Penetapan dan Ketetapan Pajak
1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada prinsipnya, setiap Wajib Pajak
wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat
ketetapan pajak. Artinya, pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang
dapat dikenai pajak (ajaran materiil) bukan karena terbitnya ketetapan pajak
(ajaran formil).
Berdasarkan UU KUP, Direktorat Jenderal
Pajak tidak berkewajiban untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas semua
Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak. Penerbitan suatu surat
ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh
ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan atau karena ditemukannya
data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan
atau keterangan lain, pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan yang bersangkutan tidak benar, maka Direktur Jenderal Pajak
menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Direktur Jenderak Pajak dapat
menerbitkan surat ketetapan pajak dan atau STP untuk Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak sebelum Wajib Pajak diberikan atau diterbitkan Nomor
Pokok Wajib Pajak dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban
perpajakan yang belum dipenuhi Wajib Pajak (Pasal 14 PP 80 Tahun 2007).
Direktur Jenderal Pajak juga dapat
menerbitkan surat ketetapan pajak dan atau STP untuk Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/atau setelah penghapusan NPWP atau
pencabutan Pengukuhan PKP, apabila setelah penghapusan NPWP WP atau pencabutan
Pengukuhan PKP, diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya
kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi WP.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Didasarkan
oleh latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan
rumusan masalah untuk penetapan dan ketetapan pajak ini adalah:
·
Perlunya
memahami perundang – undangan perpajakan
·
Mengetahui hal –
hal apa yang menyebabkan Direktorat Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk
menerbitkan surat ketetapan pajak atas.
·
Mengetahui macam
– macam Surat ketetapan pajak.
·
Mengetahui
sanksi – sanksi dari macam – macam surat Ketetapan Pajak
1.3 TUJUAN
Agar
seluruh masyarakat Indonesia memahami tentang penetapan dan ketetapan pajak,
dan mau untuk membayar pajak.
2. PEMBAHASAN
Prinsip
dalam sistem sel – assessment adalah
bahwa Wajib Pajak ( WP ) diwajibkan untuk menghitung, membayar sendiri, dan
melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan
perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada
WP sendiri melalui Surat Pemberi tahuan ( SPT ) yang disampaikannya.
Penerbitan
sesuatu Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas kepada WP tertentu yang disebabkan
oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fisikyang
tidak dilaporkan oleh WP.
2.1 FUNGSI KETETAPAN PAJAK
Ketetapan
pajak berfungsi sebagai:
1) Sebagai
koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT WP.
2) Sarana
untuk menagih, mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.
3) Sarana
untuk menagih pajak
4) Sarana
untuk mengembalikan kelebihan pajak
5) Saran
untuk memberitahukan jumlah pajak terutang
2.2 JENIS KETETAPAN PAJAK
1)
Surat Tagihan
Pajak (STP)
Ø Pengertian SPT
Berdasarkan
Pasal 1 angka 20 UU KUP, Surat Tagihan Pajak (disingkat STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Yang
menerbitkan STP adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat seseorang atau badan
terdaftar sebagai Wajib Pajak. Terbitnya STP ini biasanya disebabkan Wajib
Pajak tidak melakukan satu atau beberapa kewajiban pajak yang diamanatkan oleh
Undang-undang. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat
ketetapan pajak
Ø Penerbitnya
STP
Hal-hal yang
menyebabkan terbitnya STP diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) UU KUP yaitu :
a. PPh
dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar
b. Dari
hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah
tulis dan/atau salah hitung
c. WP
dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga
d. Pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau
membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu
e. Pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara
lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 5 UU PPN 1984 dan perubahannya
selain :
v Identitas
pembeli sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 5 huruf b UU PPN 1984 dan
perubahannya; atau
v Identitas
pembeli serta nama dan TTD sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 5 huruf b
dan huruf g UU PPN 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh
PKP pedagang eceran.
f. PKP
melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak
g. PKP
yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 6a UU PPN 1984 dan perubahannya.
Ø Sanksi
Administrasi STP
a. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak
sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Tagihan Pajak.
b. Sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga yang ditagih
berdasarkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud huruf c termasuk sanksi administrasi berupa
denda sebesar 50% (lima puluh persen)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (9) dan sebesar 100% (seratus
persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (5d) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.
c. Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
pada huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak
yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen)
dari Dasar Pengenaan Pajak.
d. Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf g
dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari
jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat
Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal
penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan.
2) Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB
Ø Pengertian
SKPKB
Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya
jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
Ø Penerbitan
SKPKB
a. Berdasarkan
hasil pemeriksaan/keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang bayar
b. Apabila
Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan
dan setelah ditegur secara tertulis tidk disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam Suerat Teguran
c. Apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih
lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0 % ( nol persen ).
d. Apabila
kewajiban pembukuan dan pemeriksaan ( Pasal 28 dan Pasal 29 UU KUP ) tidak
dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
e. Apabila
kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor
Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara
jabatan
Ø Sanksi
Administrasi
a. Apabila
SKPKB dikeluarkan karena alasan poin a dan e, maka jumlah kekurangan pajak terutang
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian tahun pajak, dan/atau tahun pajak
sampai dengan diterbitkannya SKPKB.
b. Apabila
SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin b, c, dan d, maka dikenakan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar:
v 50%
(lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam
satu tahun pajak;
v 100%
(seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak
atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut
tetapi tidak atau kurang disetor;
v 100%
(seratus persen) dari PPN dan Jasa dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
Ø Jangka
Waktu Penerbitan SKPKB
a. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak,
atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar.
b. Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar
48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang
dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan
(SKPKBT)
Ø Pengertian
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan.
Ø Penerbitan SKPKBT
a. SKPKB
yang telah ditetapkan lebih rendah dari data yang sebenarnya
b. Proses
pengembalian SKPLB yang seharusnya tidak dilakukan.
c. Pajak
terutang dalam SKPN yang ditetapkan lebih rendah.
Ø Sanksi
SKPKBT
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
Sanksi administrasi berupa kenaikan tidak dikenakan apabila
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan itu diterbitkan berdasarkan
keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat
Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka
penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
Ø Jangka
Waktu Penerbitan SKPKBT
a.
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak
yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
b.
Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tetap
dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat
puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam
hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dipidana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
4) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Ø Pengertian
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit
pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
Ø Penerbitan SKPLB
a. Direktur Jenderal Pajak, setelah
melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila
jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang.
b. Berdasarkan permohonan Wajib Pajak,
Direktur Jenderal Pajak, setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak,
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila terdapat pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
masih dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau
data baru ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada
kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.
Ø Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, antara lain
sebagai berikut.
a. Direktur Jenderal Pajak setelah
melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak,
selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak,
harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
surat permohonan diterima secara lengkap. Ketentuan ini tidak berlaku terhadap
Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di
bidang perpajakan.
b. Apabila setelah melampaui jangka
waktu 12 (dua belas) bulan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu
keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap
dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan paling lama
1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.
Ø Imbalan Bunga
Imbalan bunga diberikan kepada wajib pajak.
a. Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar terlambat diterbitkan, kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar
2% (dua persen) per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 (satu)
bulan setelah berakhirnya jangka waktu 12 (dua Belas) bulan sampai dengan saat
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
b. Apabila pemeriksaan bukti permulaan
tindak pidana di bidang perpajakan tidak dilanjutkan dengan penyidikan;
dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak dilanjutkan dengan penuntutan
tindak pidana di bidang perpajakan; atau dilanjutkan dengan penyidikan dan
penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus bebas atau lepas
dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, dan dalam hal kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar, kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar
2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan,
dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 (dua belas) bulan sampai dengan saat
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
Ø Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak
a. Direktur Jenderal Pajak setelah
melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak
permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1
(satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan
Nilai.
b. Kriteria tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
v Tepat waktu dalam menyampaikan Surat
Pemberitahuan;
v Tidak mempunyai tunggakan pajak
untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin
untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
v Laporan Keuangan diaudit oleh
Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat
Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
v Tidak pernah dipidana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
terakhir.
v Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
c. Wajib Pajak yang dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah:
v Wajib Pajak orang pribadi yang tidak
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
v Wajib Pajak orang pribadi yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah
lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu;
v Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran
usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau
v Pengusaha Kena Pajak yang
menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah
penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.
v Batasan jumlah peredaran usaha,
jumlah penyerahan, dan jumlah lebih bayar dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
d. Direktur Jenderal Pajak dapat
melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dengan dan menerbitkan surat
ketetapan pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
e. Apabila berdasarkan hasil
pemeriksaan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, jumlah pajak yang kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran
pajak.
f. Wajib Pajakdengan kriteria tertentu
tidak dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
apabila:
v Terhadap Wajib Pajak tersebut
dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
v Terlambat menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 2 (dua) Masa Pajak
berturut-turut;
v Terlambat menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1
(satu) tahun kalender; atau
v Terlambat menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan.
5) Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Ø Pengertian
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah
kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Ø Penerbitan
SKPN
Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan,
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila jumlah kredit pajak atau jumlah
pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak
terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
6) Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Ø Pengertian
Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang (SPPT) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi
dan Bangunan (KP.PBB) mengenai pajak terutang.yang harus dibayar dalam 1 (satu)
tahun pajak.
Ø Penerbitan
Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang diterbitkan berdasarkan
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Pelunasannya paling lambat 6
(enam) bulan sejak diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak. Jika terlambat dikenakan
sanksi 2% per bulan maksimal 24 bulan.
Ø Hak Wajib Pajak.
1. Menerima
SPPT PBB setiap tahun pajak, setelah menyerahkan Surat Pemberitahuan Objek
Pajak (SPOP).
2. Mendapatkan
penjelasan berkaitan dengan ketetapan PBB.
3. Mengajukan keberatan
dan/atau pengurangan.
4. Mendapatkan
SuratTandaTerima Setoran (STTS) PBB dari Bank/Kantor Pos dan Giro yang
tercantum pada SPPT atau Tanda Terima Sementara (TTS) dari petugas pemungut PBB
Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi.
Ø Kewajiban Wajib Pajak
1.
Mengisi Surat Pemberitahuan Objek
Pajak (SPOP) dengan lengkap, benar dan jelas dan menyampaikan ke KPP
Pratama,KPPBB, KP2KP atau KP4 setempat.
2.
Menandatangani bukti tanda terima
SPPT dan mengirimkannya kembali kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan Daerah/Kantor
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan untuk diteruskan ke atau Kantor
Pelayanan PBB yang menerbitkan SPPT.
3.
Melunasi PBB pada tempat yang telah
ditentukan.
Ø Cara Mendapatkan SPPT.
1.
Mengambil sendiri di Kantor
Kelurahan/Kepala Desa/di tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang
ditunjuk
2.
Dalam rangka pelayanan, SPPT dapat
dikirim melalui Kantor Pos dan Giro atau diantarkan oleh aparat Kelurahan/Desa.
3.
Wajib Pajak dapat menggunakan
fasilitas faksimili melalui layanan informasi bebas pulsa (0800-1-722-722)
2.3 PEMBETULAN SURAT KETETAPAN
PAJAK
1) Pembetulan
Surat Ketetapan pajak antara lain sebagai berikut.
a. Atas
permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat
membetulkan Surat Ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan
Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan
Pemberian Imbalan Bunga, yang dalam penerbitannya terrdapat kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan/atau
kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan.
b. Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan diterima,
harus memberi keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan Wajib Pajak.
c. Apabila
jangka waktu 6 (enam) bulan telah
lewat, tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan
pembetulan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
d. Apabila
diminta oleh Wajib Pajak, Direktur
Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal
yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib
Pajak.
2) Pembetulan ini dilaksanakan dalam
rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat
kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi perlu dibetulkan sebagaimana
mestinya. Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung
persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak. Apabila ditemukan kesalahan atau
kekeliruan baik oleh fiskus maupun berdasarkan permohonan Wajib Pajak,
kesalahan atau kekeliruan tersebut harus dibetulkan. Yang dapat dibetulkan
karena kesalahan atau kekeliruan adalah sebagai berikut:
a. Surat
ketetapan pajak, yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
b. Surat
Tagihan Pajak;
c. Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak;
d. Surat
Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
e. Surat
Keputusan Pembetulan;
f. Surat Keputusan Keberatan;
g. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
h. Surat
Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi;
i.
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak; atau
j.
Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
3) Ruang
Lingkup pembetulan kesalahan atau
kekeliruan sebagai akibat dari:
a. Kesalahan
tulis, antara lain kesalahan yang
dapat berupa nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor surat ketetapan
pajak, jenis pajak, Masa Pajak atau Tahun Pajak, dan tanggal jatuh tempo;
b. Kesalahan
hitung, antara lain kesalahan yang
berasal dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atau perkalian dan/atau
pembagian suatu bilangan; atau
c. Kekeliruan
dalam penerapan ketentuan tertentu
dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam penerapan
tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto,
kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena
Pajak, kekeliruan penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan
kekeliruan dalam pengkreditan pajak.
2.4 PELUNASAN PAJAK
Ketentuan
– ketentuan dalam pelunasan pajak adalah sebagai berikut.
1) Surat
Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan
Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar
bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.
2) Apabila
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada
saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang
tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh
tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan
Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
3) Dalam
hal Wajib Pajak diperbolehkan
mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih
harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
4) Dalam
hal Wajib Pajak diperbolehkan
menunda penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dan ternyata penghitungan
sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5)
kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak
tersebut, dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari
saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan huruf c sampai dengan
tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 (satu) bulan. Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati
untuk paling lama 12 (dua belas) bulan dan terbatas kepada Wajib Pajak yang
benar-benar sedang mengalami kesulitan likuiditas.
5) Atas
jumlah pajak yang masih harus
dibayar, yang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan
Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang
tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) dilaksanakan penagihan pajak
dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
6) Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), penagihan seketika dan sekaligus dilakukan apabila:
a. Penanggung
Pajak akan meninggalkan Indonesia
untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
b. Penanggung
Pajak memindahtangankan barang yang
dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan
perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
c. Terdapat tanda-tanda bahwa
Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha atau menggabungkan atau
memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang
dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
d. Badan
usaha akan dibubarkan oleh negara;
atau
e. Terjadi
penyitaan atas barang Penanggung
Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
7) Penagihan
pajak dengan Surat Paksa
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.5 HAK MENDAHULU
Hal
– hal yang berkaitan dengan hak mendahulu, adalah sebagai berikut.
1) Negara
mempunyai hak mendahulu untuk utang
pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.
2) Ketentuan
tentang hak mendahulu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga,
denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.
3) Hak
mendahulu untuk utang pajak melebihi
segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:
a. Biaya
perkara yang hanya disebabkan oleh
suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak
bergerak;
b. Biaya
yang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
c. Biaya
perkara, yang hanya disebabkan oleh
pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
4) Dalam
hal Wajib Pajak dinyatakan pailit,
bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi
untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit,
pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum
menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut.
5) Hak
mendahulu hilang setelah melampaui
waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah.
6) Perhitungan
jangka waktu hak mendahulu
ditetapkan sebagai berikut:
a. Dalam
hal Surat Paksa untuk membayar
diberitahukan secara resmi maka jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak pemberitahuan Surat Paksa; atau
b. Dalam
hal diberikan penundaan pembayaran
atau persetujuan angsuran pembayaran maka jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut
dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan.
2.6
DALUWARSA
1. Hak untuk melakukan penagihan pajak,
termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah
melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.
2. Daluwarsa
penagihan pajak tertangguh apabila:
a. Diterbitkan
Surat Paksa;
b. Ada
pengakuan utang pajak dari Wajib
Pajak baik langsung maupun tidak langsung;
c. Diterbitkan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; atau
d. Dilakukan
penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan.
3. Daluwarsa penagihan pajak dapat melampaui
5 (lima) tahun apabila:
a. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan
dan memberitahukan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak yang tidak melakukan
pembayaran hutang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal
seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal pemberitahuan
Surat Paksa tersebut.
b. Wajib Pajak menyatakan pengakuan
utang pajak dengan cara mengajukan permohonan angsuran atau penundaan
pembayaran utang pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal
seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan
angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diterima oleh Direktur Jenderal
Pajak.
c. Terdapat Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan
terhadap Wajib Pajak karena Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dan tindak pidana lain yang dapat merugikan pendapatan Negara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam
hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan
surat ketetapan pajak tersebut.
d. Terhadap Wajib Pajak dilakukan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, daluwarsa penagihan pajak
dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Perintah Penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan.
2.7 GUGATAN
Gugatan
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:
a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
b. Keputusan pencegahan dalam rangka
penagihan pajak;
c. Keputusan yang berkaitan dengan
pelaksanaan keputusan perpajakan, selain putusan keberatan atau;
d. Penerbitan surat ketetapan pajak
atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan
prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
3
PENUTUP
1. Setiap
Wajib Pajak wajib membayar pajak
yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
2. Jumlah
Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan
yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Apabila
Direktur Jenderal Pajak mendapatkan
bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah
pajak yang terutang.
DAFTAR PUSTAKA
Suandy, Erly. 2002. Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar