Wajib Pajak.
c.       Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan telah lewat, tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pembetulan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
d.      Apabila diminta oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak.
2)      Pembetulan ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak. Apabila ditemukan kesalahan atau kekeliruan baik oleh fiskus maupun berdasarkan permohonan Wajib Pajak, kesalahan atau kekeliruan tersebut harus dibetulkan. Yang dapat dibetulkan karena kesalahan atau kekeliruan adalah sebagai berikut:
a.       Surat ketetapan pajak, yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
b.      Surat Tagihan Pajak;
c.       Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
d.      Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
e.       Surat Keputusan Pembetulan;
f.       Surat Keputusan Keberatan;
g.      Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
h.      Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
i.        Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak; atau
j.        Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
3)      Ruang Lingkup pembetulan kesalahan atau kekeliruan sebagai akibat dari:
a.       Kesalahan tulis, antara lain kesalahan yang dapat berupa nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, Masa Pajak atau Tahun Pajak, dan tanggal jatuh tempo;
b.      Kesalahan hitung, antara lain kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atau perkalian dan/atau pembagian suatu bilangan; atau
c.       Kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak, kekeliruan penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalam pengkreditan pajak.


2.4 PELUNASAN PAJAK
Ketentuan – ketentuan dalam pelunasan pajak adalah sebagai berikut.
1)      Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.
2)      Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
3)      Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
4)      Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati untuk paling lama 12 (dua belas) bulan dan terbatas kepada Wajib Pajak yang benar-benar sedang mengalami kesulitan likuiditas.
5)      Atas jumlah pajak yang masih harus dibayar, yang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
6)      Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penagihan seketika dan sekaligus dilakukan apabila:
a.       Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
b.      Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
c.       Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha atau menggabungkan atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
d.      Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
e.       Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
7)      Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.5 HAK MENDAHULU
Hal – hal yang berkaitan dengan hak mendahulu, adalah sebagai berikut.
1)      Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.
2)      Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.
3)      Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:
a.       Biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
b.      Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
c.       Biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
4)      Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut.
5)      Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
6)      Perhitungan jangka waktu hak mendahulu ditetapkan sebagai berikut:
a.       Dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi maka jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak pemberitahuan Surat Paksa; atau
b.      Dalam hal diberikan penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran pembayaran maka jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan.

2.6 DALUWARSA
1.      Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.
2.      Daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila:
a.    Diterbitkan Surat Paksa;
b.    Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung;
c.    Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; atau
d.   Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
3.      Daluwarsa penagihan pajak dapat melampaui 5 (lima) tahun apabila:
a.       Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak yang tidak melakukan pembayaran hutang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa tersebut.
b.      Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
c.       Terdapat Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan terhadap Wajib Pajak karena Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana lain yang dapat merugikan pendapatan Negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak tersebut.
d.      Terhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Perintah Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

2.7 GUGATAN
Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:
a.       Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
b.      Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
c.       Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain putusan keberatan atau;
d.      Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

  
3        PENUTUP
1.      Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
2.      Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3.      Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang.


DAFTAR PUSTAKA

Suandy, Erly. 2002. Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar